Oleh : Jekson Simanjuntak.
Cuaca cukup bersahabat siang itu, ketika peletakan batu pertama pembangunan sumur resapan dilakukan di Kampus III Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Kegiatan itu sekaligus menandai konsep Kampus Hijau bagi IAIN Salatiga.
Peletakan batu pertama dilakukan secara simbolik oleh Wakil Wali Kota Salatiga Muh Haris, diikuti Rektor IAIN Salatiga, Prof. Zakiyuddin. Selanjutnya oleh Chief of Party USAID IUWASH PLUS William Parente dan terakhir oleh Direktur PDAM Kota Salatiga, Samino.
Wakil Wali Kota menjelaskan Pemkot Salatiga melalui Dinas Lingkungan Hidup (LH) telah membangun 50 sumur resapan di Kelurahan Randuacir, yang merupakan daerah tangkapan air, sepanjang tahun lalu.
Tahun ini, Pemkot Salatiga kembali membangun 30 sumur resapan di daerah-daerah tangkapan air. Pembangunan itu sebagai bentuk kepedulian pemerintah tentang pentingnya menabung air.
“Mudah-mudahan tahun ini bisa lebih banyak lagi. Tahun ini juga ada peningkatan anggaran untuk sumur resapan di Salatiga” ujar Muh Haris, seusai peletakan batu pertama.
Pembangunan sumur resapan perlu digalakkan, karena menurut Muh Haris, mata air di Salatiga mengalami penurunan debit. Sementara itu, airnya tetap disalurkan untuk beberapa wilayah, seperti; Kota Semarang, Demak, hingga Grobokan.
“Sumur resapan akan dikembangkan, khususnya di sekitar Kalitaman, Kelurahan Pulutan, kemudian Kutowinangun, kawasan yang melingkari Kalitaman”, papar Muh. Haris
Sementara itu, Rektor IAIN Salatiga, Prof. Zakiyuddin Baidhawy meyambut baik pembangunan sumur resapan. Ia juga memastikan sebanyak 10 sumur resapan akan dibangun pada tahun ini, dimana 2 diantaranya ada di kampus tiga.
“Itu sesuai dengan kampus III yang merupakan kawasan catchment area atau daerah tangkapan air, karena itu diminta diperbanyak”, kata Prof. Zakiyuddin.
Selanjutnya, di kampus I dan kampus II, masing masing dibangun 4 sumur resapan. Beberapa tahun sebelumnya, menurut Baidhawy juga telah dibangun sumur resapan di dalam kampus sebagai bentuk kesadaran akan lingkungan.
“Jika dihitung-hitung, total ada 20 sumur resapan yang sudah dibangun di tiga kampus”, kata Prof. Zakiyuddin.
Atas partisipasi kampus dalam membangun sumur resapan, Chief of Party USAID IUWASH PLUS William Parente menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya. Bagi William ini merupakan pengalaman yang hendaknya dipraktikkan tidak hanya di dalam kampus.
“Ketika orang-orang muda dari kampus belajar tentang lingkungan, khususnya metoda menyimpan air tanah, itu menjadi hal yang baik”, kata William Parente yang akrab disapa Bill.
William Parente juga sangat senang ketika menyadari banyak mahasiswa yang hadir pada saat peletakan batu pertama. “Mereka adalah pemuda harapan bangsa, yang merupakan masa depan negara ini” kata Parente.
Talkshow “Sumur Resapan: Program Daerah menjadi Program Nasional”
IAIN Salatiga bekerja sama dengan Pemerintah Kota Salatiga, PDAM Salatiga, dan USAID Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH) PLUS membangun sumur resapan untuk memperkuat komitmen sebagai Kampus Hijau.
Sebelum peletakan batu pertama pembangunan sumur resapan, IAIN Salatiga menggelar Talkshow bertema “Sumur Resapan: Program Daerah menjadi Program Nasional” yang digelar pada Rabu (12/3/2020).
Talkshow dihadiri oleh Wakil Walikota Salatiga, Muh. Haris, S.S., M.Si., Rektor IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag, Chief of Party USAID IUWASH PLUS, William Parente, Direktur PDAM Salatiga, Samino, S.E., M.M., perwakilan dari Bappenas serta dosen dan mahasiswa.
Dalam paparannya, Rektor IAIN Salatiga, Prof. Zakiyuddin Baidhawy, menyebut IAIN Salatiga sebagai Kampus Terpadu Hijau Wasathiyah yang peduli terhadap lingkungan.
Bahkan ketika masih berbentuk sekolah tinggi, pihak kampus telah merancang master plan untuk kampus hijau yang wasathiyah. “Intinya, kampus bukan hanya mendirikan bangunan secara fisik, tetapi juga memperhatikan ekosistem dan membangun mindset kampus hijau,” papar Prof. Zakiyuddin.
