Alat berat milik perusahaan tambang dan perkebunan sawit di Sultra. foto: Yoshasrul KENDARI, BL- Keberadaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya yang terletak di daratan utama Pulau Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari dinilai akan menghancurkan akses sumber daya masyarakat local. Pasalnya, keberadaan kawasan ini dibentuk secara parsial dari spot-spot kawasan hutan produksi yang ada di wilayah itu, tepatnya, berada diantara kawasan hutan konservasi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai di sebelah Barat dengan Suaka Margasatwa Tanjung Peropa di sebelah Timur dan Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo dan Tanjung Amolengo di sebelah Selatan. Hal ini didasari oleh pandangan Walhi Sultra bahwa inisiatif penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pembentukan Satuan Kerja dan Struktur Pengelolaan KPHP Gula Raya merupakan modus pemerintah daerah untuk memberikan akses yang seluas-luasnya kepada investor pertambangan dan perkebunan sawit untuk mengelola hutan produksi kawasan Gula Raya untuk kegiatan eksploitatif yang merusak hutan itu sendiri. Berdasarkan hasil investigasi Walhi Sultra diketahui bahwa, kawasan hutan produksi yang diusulkan oleh DPRD Sultra itu untuk menjadi KPHP Gularaya ini rata-rata memiliki kandungan tambang mineral, utamanya Nikel. Selain itu, dalam kawasan ini juga sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai areal perkebunan sawit skala besar. Hal itu dapat dilihat dari, banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah di keluarkan oleh Bupati Konawe Selatan, yang rata-rata areal IUP tersebut berada dalam kawasan KPHP Gularaya. Selain itu, Walhi Sultra juga mensinyalir adanya unsur kesengajaan Pemerintah Daerah melalui DPRD Sultra untuk mengakomodir upaya pemutihan kawasan hutan yang selama ini telah terjadi aktivitas pertambangan nikel dalam kawasan itu, tanpa memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari mentri kehutanan. Dugaan ini, semakin dikuatkan dengan tidak adanya sosialisasi yang transparan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Sultra, maupun instansi tekhnis terkait untuk memberikan informasu secara transparan terkait letak kawasan dan batas-batas kawasan KPHP Gularaya. Dalam peta Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, kawasan ini termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten konawe Selatan dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Kendari. Sedangkan secara administratif pemerintahan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. KPHP Gulaya ditetapkan oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.61/Menhut-II/2011 tanggal 28 Pebruari 2011 Tentang Penetapan wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan produksi (KPHP) Model Unit XXIV Gularay seluas ± 134.149 Ha. Sebagian besar wilayahnya telah ditata batas Sub BIPHUT (Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan HUtan) pada tahun 1969/1970 s/d tahun 2000, yang terdiri dari 25 unit KPH dengan luas 2.056.922 Ha yang terbagi atas 15 Unit KPHP dengan luas 1.028.833 Ha , 10 Unit KPHL dengan luas 1.028.089 Ha, dengan rincian jenisnya sebagai berikut, Hutan Produksi ± 3.671 Ha, Hutan Produksi Terbatas ±89.343 Ha, Hutan Lindung : ± 4.1405 Ha. Gagasan DPRD Sulawesi Tenggara untuk menyusun Satuan Kerja dan Struktur Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gula Raya di Sulawesi Tenggara adalah salah satu cara pemerintah daerah untuk merong-rong akses masyarakat lokal dalam mengakses dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada dalam kawasan hutan tersebut. Walhi Sultra menilai, inisiatif DPRD Sultra dalam menyusun Perda tentang Pengelolaan KPHP Gula Raya itu tidak melalui prosedur yang benar. Yang mana, secara mengejutkan, semua pihak termasuk Walhi Sultra dikejutkan dengan undangan secara sepihak oleh DPRD Sultra untuk mengikuti Sosialisasi Penyusunan Perda tersebut di Aula DPRD Provinsi Sultra pada tanggal 28 Juli lalu. Walhi Sultra menolak Peraturan Daerah tentang Penyusunan Satuan Kerja dan Struktur Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya terletak di daratan utama Pulau Sulawesi Tenggara yang tengah dibahas oleh DPRD Sultra saat ini. “Perda tentang Penyusunan Satuan Kerja dan Struktur Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya terletak di daratan utama Pulau Sulawesi Tenggara adalah cara pemerintah daerah untuk mempersempit ruang hidup masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumberdaya kehutanan di Sultra,”kata Kisran Makati, ED Walhi Sultra. Penyusunan Perda KPHP Gularaya, lanjut Kisran tidak melalui prosedur yang transparan kepada publik. “Walhi meminta Ketua DPRD Sultra untuk segera menghentikan rencana penyusnan Perda (KPHP) Gularaya, termasuk meminta Gubernur Sulawesi Tenggara untuk melalkukan sosialisasi secara transparan kepada masyarakat tentang letak kawasan serta batas-batas kawasan (KPHP) Gularaya. Walhi Sultra meminta Dinas Energi dan Sumberdaya Meineral serta Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara untuk memberikan informasi secara transparan kepada publik tentang rencana investasi pertambangan mineral dan perkebunan yang ada dalam kawasan KPHP Gularaya,”tegasnya. (Yos Hasrul) |