Kunjungan Lapangan Identifikasi Peredaran BPO yang dilakukan KLH. |
DENPASAR, BL- Tanggal 16 September diperingati oleh seluruh Negara Pihak Protokol Montreal sebagai Hari Ozon Internasional, dimana pada tanggal tersebut telah disepakati dan ditandatangani resolusi untuk melindungi lapisan ozon 27 tahun yang lalu.
Tema peringatan Hari Ozon Internasional tahun ini adalah “Ozone Layer Protection: The Mission Goes On”. Perjalanan pelaksanaan Protokol Montreal sampai saat ini boleh dikatakan berhasil memenuhi target-target yang ditetapkan dan disepakati oleh seluruh Negara anggota dalam upaya penghapusan konsumsi Bahan Perusak Ozon (BPO).
Sekretaris Jenderal PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) Ban Ki Moon, melalui pesan tertulisnya menyatakan,”Setelah lebih dari seperempat abad, negara negara di dunia menyepakati untuk melindungi lapisan ozon, sebagian besar keberadaan bahan perusak ozon di lapisan atmosfer telah menurun dan lapisan ozon diharapkan pulih kembali dipertengahan abad ini”.
“Temuan-temuan ilmiah baru baru ini mengungkapkan pentingnya Protokol Montreal. Tanpa Protokol dan perjanjian yang terkait, tingkat bahan perusak ozon di atmosfer dapat meningkat sepuluh kali lipat pada tahun 2050. Tindakan bersama seluruh negara-negara pihak Protokol Montreal, telah mencegah terjadinya jutaan kasus kanker kulit di dunia,”kata Ban Ki Moon.
Indonesia sebagai Negara Pihak Protokol Montreal turut aktif untuk menyelenggarakan Peringatan Hari Ozon Internasional tersebut dengan melakukan serangkaian acara antara lain sosialisasi kemajuan pencapaian target program penghapusan BPO di Indonesia kepada media, lomba cerdas cermat tingkat SLTA se-DKI Jakarta yang diselenggarakan di Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta serta Rapat Kerja Teknis Pemerintah Daerah terkait Perlindungan Lapisan Ozon di Bali.
Saat ini Pemerintah Indonesia memiliki komitmen terhadap Konvensi Wina dan Protokol Montreal untuk melakukan penghapusan konsumsi Bahan Perusak Ozon jenis HCFC secara bertahap. Kementerian Lingkungan Hidup selaku National Focal Point dengan Kementerian terkait (Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Ditjen Bea dan Cukai) serta Perusahaan Pengguna Bahan Perusak Ozon bersama-sama melaksanakan strategi nasional penghapusan konsumsi HCFC di Indonesia. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan saling bersinergi dalam menyusun peraturan yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan upaya penghapusan penggunaan HCFC tersebut.
Diketahui juga bahwa negara lain diseluruh dunia melakukan upaya penghapusan konsumsi HCFC. Dikhawatirkan jika kita tidak mengendalikan impor barang yang mengandung HCFC, maka Negara lain cenderung menjual murah barang yang mengandung HCFC dan diekspor ke Indonesia. Pada akhirnya Indonesia dapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan HCFC untuk kegiatan servis dan juga pada akhirnya menjadi masalah pada saat harus melakukan pemusnahan BPO tersebut
“Target Indonesia adalah sebelum tanggal 1 Januari 2015 industri manufaktur dan atau perakitan refrigerasi dan AC pengguna HCFC-22 serta industri pengguna HCFC-141b sebagai blowing agent untuk busa insulasi pada peralatan refrigerasi, dan manufaktur produk refrigerasi domestik, freezer, thermoware, refrigerated trucks dan integral skin telah selesai melakukan alih teknologi dari yang menggunakan HCFC menjadi non-HCFC untuk mencapai penurunan konsumsi HCFC sebesar 10% pada 1 Januari 2015,” demikian Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi MENLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup melalui siaran persnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Hal tersebut ditegaskan dalam Rapat Kerja Teknis (RAKERNIS) Perlindungan Lapisan Ozon ke 8 yang berlangsung di Bali tanggal 16 dan 17 September 2014 dengan tujuan meningkatkan kapasitas pejabat Badan Lingkungan Hidup Daerah dalam Pengawasan Peredaran BPO. Pemahaman tentang pengawasan peredaran BPO serta melakukan identifikasi dan inventarisasi BPO yang masih digunakan perlu ditingkatkan. Selain itu, provinsi dan kabupaten/kota perlu diberi akses untuk mendapatkan informasi, desiminasi kebijakan serta kerjasama antar daerah di area pengawasan BPO sehingga terbangun kesepahaman pengawasan peredaran BPO di area pengawasan.