Prof. Zakiyuddin menjelaskan ada 6 langkah untuk mewujudkan kampus hijau, seperti menyediakan ruang terbuka hijau dan daerah resapan yang lebih banyak, menanam tumbuhan yang mampu menyerap air dengan baik, membangun gedung ramah lingkungan, mengurangi sampah plastik, mengonservasi air, dan menyediakan jalur khusus pejalan kaki.
“Serta tak ketinggalan membuat kurikulum mata kuliah tentang kepedulian terhadap lingkungan”, ujarnya.
Sementara itu, Wakil Walikota Salatiga, Muh. Haris, dalam paparannya menyampaikan tentang komitmen Pemerintah Kota Salatiga untuk menambah debit mata air, salah satunya dengan membangun sumur resapan.
“Tahun ini, APBD telah mengganggarkan penambahan 30 unit sumur resapan, dan akan terus diperbanyak, agar kelestarian air di Kota Salatiga tetap terjaga,” katanya.
Bagi Muh. Haris, kegiatan yang dijalankan IAIN Salatiga seharusnya ditiru daerah-daerah lain. Arti penting sumur resapan, menurut Muh. Haris harus disosialisasikan kepada masyarakat, karena beberapa daerah di Salatiga, mengalami kesulitan air.
“Maka harus ada cara untuk melestarikannya. Salah satunya dengan sumur resapan”, jelas Muh. Haris.
Ketika sumur resapan mampu menampung air hujan dan menyalurkannya ke dalam tanah, Muh. Haris menilai peran mahasiswa sebagai agen perubahan mampu menyebarkan kesadaran ini pada lingkungan di sekitarnya.
Di sesi selanjutnya, Direktur PDAM Kota Salatiga, Samino S.E., menjelaskan bahwa PDAM Salatiga telah melakukan berbagai upaya untuk menaikkan volume air di Salatiga, selain program sumur resapan.
“Kami juga punya program untuk menambah jumlah air dengan gerakan ‘Satu Pendaki Satu Pohon’. Setiap pendaki Gunung Merbabu diwajibkan membawa satu pohon yang harus ditanam di lereng Merbabu”.
Selain itu, Samino juga menjelaskan tenang Forum Peduli Senjoyo, sebuah forum gabungan lintas daerah untuk melestarikan mata air Senjoyo. Lewat forum ini, upaya-upaya konservasi, termasuk memeriksa saluran mata air terus dilakukan.
Kampus Hijau
IAIN Salatiga merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri Islam di Kota Salatiga, Jawa Tengah. IAIN Salatiga memiliki sekitar 15 ribu mahasiswa dengan tiga kampus yang berada di lokasi berbeda. Jarak antarkampus sekitar 2km.
IAIN Salatiga berkomitmen melanjutkan program Green Campus, atau Kampus Hijau, yang diinisiasi oleh Kementerian Riset dan Teknologi pada 2007. Program ini bertujuan menciptakan lingkungan yang lestari.
Program Kampus Hijau juga sejalan dengan tujuan Pemerintah Kota yang menjadikan Kota Salatiga sehat dan asri.
Rektor IAIN Salatiga, Prof. Zakiyuddin Baidhawy mengatakan sumur resapan sebagai perwujudan konsep Kampus Hijau karena berwawasan ramah lingkungan.
“Kampus secara bertahap untuk menjadi ‘Green Wasathiyah Campus’,” ujar Prof. Zakiyuddin.
Saat ini, IAIN Salatiga telah memiliki 20 sumur resapan. Rektor Zakiyuddin berharap fasilitas itu dicontoh kampus lain, sehingga dapat menangkap air hujan menjadi cadangan air baku dalam jangka panjang.
Seiring konsep Kampus Hijau, Rektor Zakiyuddin juga menyebut kampusnya telah berwawasan lingkungan, seperti desain yang menempatkan sungai sebagai halaman depan.
“Kita ada beberapa aliran sungai di kampus ini, dan akan dijadikan sebagai Waterfront Campus“, ujar Prof. Zakiyuddin.
Bentuk tata letak kampus berwawasan lingkungan tersebut, menurut Prof. Zakiyuddin merupakan hasil kemitraan IAIN Salaga dengan Fakultas Ilmu Lingkungan Universitas Negeri Semarang
Selain itu, Rektor Zakiyuddin menjelaskan jika desain bangunan kampus yang banyak menggunakan kaca, mampu mengurangi penggunaan lampu, sekaligus memaksimalkan sinar matahari.
“Kita konsepnya smart building, sehingga cukup sinar matahari saja. Malam hari listrik baru digunakan. Tapi pada malam hari, kita jarang perkuliahan, jadi tetap hemat listrik”, kata Prof. Zakiyuddin.
Sementara terkait konsep konservasi air, kampus dilengkapi dengan ruang terbuka hijau. Ruang tersebut tidak diperbolehkan ditutup semen. “Hanya boleh dengan paving block, supaya bisa menyerap air”, ujarnya.
