Oleh: Jekson Simanjuntak
Amet Girindra, instruktur selam dari Rockstar Dive masih ingat betul, bagaimana ia harus mematuhi protokol kesehatan saat menggelar trip menyelam di masa pandemi Covid-19. Dengan sedikit was-was, ia berharap para tamu tidak tertular Covid-19.
Sebagai langkah awal, Amet rajin melakukan pemeriksaan suhu tubuh. Namun, sejak pemeriksaan suhu dilakukan di pintu gerbang Ancol, tugas Amet sedikit berkurang. “Satu per-satu orang yang masuk Ancol diperiksa, diawal-awal. Lalu pemeriksaan juga berlanjut di dermaga sebelum naik ke kapal,” ungkap Amet.
Saat itu, Amet sempat ikut-ikutan membawa thermo gun, alat pengukur suhu. Belakangan alat itu tidak digunakan, karena pemeriksaan suhu semakin marak dilakukan, khususnya sebelum naik kapal, tiba di pelabuhan, hingga sebelum masuk homestay. “Alat itu tidak dibawa, karena saya pikir sudah tidak diperlukan lagi,”terang Amet.
Patuhi 3M
Saat menawarkan jasa open trip, Amet sangat patuh dengan protokol kesehatan. Baginya prinsip 3M merupakan jurus ampuh jika ingin terhindar dari virus SarsCov-2.
“Mulai keberangkatan dari Marina, protokol kesehatan sudah saya jalankan, yaitu 3M; mencuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak. Juga melakukan desinfektan peralatan,” ungkap Amet.
Sebelum naik ke speedboat, setiap peserta juga diwajibakan menggunakan handsanitizeryang Amet dibagikan. Hal itu dilakukan, karena saat itu, keran untuk mencuci tangan belum tersedia.
Di dalam kapal, Amet menerapkan prinsip jaga jarak. Caranya dengan membagi jumlah orang sebanyak 6 di depan dan 6 di belakang.
“Tetapi, karena mereka memang suka membaur, agak susah mengaturnya. Yang pasti, dari awal saya sudah ingatkan agar tetap jaga jarak,” kata Amet.
Seandainya diantara rombongan ada yang bergejala Covid-19, seperti batuk terus menerus, Amet mengaku tidak segan-segan mengingatkan tentang protokol kesehatan.
“Biar aman, selalu ingat etika batuk, yaitu pake masker dan gunakan bahu tangan,” terang Amet.
Jika diantara tamu ternyata ada yang sempat bersinggungan dengan penderita Covid-19, maka Amet akan memisahkannya dari rombongan.
“Ntar pas nyelam, dia buddynya dengan saya. Trus, saya kasih tahu, pas batuk tetap gunakan masker, biar yang lain tidak tertular,” papar Amet.
Namun karena belum menemukan kasus seperti itu, Amet meyakini, semua tamunya dalam kondisi sehat. “Karena biasanya kalo badan meriang, dipastikan mereka tidak akan ikut trip,” tegas Amet.
Guru besar FKUI di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (DPKR) Prof. dr. Faisal Yunus, Ph.D., Sp.P(K) memastikan kegiatan menyelam di masa pandemi aman dilakukan. Syaratnya; protokol kesehatan wajib dipatuhi.
“Yang penting ada 3, yaitu; pakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Mencuci tangan, karena virus bisa masuk lewat 3 tempat yaitu; mata, mulut dan hidung,” papar Prof. dr. Faisal Yunus.
Menurut Prof Faisal Yunus, karena terkadang seseorang suka menggosok-gosok mata, hidung dan mulut tanpa disadari, maka harus rajin cuci tangan.
Lalu, mengapa harus pakai masker? Prof Faisal Yunus menjelaskan, masuknya virus bisa lewat hidung atau mulut. Karena itu kedua organ tersebut harus ditutup.
“Jika virusnya beterbangan, dengan pakai masker bisa dicegah. Jika pun ada virus yang menempel, dengan daya tahan tubuh yang baik, virus itu tidak akan bertahan lama,” papar Prof Faisal Yunus.
Khusus jaga jarak, menurut Prof Faisal Yunus demi meminimalisir bersinggungan dengan orang lain, yang mungkin saja terkena virus, lalu batuk saat berbicara.
“Jika seseorang batuk, droplet bisa mencapai 5 meter, sehingga dengan menjaga jarak, jika pun terkena, jumlahnya tidak banyak. Sementara jika jaraknya dekat, kemungkinan droplet yang disemburkan cukup banyak,” terang Prof Faisal Yunus.
