JAKARTA, BL- pertanyaan besar bergelayut di kepala para hadirin di acara penyerahan penghargaan Penilaian Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) Periode 2011-2012, ketika nama PT. Lapindo Brantas Inc disebutkan sebagai salah satu peraih peringkat hijau yang memiliki kriteria penilian aspek lebih dari yang dipersyaratkan atau beyond compliance.
“Sudah parah ya, Kementerian Lingkungan Hidup kita tidak peka lagi pada lingkungan hidup di Indonesia ini,” ujar Pengkampanye Tambang dan Energi dari Wahana LIngkungan Hidup Indonesia-Walhi, Pius Ginting, saat ditemui SIEJ, Rabu siang (05/12). Ia mengatakan, seakan-akan tidak ada yang mengurus lingkungan di Indonesia ini.
Menurut Pius, Lapindo Brantas jelas merusak 800 hektare lahan, mereka membuang limbahnya di Kali Porong dan merusak ekosistem di sepanjang kali , “Balthasar bisa dibilang sebagai Menteri Lingkungan Hidup terburuk karena sudah memberi penghargaan kepada Lapindo Brantas,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan PROPER Periode 2011-2012, Surna Tjahja Djadiningrat, saat dihubungi lewat telepon oleh SIEJ, Kamis Pagi (06/11) mengatakan, Lapindo Brantas punya empat lapangan dan yang dinilai PROPER hanya bagian Lapangan Wunut, “Yang namanya Perseroan Terbatas mereka punya banyak sekali lapangan, yang dinilai ya lapangannya bukan perusahaan secara keseluruhan,” ujar Surna.
Tentang kerusakan lingkungan di Lapindo Brantas, Surna mengatakan, tidak menjadi bahan pertimbangan saat menyeleksi Lapindo Brantas,”Yang bagian ada lumpurnya ya tidak termasuk yang kita nilai,” katanya.
“Saya yakin pasti ribut kalau Lapindo Brantas masuk dalam peringkat hijau di PROPER kali ini, tapi diskriminatif nmanya kalau Lapindo tidak bisa ikut serta karena masalah lumpur itu,” kata Surna, “Sekali lagi yang perlu dimengerti yang kita nilai adalah lapangannya, Lapindo juga punya lapangan yang taat aturan lingkungan hidup.”
Menurut Surna, Mekanisme selesksi PROPER seperti audit, disini perusahaan memilih sendiri lahan mana yang mau diperiksa tim seleksi PROPER. Teknisnya sendiri dipegang oleh KLH dan dibantu oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi, laporan yang didapat akan dibawa ke Tim Independen yang terdiri dari kalangan akademisi dari Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh November, dan Universitas Padjadjaran, wartawan, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta praktisi hukum, “Jumlah Tim Independen ini sendiri ada tujuh orang,” ujarnya. (BELLINA ROSELLINI)