Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya saat membuka lokakarya tentang keanekaragaman hayati di Jakarta kemarin. Foto : KLH. |
JAKARTA, BL- Kementerian Lingkungan Hidup merangkul pemangku kepentingan untuk menentukan langkah memaksimalkan pengelolaan keanekaragaman hayati (Kehati) sebagai modal dasar pembangunan.
“Kita tahu Indonesia kaya dengan keanekaragaman hayati dan selalu di peringkat satu hingga lima di dunia. Persoalannya bagaimana kita dapat jaga dan memanfaatkan untuk kehidupan masyarakat kita,” kata Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya usai membuka lokakarya tentang keanekaragaman hayati di Jakarta kemarin.
Menurut Balthasar, ada alasan kuat untuk Indonesia menjadikan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Indonesia berada diurutan kedua dengan memiliki 12 persen (515 spesies, 39 persen endemik) dari total spesies menyusui dunia.
Indonesia berada diurutan keempat dengan memiliki 7,3 persen (511 spesies, 150 endemik) dari total spesies reptil dunia. Indonesia berada diurutan keempat dunia dengan memiliki 17 persen (1531 spesies, 397 endemik) spesies burung, dan urutan kelima dengan 270 spesies amfibi.
Menurut dia, setelah Indonesia meratifikasi Protokol Nagoya seharusnya harus terus berupaya mengimplementasikan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2013 tentang Ratifikasi Pengesahan Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul Dari Pemanfaatannya tersebut.
“Sekarang bagaimana itu (UU Nomor 11 Tahun 2013) dapat dilaksanakan. Kita harus terus utamakan keanekaragaman hayati, implementasikan UU, isu keanekaragaman hayati harus dimasukan dalam kebijakan yang dibuat agar termanfaatkan namun tetap terjaga keberadaannya,” ujar Balthasar.
Perjuangan Indonesia untuk bisa mempertahankan keanekaragaman hayati cukup panjang. Dengan ikut meratifikasi Protokol Nagoya yang sekarang telah menjadi UU berarti sudah ada aturan pengelolaan dan pemanfaatan dan pembagian hasil dari pemanfaatannya.
Karena itu, lanjutnya, diskusi antar pemangku kepentingan harus terus dilakukan bagaimana agar UU bisa dilaksanakan dengan melaksanakan langkah-langkah strategis dengan selalu memasukannya dalam kebijakan, pemahaman dan sosialisasi pentingnya keanekaragaman hayati kepada masyarakat harus terus dilakukan, perlu terus dilakukan penelitian dan pengembangan kapasitas bangsa terkait kepakaran keanekaragaman hayati.
“Harus ada ahli nyamuk, ahli ikan, ahli ular, sehingga ini bisa dikembangkan dan observasi,” tegasnya.
Selain itu, keterlibatan masyarakat dengan melibatkan masyarakat adat dan merangkul komunitas sangat penting. “Mereka justru paham betul keberadaan keanekaragaman hayati dan manfaatnya,” katanya. (Ant).