Wajib Desinfektan
Khusus desinfektan peralatan selam, Amet Girindra melakukannya tidak hanya saat di kolam. Ia rajin membersihkan peralatan seperti: tabung, pemberat, masker, snorkel, regulator, BCD dan boat diving dengan desinfektan sebelum menyelam di laut. Ia bahkan meminta pihak kapal dan penyedia jasa sewa melakukan itu.
“Trus saya minta videonya, untuk membuktikan bahwa peralatan seperti tabung dan kapal telah didesinfektan,” ujar Amet.
Untuk keperluan trip, Amet mengirimkan sedikitnya 5-10 liter desinfektan ke Pulau Pramuka. Adapun bahan-bahan desinfektan yang digunakan, terdiri dari; hidrogen peroxida, Natrium Bicarbonat, Aquadest, Etahanol, dan parfum.
“Ini saya kirim pake kapal logistik dari Angke, karena saat itu, mereka tidak boleh membawa penumpang. Jadi saya titipin ke kapal,” kata Amet.
Desinfektan kemudian dicampur air untuk mengencerkan, sebelum disemprot ke peralatan. Untuk memudahkan, alat semprot milik PMI Kepulauan Seribu ia pinjam.
Sementara itu, Prof. dr. Faisal Yunus mengingatkan agar peralatan diving sebaiknya desinfektan sebelum dan sesudah menyelam.
“Ini diperlukan untuk mencegah virus Corona. Selain itu, kita tidak tahu siapa yang menggunakan sebelumnya,” kata Prof. dr. Faisal Yunus.
Untuk desinfektan, menurut Prof. Faisal, bisa bermacam-macam. Bisa menggunakan alkohol, betadine atau bahan lainnya. “Yang pasti, virus mati jika terkena antiseptik,” katanya.
Prof. Faisal juga menjelaskan, “desinfektan mutak diperlukan, biar tidak mudah terinfeksi”.
Liability Form Tidak Cukup
Saat menawarkan open trip menyelam, Amet Girindra selalu menyiapkan form khusus yang wajib diisi setiap peserta. Liability Form namanya. Form itu merupakan pernyataan bahwa telah mengisi data dengan benar dan mengetahui risiko yang ditimbulkan dari kegiatan menyelam.
Disitu disyaratkan, penyelam haruslah berbadan sehat atau tidak sedang sakit. “Artinya jika kondisi tubuh kurang fit, biasanya mereka tidak memaksakan diri,” kata Amet
Karena itu, Amet meyakini mereka yang ikut trip pasti memiliki tubuh yang sehat. Itu juga alasan mengapa ia tidak menanyakan, apakah ada yang mengalami gejala covid.
“Saya tidak menanyakan itu. Saya cuma berpegang pada form leabiities rilis yang menyatakan mereka dalam keadaan baik,” kata Amet.
Menurut Amet, adalah hal menakutkan, jika harus menanyakan soal kemungkinan terpapar covid-19. Pasalnya, hal itu akan berdampak terhadap peserta lainnya. “Sejauh ini, peserta trip yang ikut, semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang mengalami gejala Covid. Dan saya rajin ingatkan tentang 3 M itu,” ujarnya.
Sementara bagi Prof Faisal Yunus, kasus positif Covid-19 hanya bisa diketahui, setelah seseorang melewati tes swab. “Tidak bisa dipastikan negatif jika tidak ada bukti tes,” tegasnya.
Karena sekarang ada orang tanpa gejala dan tidak bisa dipastikan apakah ia positif Covid. Karena itu, Prof Faisal Yunus menilai, surat pernyataan di Liability Form saja tidak cukup.
“Kecuali orang itu di swab. Jika hasilnya negatif, maka kita yakin bahwa ia memang sehat,” papar Prof Faisal Yunus.
Prof Faisal Yunus mencontohkan, bahwa saat ini, rumah sakit tidak membutuhkan surat keterangan seperti itu. Karena surat keterangan hanya dimungkinkan jika seseorang telah menjalani sejumlah pemeriksaan.
“Karena faktanya, ada orang tanpa gejala, dan kemungkinan saat di tes hasilnya positif. Selain itu, penderita Covid, 80% dalam keadaan sehat dan hanya 20% mengalami sakit,” ungkap Prof Faisal Yunus.
Lalu, ketika ada yang dicurigai Covid-19, Prof Faisal Yunus kembali mengingatkan, soal pentingnya tes PCR. Dan sebisa mungkin orang tersebut tidak ikut trip. Atau bisa ikut, setelah ada hasil yang menyatakan dia negatif Covid-19.
“Pokoknya jika ada gejala flu, tidak boleh menyelam, sampai terbukti tidak. Tidak terbuktinya hanya dengan swab,” pungkas Prof Faisal Yunus. *END*