Oleh: Ninik Puji Astuti*
Mewujudkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan adalah salah satu Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Di sisi lain, lingkungan hidup menjadi poin penting dalam TPB. Delapan TPB setidaknya mewakili hal ini, yakni TPB 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera, mendorong dan mewujudkan kehidupan sehat dan sejahtera untuk seluruh masyarakat di segala umur); TPB 6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak, menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua orang); TPB 7 (Energi Bersih dan Terjangkau, menjamin akses terhadap sumber energi yang terjangkau, terpercaya, berkelanjutan, dan modern untuk semua orang); TPB 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan, membangun kota-kota serta pemukiman yang berkualitas, aman, dan berkelanjutan); TPB 12 (Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab, menjamin keberlangsungan konsumsi dan pola produksi yang ramah lingkungan); TPB 13 (Penanganan Perubahan Iklim, bertindak cepat untuk menangani perubahan iklim dan dampaknya); TPB 14 (Ekosistem Laut, melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan sumber daya laut); TPB 15 (Ekosistem Daratan, melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan keberlangsungan pemakaian ekosistem darat, serta mengelolanya secara berkelanjutan).
Jika dihubungkan dengan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, lantas, di manakah benang merahnya? Di manakah perempuan Indonesia dapat berkiprah dalam pembangunan lingkungan hidup? Dan, 7 (tujuh) tahun menjelang berakhirnya SDGs, sudah sejauh mana peran ini diambil?
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dr. Siti Nurbaya, M.Sc. telah memberikan contoh yang apik bagaimana seorang perempuan mampu memberikan kontribusi besar untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan kehutanan. Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Joko Widodo 10 November 2020 menjadi bukti atas kontribusi beliau selama lebih dari lima tahun membangun sektor lingkungan hidup dan kehutanan. Darma bakti ini telah diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.
Neneng Kurniasih, seorang PPNS KLHK menjadi teladan luar biasa atas kiprahnya dalam penyidikan kejahatan lintas batas terkait limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3). Tidak mengherankan jika PBB menganugerahkan Asia Environmental Enforcement Awards kategori Gender Leadership and Womens Empowerment kepada beliau. Penghargaan diberikan 30 November 2022 oleh Dechen Tsering, Direktur Asia Pasifik the United Nations Environment Programme (UNEP), di Hotel Pullman Bangkok King Power.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menjadi satu-satunya gubernur perempuan yang meraih penghargaan Nirwasita Tantra 2021, bersama dengan Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat) dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah). Penghargaan dari Menteri LHK ini merupakan wujud apresiasi pemerintah kepada para pemimpin daerah yang menjadi garda terdepan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.
Keteladanan seorang ibu
Memaknai Hari Ibu 22 Desember 2022 dengan tema “Perempuan Berdaya Indonesia Maju”, bagaimana para ibu dapat memberdayakan diri dalam mendukung TPB, khususnya pembangunan lingkungan hidup? Sesungguhnya ini bukanlah hal yang sulit karena dari hal-hal kecil akan mampu berperan dan berpengaruh secara global dengan menjalankan peran sebagaimana fitrah seorang ibu. Ibu merupakan sekolah pertama bagi anaknya. Syair Arab menyebutkan “al-ummu madrasah al-ula, idza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyiban al-a’raq; ibu adalah sekolah pertama, bila engkau mempersiapkannya maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik”. Lantas bagaimana hal ini bisa diskenariokan untuk mendorong pencapaian PTB, khususnya terkait lingkungan hidup?
Di rumah, seorang ibu bisa menjadi pendidik sekaligus teladan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tidak hanya bagi anak-anaknya, tentu juga bagi seluruh anggota keluarga.
Salah satu hal sepele tapi akan sangat berpengaruh adalah penerapan kebiasaan mengambil makan secukupnya dan menghabiskannya. Prof. Emil Salim sangat mewanti-wanti hal ini “pikir – makan – hemat” menjadi pola pikir yang harus diimplementasikan dalam keseharian. Pikirkan apa yang akan terjadi pada makanan yang tidak habis dimakan? Lebih lanjut, berapa banyak makanan yang sebenarnya bisa dihemat dan berapa banyak orang miskin atau orang kelaparan yang semestinya dapat mengambil manfaat dari pola makan tersebut?
Jika setiap ibu di Indonesia mampu memberikan keteladanan dalam konsumsi makanan dan setiap keluarga bisa menerapkan kebiasaan tersebut maka hal ini akan menjadi solusi besar bagi permasalahan sampah sisa makanan di Indonesia. Sebagai informasi, tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat sampah sisa makanan mencapai 30,70 juta ton. Jumlah ini menduduki komposisi terbesar dari total sampah, yakni 39,9%, bahkan melebihi jumlah sampah plastik sebesar 17,87%. Keteladanan dan pembiasaan perilaku yang baik dalam konsumsi makanan ini dapat mendukung upaya pencapaian TPB 3, 11, 12, dan 13.
Keteladanan seorang ibu dalam upaya pengurangan dan pengelolaan sampah rumah tangga juga akan berpengaruh besar terhadap upaya pencapaian TPB, khususnya TPB 3, 11, 12, 13, 14, dan 15. Pembiasaan menggunakan tas belanja, botol minum, dan tempat makan guna ulang akan dapat mengurangi timbulan sampah, khususnya sampah plastik. Data SIPSN 2021 menunjukkan bahwa sampah rumah tangga menduduki peringkat pertama sumber sampah nasional, yakni 40,89%.
Pemilahan sampah sejak dari sumbernya, khususnya rumah tangga tentu akan dapat berperan penting dalam mengurangi timbulan sampah yang sebesar 40,89% tersebut. Di sinilah seorang ibu dapat berperan, menjadi teladan dan leader dalam memilah sampah di rumah. Pemilahan jenis sampah tentu akan mengurangi masuknya sampah di TPA yang semakin hari semakin banyak yang (mendekati) overload.
Demikianlah, setiap perempuan, khususnya ibu dapat berperan penting dalam pengelolaan lingkungan. Peran ibu dalam skala yang sangat kecil, lingkup rumah tangga, jika dilakukan secara masif oleh seluruh ibu di Indonesia, akan dapat berdampak nasional bahkan global dalam pencapaian TPB.
*Penulis adalah fungsional Penyuluh Lingkungan Hidup pada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Jawa.