Ilustrasi jagung transgenik. Foto : Istimewa. |
JAKARTA, BL-Tanpa uji lapangan, dua jagung transgenik dari Monsanto mendapatkan sertifikat keamanan pangan. Termasuk dalam sembilan produk trasgenik yang lolos di Indonesia. Dinyatakan aman sebagai pakan dan pangan di 14 negara.
Kegagalan penanaman kapas transgenik di Sulawesi Selatan tahun 2003, tidak membuat perusahaan multi nasional seperti Monsanto, DuPont , dan Syngenta gentar untuk menebarkan kembali benih transgenik di Indonesia yang disebut-sebut akan mengatasi krisis pangan dan meningkatkan produksi pangan.
Produk hasil rekayasa genetika atau genetically modified organism(GMO), kembali disorot, saat diloloskannya jagung transgenik NK 603 dan MON 89304 milik Monsanto oleh Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan pada tahun 2011. “Untuk mempercepat proses komersialisasi produk transgenik ini, tim teknis hanya melakukan pengkajian dokumen bukan pengujian, ” ujar Koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS), Tejo Wahyu Jatmiko.
Ia menambahkan bahwa Tim Teknis mendasarkan kesimpulan pengujiannya pada apa yang telah dilakukan di Amerika Serikat, padahal lahan dan kondisi lainnya berbeda dengan Indonesia. Sedangkan hasil penelusuran SIEJ menemukan pengujian bahwa sekurangnya 14 negara telah menguji jagung NK 603 dan menetapkan aman untuk pakan dan pangan.
Menurut Tejo, dokumen yang dikaji pun berasal dari proponen atau pemilik benih dan merupakan dokumen lama, padahal dampak negatif dari produk hasil rekayasa genetika baru muncul dalam jangka panjang. “Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan perusahaan multinasional, sepertinya pemerintah memang ingin secepat mungkin membuka investor-investor asing ke Indonesia,” ujarnya.
Tanaman transgenik adalah tanaman yang dimasukan gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Digabungnya gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan. Di Indonesia sudah sembilan produk transgenik yang diloloskan yaitu empat jagung, dua kedelai dan tiga enzim.
Mengatasi penyebarluasan benih transgenik, prinsip kehati-hatian menjadi fokus ADS Prinsip ini merupakan prinsip dasar dalam menangani produk hasil rekayasa genetika, yang disepakati ditingkat internasional. Prinsip ini mengakui adanya potensi dampak lingkungan, sosial ekonomi, dan kesehatan dari produk hasil rekayasa genetika. Ada dua hal yang ditekankan di prinsip ini, yaitu pencegahan dan antisipasi. Pencegahan, artinya wajib diadakan pengujian pada produk GMO bukan saja sekedar pengkajian dokumen. Selain itu, antispasi melibatkan beberapa hal, “Ada dua hal yang pemerintah sangat keberatan, yaitu tanggung jawab mutlak yang harus diemban pengusul dan pembuktian terbalik,” ungkap Tejo.
Selain itu, partisipasi publik juga menjadi bagian dari bentuk antisipasi. Partisipasi publik, Tejo melanjutkan, adalah hal yang tidak dilakukan oleh pemerintah. “Edukasi publik seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah,” tambah Tejo.
Wewenang penuh lolosnya produk GMO dilakukan oleh Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan. “Lolosnya produk GMO atau non-GMO berdasarkan pada substansial ekuivalen artinya secara substansial dua produk itu sama, yang dilihat bukan pengujian di Indonesia tapi, pengujian di Amerika,” ungkap Pakar Bioteknologi IPB Dwi Andreas Santosa, menekankan bahwa harus diterapkan pendekatan kehati-hatian terhadap produk tanaman transgenik yang akan dikonsumsi manusia,” Negara wajib melakukan sendiri analisis keamanan pangan untuk berbagai bahan pangan transgenik yang masuk ke Indonesia, tidak sekedar menerima dan menilai dokumen yang disajikan pemohon,” tegasnya.
Menurut Andreas, tidak benar ada benih transgenik apapun di dunia yang diciptakan untuk meningkatkan produksi pangan. “Tanaman transgenik ini semata-mata untuk tahan terhadap herbisida, sehingga tidak usah repot semprot pestisida.” ucapnya. Itu artinya klaim yang menyebutkan benih transgenik dapat meningkatkan produksi pangan adalah omong kosong belaka.
Beberapa hari yang lalu, muncul sebuah rilis penelitian dari Inggris tanggal 17 September 2012 yang menunjukkan fakta yang sangat berseberangan dengan keputusan diloloskannya NK 603 dan MON 8934. “Jagung transgenik ini ketika dikonsumsi oleh tikus menyebabkan kematian prematur dan tumbuhnya tumor sebesar 200 hingga 300 persen, ” ucap Tejo. Menurutnya, ini yang disebutnya pemerintah sedang bermain-main dengan makhluk hidup.
Isu transgenik sudah lama muncul sejak tahun 2001, Isu tentang rekayasa genetika menjadi sangat krusial saat muncul ketentuan UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya terkait dengan ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan izin lingkungan. Gugatan-gugatan banyak terjadi diakibatkan pada prakteknya benih tersebut dilepas ke media lingkungan hidup tanpa Amdal. “Untuk produk transgenik wajib ada Amdal, kalau Amdal tidak ada maka bisa diberikan sanksi pidana pada pelaku usaha dan penjabat sebagai pemberi izin,” ujar Legal Policy ADS Rhino Subagiyo.
Produk rekayasa genetika di Indonesia, Subagiyo menambahkan, sudah mengantri mendapatkan izin.” Satu produk rekayasa genetika lolos, maka yang lain akan menyerbu,” ujarnya. Sementara itu, saat SIEJ mengkonfirmasi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian Haryono, ia menolak berkomentar. “Itu tanya ke BPOM (Badan Penelitian Obat dan Makanan-red) saja.” (Bellina Rosselini/IGG Maha Adi/SIEJ).