
Potret banjir yang merendam Kota Pasuruan, pada Senin (17/2). Foto : BPBD Kota Pasuruan
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Cuaca ekstrem yang melanda berbagai wilayah di Indonesia sejak awal Februari terus menyebabkan dampak signifikan. Dari tanah longsor di Pacitan hingga banjir di Pasuruan dan Demak, berbagai peristiwa bencana ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan serta mitigasi bencana yang lebih baik.
Dampak Bencana di Jawa Timur
Menurut laporan Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB, cuaca ekstrem yang ditandai dengan hujan deras, petir, dan angin kencang mendominasi wilayah Jawa Timur. Salah satu peristiwa bencana yang terjadi adalah tanah longsor di Kabupaten Pacitan.
Seorang warga Desa Tamansari, Kecamatan Pringkuku, ditemukan meninggal dunia akibat tertimbun longsor, sementara satu orang lainnya mengalami luka-luka dan harus dirawat di Rumah Sakit Astrini, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Di Kabupaten Pasuruan, hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan Sungai Welang meluap dan merendam permukiman warga di Desa Karangketug, Kecamatan Gadingrejo. Banjir yang terjadi pada Senin (17/2) ini berdampak pada 2.392 jiwa dari 867 kepala keluarga. Meski tidak ada korban jiwa, banjir ini menyebabkan banyak rumah tertutup lumpur dan sampah yang terbawa arus.
Sementara itu, di Kabupaten Pamekasan, Madura, fenomena angin kencang merusak 29 unit rumah, satu tempat usaha, serta menumbangkan sedikitnya 25 pohon. Kejadian ini terjadi di Desa Bulay, Kecamatan Galis, dan Desa Montok, Kecamatan Larangan, mengakibatkan 30 kepala keluarga terdampak. Beruntung, tidak ada laporan korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Banjir di Demak dan Kalimantan Selatan
Di Demak, Jawa Tengah, banjir yang terjadi sejak Januari masih menyisakan dampak signifikan. BNPB mencatat sebanyak 58.882 jiwa terdampak, dengan 4.432 unit rumah terendam air. Meski banjir telah surut, pembersihan lumpur dan material lain masih berlangsung.
Adapun di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, banjir yang sempat menggenangi wilayah tersebut kini telah berangsur surut, memungkinkan aktivitas masyarakat kembali normal. Sebelumnya, sebanyak 24.938 jiwa terdampak akibat faktor cuaca ekstrem dan kiriman air dari hulu.
Peningkatan Aktivitas Gunungapi Lewotobi Laki-Laki
Erupsi Gunungapi Lewotobi laki-laki, Senin, (17/2) tepatnya pukul 05:58:57 WIT.
Selain bencana hidrometeorologi, peningkatan aktivitas vulkanik juga menjadi perhatian utama. Gunungapi Lewotobi Laki-Laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali dinaikkan statusnya ke level IV atau ‘Awas’ sejak Kamis (13/1). Aktivitas vulkanik yang meningkat ini menandakan adanya potensi erupsi besar, meskipun hingga saat ini masih terbatas pada keluarnya lava pijar dari kawah puncak.
Sebagai langkah mitigasi, masyarakat dilarang memasuki radius enam hingga tujuh kilometer dari kawah. Pemerintah setempat bergerak cepat dengan melakukan evakuasi warga yang tinggal di sekitar gunung serta memberikan bantuan darurat.
Ancaman Karhutla di Riau
Di saat sebagian besar wilayah Indonesia masih menghadapi bencana hidrometeorologi basah, Provinsi Riau justru menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hingga saat ini, lebih dari 65 hektare lahan telah terbakar dan cakupan api dilaporkan semakin meluas. Tim gabungan dari BPBD, Manggala Agni, Tagana, serta unsur TNI dan Polri terus berupaya melakukan pemadaman untuk mencegah kebakaran semakin meluas.
BNPB: Pentingnya Mitigasi dan Kesiapsiagaan
Menanggapi berbagai kejadian bencana ini, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Ph.D., mengingatkan pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan bencana.
“Anomali cuaca dan pergantian musim di sejumlah wilayah Indonesia perlu menjadi atensi bersama. Meskipun cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi, ancaman kebakaran hutan dan lahan juga mulai muncul. Oleh karena itu, kesiapsiagaan dan peringatan dini harus ditingkatkan,” ujar Muhari (19/02/2025).
Ia mengimbau masyarakat untuk terus waspada terhadap potensi bencana dan segera melapor jika terjadi keadaan darurat. Sinergi antara pemerintah, lembaga terkait, dunia usaha, media massa, serta masyarakat menjadi kunci dalam meningkatkan ketangguhan menghadapi risiko bencana yang semakin kompleks (Marwan Aziz).