CIREBON, BERITALINGKUNGAN.COM –Perwakilan Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon Raya (Karbon) Dinda menjelaskan bahwa fly ash dan bottom ash (FABA) sangat berdampak buruk terhadap lingkungan dan manusia. FABA merupakan partikel halus sisa hasil pembakaran batu bara.
“Abu yang naik dan terbang disebut fly ash sedangkan yang tidak naik disebut bottom ash,” terangnya.
Selain berasal dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), FABA juga dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada boiler dan/atau tungku pada industri.
“Limbah FABA itu sangat dirasakan oleh teman-teman di tapak. Jadi FABA ini sangat panas dan bisa menyebabkan iritasi,” ujar Dinda.
Untuk mengadvokasi dampak buruk FABA, Dinda dan teman-temannya dari Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon (Karbon) telah berulang kali datang ke sejumlah pertemuan besar untuk menjelaskan dampak buruk dan persoalan yang dihadapi masyarakat akibat debu batu bara.
Selain itu, Karbon juga sempat mengadakan riset terkait isu PLTU. Hasilnya, mereka menemukan dampak destruktif yang sangat terasa di masyarakat, dimana lingkungan menjadi rusak dan air tercemar. Bahkan, intimidasi kerap dialami warga.
“Konflik-konflik yang ada, termasuk intimidasi bukan hanya omong kosong, tapi memang terjadi di lapangan,” katanya.
Untuk itu, anak muda Cirebon menyampaikan pesan khusus di momen C20 summit yang akan diteruskan pada KTT G20, yakni menuntut pemerintah untuk menerapkan prinsip keadilan antargenarasi atau intergenerational equity. Prinsip ini mengembangkan hadirnya kebijakan yang sesuai dengan azas-azas pengelolaan lingkungan hidup yang berkeadilan.
“Harapannya prinsip tersebut bisa dirasakan oleh masa depan generasi muda,” katanya.
Prinsip keadilan antargenerasi artinya setiap generasi umat manusia di dunia memiliki hak untuk menerima dan menempati Bumi bukan dalam kondisi yang buruk akibat perbuatan generasi sebelumnya.
Bahkan sejumlah literatur dan riset menyebutkan, generasi mendatang merupakan pihak yang paling dirugikan dan akan menanggung dampak buruk akibat perubahan iklim. Oleh sebab itu, melalui KTT G20, para anak muda, utamanya yang ada di Cerebon diharapkan mampu menjadi kontrol utama pemerintah di dalam setiap pengambilan kebijakan yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat.
“Ketika pemerintah menggandeng investor maka anak muda harus bisa menekan kebijakan ekonomi dan investasi yang bersifat destruktif. Kita harus mengawal, karena ini loh, ada anak muda yang terkena dampak,” ungkapnya.
“Jadi kita tidak bisa diam.”
Menurut Dinda, jika isu lingkungan tidak segera diselesaikan maka akan menjadi efek domino dan bertahan cukup lama. Tidak hanya itu, dampaknya akan terasa sekali di masa depan.
“Dengan adanya emisi, dengan adanya FABA yang yang mengancam kehidupan, maka kami harus menekan pemerintah agar lebih mengedepankan prinsip keadilan antargenerasi,” tegas Dinda.
Dia menambahkan, “Jangan cuma omong kosong karena kita udah capek dikasih lips service terus. Masak kita akan makan emisi. Kan, gak kan?” tutupnya. (Jekson Simanjuntak)