JAKARTA, BL- Greenpeace hari ini menyampaikan dukungan kepada delegasi tingkat tinggi dari Norwegia untuk melanjutkan dan meningkatkan bantuan penting mereka dalam melindungi hutan Indonesia.
Delegasi yang dipimpin oleh Putra Mahkota Kerajaan Norwegia Pangeran Haakon Magnus dan Putri Mahkota Mette-Marit, juga terdiri dari Menteri Lingkungan Hidup Bård Vegar Solhjell berserta beberapa menteri lain dan pelaku usaha.
Aktivis Greenpeace, di antaranya berkostum harimau dan orang utan, menyambut delegasi dari Norwegia ini di Hotel Shangri-L Jakarta dengan spanduk bertuliskan “Terima kasih untuk membantu menyelamatkan hutan rumah kam.” Para aktivis ini juga memberikan kenang-kenang-kenangan berbentuk harimau kepada Menteri Lingkungan Norwegia Solhjell, guna mengingatkan jika dukungan Norwegia tidak memberikan hasil yang dibutuhkan, kita bisa kehilangan harimau Sumatera selamanya.
Indonesia dan Norwegia menandatangani kerja sama atau Letter of Intent (LoI) “Pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan” (REDD +) bulan Mei 2010. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Norwegia menjanjikan dana 1 miliar dolar AS untuk mendukung upaya Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi.
“Kami sangat berterima kasih kepada Norwegia dalam membantu melindungi hutan Indonesia. Kami juga sangat menghargai komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tegas untuk mengurangi emisi sebesar 26%, atau 41% dengan dukungan internasional, pada tahun 2020, yang menyebabkan dikeluarkannya moratorium izin konsesi baru,”kata Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara- Indonesia melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Yuyun juga berharap agar Presiden SBY memastikan bahwa pemerintahnya berupaya memaksimalkan dukungan Norwegia dengan memperkuat dan mengimplementasikan moratorium tersebut.
Pekan lalu, Menteri Kehutanan Indonesia, Zulkifli Hasan, menyatakan komitmennya untuk memperpanjang moratorium setelah selesai dua tahun masa berlakunya.
Hal senada juga disampaikan, Dr Erika Bjureby, penasehat politik, Greenpeace Kawasan Nordik, Norwegia harus segera memanfaatkan momentum ini dengan menggunakan pengaruhnya untuk mendorong Pemerintah Indonesia untuk memulai moratorium yang ada hasilnya, meninjau konsesi yang ada, dan menangani reformasi tata kelola.
Rekomendasi Greenpeace untuk memperkuat moratorium adalah: meninjau semua izin penebangan hutan yang ada, serta memperluas moratorium untuk melindungi semua lahan gambut dan hutan sekunder. Dibutuhkan pula moratorium juga yang lebih berorientasi kepada hasil, bukan waktu.
Greenpeace juga menyerahkan rapor tentang kemajuan perjanjian Indonesia-Norwegia dalam perlindungan hutan kepada Menteri Solhjell. Kemajuan dinilai lambat, dan masih ada pertanyaan apakah perjanjian dapat dicapai sesuai jadwal sebelum pencairan dana untuk pengurangan emisi pada tahun 2014.
Memang sudah ada beberapa kemajuan dalam hal menyokong gerakan anti-korupsi, meningkatkan kesadaran, pembuatan satu peta sebagai rujukan, prinsip-prinsip kepemilikan nasional, rancangan dan rencana kelembagaan, ada hal terpenting yang belum terpenuhi, yakni pelaksanaan penghentian sementara selama dua tahun atas semua konsesi baru untuk konversi gambut dan hutan alam, dan data yang dapat dipercaya mengenai lahan rusak.
Yuyun juga mengapresiasi langkah-langkah persiapan yang sedang dilakukan Pemerintah Indonesia seperti pembentukan lembaga untuk REDD, dan untuk pemantauan, pelaporan dan verifikasi emisi, menciptakan instrumen pendanaan, serta memperbaiki tata kelola hutan dan perijinan. “Ini harus dirampungkan secepat mungkin. Proses ini juga harus lebih transparan dan menyeluruh,”tandasnya. (Marwan Azis).