Ilustrasi Jokowi dan SBY. Foto : Greenpeace. |
JAKARTA, BL- Kabut asap tebal dari ribuan titik api yang menyelimuti Sumatra dan Kalimantan menurut pihak Greenpeace adalah isyarat atas kegagalan pemerintah Jokowi mengatasi pembukaan hutan dan kehancuran gambut.
Analisis Greenpeace menunjukkan 3,464 titik api tahun ini berada di gambut yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia – di mana 75 % titik api di Sumatera , ditemukan di kawasan gambut.
November tahun lalu Presiden Joko Widodo mengunjungi Sungai Tohor di Riau, satu dari provinsi yang paling terdampak dari kebakaran hutan dan lahan, dan secara langsung dirinya menyekat satu kanal yang digali di atas gambut untuk perkebunan.
Sebagai rimbawan, Jokowi sudah mengetahui bahwa penyebab utama kabut asap tahunan adalah alih fungsi lahan dan gambut. Ia berjanji akan menyekat seribu kanal di Riau dengan bantuan pemerintah. Tahun ini, di kawasan hulu di mana sekat kanal Presiden di Sungai Tohor sampai dengan saat ini terbebas dari api, tetapi gambut lainnya di provinsi tersebut tidak beruntung kecuali apabila seribu sekat kanal tersebut direalisasikan.
Teguh Surya, Jurukampanye hutan Greenpeace Indonesia melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com mengatakan, lokasi titik api menunjukkan adanya hubungan kuat antara pembukaan hutan dan pengeringan gambut. Greenpeace mendesak pemerintah untuk melakukan intervensi cepat untuk melindungi gambut dan hutan tersisa termasuk pemetaan hamparan gambut dan cara-cara terbaik untuk merestorasinya.
Minggu lalu Indonesia telah menyampaikan draf Intended Nationally-Determined Contribution (INDC) yang akan diajukan pada konferensi iklim global – COP21 di Paris akhir tahun ini. Dokumen tersebut seharusnya memuat solusi atas krisis deforestasi dan kebakaran lahan yang kini berlangsung, yang membuat Indonesia masuk pada urutan atas negara-negara penyumbang emisi gas rumah kaca global.
Sayangnya, meski komitmen Indonesia dalam deklarasi New York atas hutan dan target pembangunan berkelanjutan yang segera akan diratifikasi, draf INDC telah gagal dalam mendukung komitmen untuk nol deforestasi, termasuk perlindungan gambut dan restorasinya.
“Presiden Joko Widodo akan segera memimpin delegasi besar ke pertemuan iklim di Paris. Itu hanya akan memalukan Indonesia di panggung dunia, jika komitmen tersebut tidak mengatasi masalalah deforestasi dan kehancuran gambut yang bertanggung jawab atas sedikitnya 2/3 emisi gas rumah kaca Indonesia,” lanjut Teguh.
Draf INDC saat ini disusun dengan konsultasi publik yang minim, dan sumber data yang tidak transparan. Tidak ada analisis tentang emisi Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir, tidak ada prediksi baseline dan penilaian pengurangan emisi karbon seperti apa yang dibutuhkan berbagai sektor untuk memenuhi target baru yang ditetapkan.
Buruknya lagi, ketika target pemotongan emisi sebelumnya 26% dibandingkan business as usual di tahun 2020, target baru INDC hanya menambah 3 persen pemotongan emisi di tahun 2030, di mana seterusnya justru potensinya akan meningkatkan kembali emisi secara cepat.
Keengganan pemerintah untuk terbuka atas data-data dalam INDC, memperjelas penolakan untuk membuka informasi pengelolaan sumber daya alam, termasuk hutan dan lahan gambut, yang memuat data detail peta yang menunjukkan siapa yang bertanggungjawab dalam pengawasan dan perlindungan hutan dan gambut.
Tanpa peta tata ruang di ranah publik sangatlah sulit untuk mengidentifikasi siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan hutan dan pembukaan gambut, dan siapa yang sebenarnya menyulut masalah asap saat ini. Hal tersebut merongrong komitmen nol deforestasi para perusahaan penjual dan pembeli untuk memutus rantai keterhubungan produk-produk mereka dengan deforestasi.
“Masyarakat Indonesia berhak tahu siapa yang berada di balik penghancuran hutan dan gambut, dan berhak untuk memberi masukan dalam INDC dengan proses yang transparan untuk memastikan pemerintah melakukan sesuatu yang nyata untuk menghentikannya. Kami tidak ingin membiarkan pemerintah bersembunyi di balik layar yang dibuatnya,” kata Teguh.(Marwan Azis)