JAKARTA, BL – Anggota DPR RI Sutan Adil Hendra (SAH) meminta semua pihak tak lagi memperdebatkan pembentukan Pansus Asap. Pembentukan Pansus asap merupakan solusi untuk mengawal proses pemadaman api dan penanganan korban secara lebih baik.
Urgensi pembentukan pansus ini justru sebenarnya untuk membantu pemerintah melakukan upaya – upaya pemadaman titik api dan menghukum perusahaan yang melakukan pembakaran lahan, termasuk meminta pertanggungjawaban mafia pembakar hutan dan lahan yang membuat sengsara jutaan rakyat.
Demikian dikemukakan Sutan dalam dialog kenegaraan bertajuk “Menanti Akhir Drama Kabut Asap” di gedung DPR Jakarta, Rabu (28/10/2015).
“Mari kita sudahi perdebatan. Kita upayakan Pansus ini segera terbentuk. Karena Pansus bisa membuat DPR memanggil perusahaan untuk meminta penjelasan dan merekomendasikan ke pemerintah langkah apa yang harus diambil atas tindakan perusahaan yang membuat jutaan rakyat sengsara selama lima bulan ini, “ ujar Sutan seperti dilansir Kabarparlemen.com (Situs Sindikasi Beritalingkungan.com).
Sutan berpendapat penolakan pemberintah dalam upaya pembentukan Pansus asap oleh DPR disebabkan pemerintah memandangnya secara politis, berbulan-bulan kabut melanda dan membuat sengsara 50 juta lebih rakyat Indonesia. Bahkan pemerintah malah menuding Pansus hanya membuang-buang waktu, padahal pemerintahlah yang melalaikan waktu dalam penanganan kabut asap ini.
“Lucu kalau pemerintah menolak Pansus. Padahal justru pemerintah yang telah membuang waktu dalam penanganan kabut asap yang telah berjalan lima bulan lebih ini, “ ujar politisi Fraksi Partai Gerindra.
Legislator dari daerah pemilihan Jambi itu menambahkan dengan adanya pansus ini, DPR ingin mendorong pemerintah melakukan koordinasi yangg menyeluruh, lintas departemen secara vertikal sesama kementerian dan horizontal dengan pemerintah di daerah.
Menurut Sutan, mendesaknya pembentukan Pansus penanganan kabut karena kabut asap yang telah terjadi lima bulan ini semakin meluas. “Dulu hanya wilayah Sumatera, seperti Jambi, Riau dan Sumsel kini sudah menjalar ke Kalimantan, Sulawesi, Papua, bahkan sudah mulai menyelimuti ibukota Jakarta, “ kata anggota komisi X DPR itu.
Lebih jauh kata Sutan, keinginan DPR untuk membentuk Pansus Asap ini dikarenakan pemerintah lamban dalam melakukan koordinasi pemadaman api dan mengantisipasi dampaknya di berbagai bidang. Contohnya Departemen Lingkungan Hidup dan Kehutan sampai saat ini tidak melakukan upaya yang sistematis menangani pemadaman api. Sebab aparatur Kemenhut tidak punya sumber daya yang cukup, personil Manggala Agni terbatas, peralatan terbatas, anggaran terbatas, sehingga harus ada koordinasi dari semua kekuatan.
“Itu baru sabatas upaya pemadaman api, belum lagi langkah-langkah yang harus diambil untuk mengurangi dampak asap, bagaimana pendidikan kita terganggu, penerbangan berhenti, kesehatan masyarakat juga makin memburuk, ini harus segera kita lakukan, “ katanya.
Sedangkan senator dari Provinsi Kepri Djasarmen Purba melihat musibah yang terjadi selama lima bulan ini karena Pemda kurang maksimal terlibat dalam penanganan kabut asap. Sesuai Permendagri No.21/Tahun 2011, Pemda hanya bisa mengeluarkan anggaran kebakaran lahan dan hutan saat status tanggap darurat.
“Sudah saatnya Permendagri itu dicabut, saat ini posisi bukan lagi tanggap darurat tetapi sudah transisi pemulihan, “ katanya.
Djasarmen meminta Presiden Joko Widodo membuat Inpres ke menteri terkait dan membuat kesepakatan agar Permendagri itu dicabut. Pencabutan Permendagri agar memudahkan Pemda mengambil anggaran dengan segera. “Kalau mengambil sekarang bahaya, harus ada Inpres. Tetapi kepala daerah juga harus tetap bertanggungjawab, tidak begitu saja melaporkan kesulitan ke pemerintah, “ katanya.
Dalam kesempatan sama Ketua Departeman Advokasi WALHI Nur Hidayati menilai pemerintah sudah sangat terlambat dalam penanganan kabut asap. Sejak terjadinya musibah kebakaran hutan dan lahan 18 tahun lalu, masyarakat telah dibiarkan menderita. Padahal setiap tahun masyarakat di daerah provinsi yang terkena asap, telah menjerit karena menderita ISPA dan sebagainya. “Tapi kalau negara lain teriak, baru negara bertindak. DPR pun memaksa pemerintah untuk bertindak, “ujarnya.
Ditambahkan Nur Hidayat, tak ada upaya mengakar untuk membenahi masalah asap. Sebab masyarakat dibiarkan begitu saja menderita dan ratusan ribu masyarakat menderita ISPA. “Semua pelaku kejahatan berpikir, masalah asap akan diselesaikan dengan hujan, “ katanya. (Yayat Cipasang).
–>