Menatap Kampung yang hilang di Nagari Padang Alai Kabupaten Padang Pariaman, foto : Beritalingkungan/Marwan Azis. |
Suatu siang terik di Padang Alai, sejumlah warga terlihat lalulalang meskipun harus bermandikan debu jalanan, sebagian lagi memilih duduk di depan rumah yang tinggal puing-puing akibat gempa yang melululantakan Sumatera Barat, sementara sebagian lagi berteduh dibawa tenda berwarna biru yang kini menjadi rumah darurat bagi korban gempa.
Sesekali mereka mengarut kepala sambil memandangi rumahnya yang telah ambruk akibat gempa berkekuatan 7,9 skala ricther (SR). Tak terbayangkan bagi Safrisal dan ratusan warga padang Alai lainnya yang saat itu tengah menikmati istrihat sore hari, tiba-tiba Ranah Minang berguncang dengan kekuatan yang sangat dahsyat, dan ratusan bangunan rumah ambruk seketika.
Saking keras goncangan itu, hingga membuat satu areal pemukiman Kenagarian Padang Alai Kabupaten Padang Pariaman tertimbun oleh tanah longsor yang cukup dalam. Goncangan gempa melululantakan bumi Andalas, getaran tak hanya terasa di hampir seluruh Sumatera tapi warga Malaysia dan Singapura juga ikut merasakan. Hal ini memperlihat bahwa gempa Sumbar merupakan gempa yang sangat dahsyat tak heran kalau menimbulkan kerusakan yang luar biasa dan traumatik bagi para korban gempa.
Saat saya melakukan perjalanan liputan di Nagarian Padang Alain, sepanjang jalan terlihat hampir semua bangunan rumah, sekolah, mesjid kanan kini kanan jalan terlihat rusak dan sebagian ambruk rata dengan tanah. Warga terpaksa berteduh dan ditidur di tenda-tenda berwarna biru yang dibangun oleh warga maupun relawan. Sebagian yang lainnya sudah mulai membersihkan puing-puing rumah dan membangun rumah pondok seadaanya.
Saat mengunjungi areal perbukitan di Padang Alai yang mengalami longsor yang cukup dalam. Saya berhasil menemui seorang saksi mata yang juga korban tanah longsor bernama Safrisal (35) yang kini masih tetap bertahan di Gorong Patamuan, meskipun sebagian warga lainnya sudah memilih mengungsi ke kampung tetangga.
Saat itu ia terlihat duduk seorang diri di dalam rumah yang sebagian dindingnya telah hancur sehingga sejumlah kasur yang ada didalamnya tampak terlihat jelas dari luar. Pria paruh baya itu itu hanya bisa memandangi rumahnya yang hampir seluruh dindingnya sudah hancur akibat gempa. Bila ada gempa susulan dengan kekuatan yang sama tak tertutup kemungkinan bangunan tersebut rata dengan tanah.
Dibahu dan pipih serta lengannya terlihat luka sudah mulai mengering, supaya lukanya tidak diganggu lalat ia menutupinya dengan sarung yang membukus tubuhnya.“Saat kejadian, saya duduk seorang diri di depan rumah. Tiba-tiba tanah bergoyang, tak lama kemudian terjadi longsor besar yang menimbun puluhan rumah. Saya sempat terseret oleh tanah longsor sekitar 10 meter sehingga pipih, bahu dan lengan saya terluka. Sementara anak dan istri saya saat itu tengah berada di dalam rumah, tapi alhamdulillah semua bisa menyelamatkan diri,”ungkap bapak dari 3 orang anak ini mengenang musibah yang terjadi didesanya pada tanggal 30 September 2009 lalu.
Rumahnya hanya berjarak 5 meter dari longsoran bukit yang kini tampak mengangga, tapi hanya beberapa puing rumah yang terlihat berserakan, sementara yang lainnya sudah tertimbun rapat dalam tanah bersama pemiliknya yang juga terkubur hidup-hidup dan hanya 2 korban meninggal yang bisa dievakuasi tim relawan bersama warga setempat.
Sementara Husain (38) warga Gorong Patamua V Koto Timur Kabupaten Padang Pariaman kini terpaksa harus mengungsi ke bertedu dan tidur ditenda bersama istri dan tiga anaknya, karena rumahnya telah ambruk diguncang gempa.”Hari kedua pasca gempa saya bersama keluarga terpaksa mengungsi kesini, karena rumah sudah tidak layak dipakai akibat gempa,”ungkap Husain.
Dua rumah mertuanya juga tertimbun longsor dan tanahnya sudah tidak bisa ditempati.” Saat kejadian awak lagi di depan rumah sedang istirahat. Sedangkan Yus (Istrinya) sedang duduk menyusui anaknya (Salsa) yang baru berumur 40 hari, sedangkan 2 anak lainnya ( Irfan dan Sahrul) yang juga berada didalam rumah langsung menghampiri saya begitu ada guncangan gempa. Alhamdulillah semuanya selamat. Tapi adik saya yang tinggal di Bukit Gorong Tigo, daerah yang terkena longsor mengalami patah pinggang, saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Padang,”ujarnya.
Saat musibah melanda, semua orang berhamburan keluar rumah, jerit tangis pecah dimana-mana. Jerit tangis warga yang rumah dan anggota keluarganya yang ikut tertimbun digantikan oleh kesunyian yang mencekam. Sesaat setelah gempa berhenti, tangisan wargapun pecah saat menatap rumahnya telah hancur yang tertinggal hanya puing-puing. Tangisan itu berlanjut saat satu persatu anggota korban yang telah menjadi mayat berhasil dievakuasi baik dari rerentuhan bangunan maupun yang tertimbun longsoran tanah.
Menurut Husain yang juga dipercaya Ketua Karang Taruna Kanagarian Padang Alai, hampir semua rumah dan fasilitas ibadah di Padang Alai rusak berat. Enam rumah diantaranya yang tertimbun longsor dan 21 orang meninggal terkubur longsor. Hanya 2 orang yang berhasil dievakuasi, tapi pencarian sudah dihentikan dari Senin lalu,.
Warga hanya bisa pasrah dan berdoa semoga musibah ini cepat berakhir. Rumah yang selama ini menjadi tempat berteduh telah hancur. Lebih menyedihkan lagi sejumlah sanak saudara dan kerabat ikut tertimbun longsor hanya 2 orang bisa dievakuasi.
Hingga dua pekan pasca gempa, warga mengaku baru mendapatkan bantuan makanan berupa indomie dan tenda.”Yang kurang adalah beras, kami sudah beberapa hari ini terpaksa bertahan hidup dengan makan indomie,”kata Husain. Karenanya baik Husain bersama warga lainnya berharap agar pemerintah dan pihak lainnya yang ingin membantu secepatnya mengirimkan bantuan, supaya warga tidak kelaparan dan kedinginan.
Kondisi itu diperparah dengan susahnya mendapatkan air bersih untuk diminum, bahkan sejumlah warga mengaku sudah belasan hari tidak mandi. “Air sangat susah, biasanya warga menampung air hujan di bak, tapi saat ini bak sudah kering dan retak-retak bahkan ada hancur akibat gempa,”kata Zamil, warga Padang Alai (14/10) lalu.
Warga juga belum bisa menikmati layanan listrik karena banyak tiang listrik yang jatuh saat terjadi gempa.” Pemerintah harus segera memperbaiki fasilitas listrik dan membantu kami bagaimana cara dapat mengakses air bersih,”harapnya. (Marwan Azis)