Ketika semua indikator telah terpenuhi, Rektor Baidhawy menyebut IAIN Salatiga sebagai Kampus Hijau yang mampu melakukan konservasi air, konservasi oksigen atau udara, dan mengurangi emisi karbon.
Menurut Prof. Zakiyuddin, kesadaran mahasiswa juga muncul dari pengalaman disekitarnya. Itu sebabnya, pihaknya terus berupaya untuk menyisipkan kepedulian terhadap lingkungan pada mahasiswa.
Patut Dicontoh
Selain melakukan penghijauan, IAIN Salatiga mendukung konservasi air tanah dalam rangka meningkatkan kualitasnya sebagai Kampus Hijau.
Sebelumnya, pada diskusi Kajian Kerentanan Mata Air dan Rencana Aksi (KKMA-RA) untuk mata air Kalitaman pada Desember 2019, IAIN Salatiga menyatakan komitmennya membangun sumur resapan.
Pada diskusi itu, tim KKMA Kalitaman menyampaikan bahwa debit mata air Kalitaman turun dari 150 liter/detik pada 2010 menjadi 88,19 liter/detik pada 2019 dalam sembilan tahun.
“Padahal, mata air Kalitaman menjadi salah satu sumber air baku PDAM Kota Salatiga”, ujar Samino, Direktur PDAM Kota Salatiga,.
Jika penurunan debit mata air tidak ditangani secara serius, menurut Samino, PDAM terancam kehilangan sumber air baku. “Kemampuan produksi yang menurun, membuat pelayanan kebutuhan air minum perpipaan masyarakat terganggu”, ujarnya.
Sementara itu, komitmen IAIN Salatiga membangun sumur resapan akan berdampak pada mata air Kalitaman. Pasalnya, IAIN Salatiga berada di wilayah imbuhan mata air Kalitaman.
Sepuluh sumur resapan telah dibangun di IAIN Salatiga melalui kerja sama dengan USAID IUWASH PLUS dan Dinas Lingkungan Hidup. Dua diantaranya telah dibangun pada Maret 2020.
Chief of Party IUWASH, William Parente menyebutkan Salatiga layak menjadi contoh bagi daerah lain, karena berhasil melestarikan air. “Konservasi air diperlukan untuk menjamin kesediaan air minum bagi masyarakat”, ujar Parente.
Karena itu, Parente menilai program sumur resapan perlu diperluas tidak hanya di kampus IAIN Salatiga. “Kami ingin orang-orang muda, tidak hanya di universitas, tapi juga di sekolah-sekolah, seperti pesantren & madrasah”, ujarnya.
Bagi William, dukungan semua pihak dalam usaha konservasi sumber daya air tanah melalui program sumur resapan tetap diperlukan. Pasalnya, menipisnya debit mata air menjadi situasi kritikal bagi Indonesia.
“Karena itu perlu mengelola sumber mata air yang tersisa. Ini penting untuk meningkatkan cadangan air tanah”, kata Parente.
Meningkatnya populasi dan pengembangan wilayah perkotaan juga berdampak buruk bagi kawasan yang merupakan daerah tangkapan air.
“Itu sebabnya, USAID IUWASH PLUS bekerjasama dengan semua pihak untuk menangkap air hujan lalu menyalurkannya ke akuifer”, papar Parente.
Sementara terkait komitmen pemerintah pusat untuk mengadopsi keberhasilan teknologi sumur resapan, bagi Parente itu sebuah kewajiban.
“Kami berharap dukungan pemerintah pusat, sehingga menjadikannya sebagai program nasional sesuai agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dan tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals,” papar Parente.
Sementara itu, Wakil Walikota Salatiga, Muh. Haris tidak khawatir jika program sumur resapan akan berhenti. Pasalnya, Pemkot Salatiga memiliki Program Guyub RW yang selalu digunakan untuk sosialisasi sumur resapan.
“Kami memberikan bantuan Rp.50 juta per RW. Mudah-mudahan setiap RW bisa menginisiasi sumur resapan, disamping dana kelurahan yang jumlahnya besar juga”, ujar Muh. Haris.
Menurut Muh. Haris, jika sebelumnya masyarakat dapat mengakses dana desa untuk membangun sumur resapan, kini dana kelurahan dapat dimaksimalkan. “Banyak warga menginginkan dana kelurahan diperuntukkan bagi pembuatan sumur resapan, dan kami sangat setuju ide itu”, katanya.
Program sumur resapan perlu didukung, karena menurut Muh. Haris, manfaat sumur resapan terbukti nyata di mata air Senjoyo. Sejak dimulai pada tahun 2012, debit airnya terus bertambah.
“Dulu airnya separoh, sekarang menjadi penuh. Dan ini akan terus bertambah”, pungkasnya.*** –>