JAKARTA, BL- Dua perusahaan minyak multinasional, Royal Shell Belanda dan Inpex Jepang berencana menanakan investasinya di Blok Masela.
Rencana tersebut disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa pekan lalu. Menurut Hatta, perusahaan energi Royal Dutch Shell siap mengembangkan Blok Masela di Laut Arafuru Maluku untuk mendorong kapasitas produksi gas cair dari blok tersebut.
Bahkan pihak perwakilan Shell telah menemui Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, Hatta Rajassa Kamis lalu.
Menutut Hatta pengembangan Blok Masela tersebut diharapkan bisa meningkatkan produksi gas alam cair untuk memenuhi kebutuhan gas secara nasional mulai 2018. Pembangunan Blok Masela meningkatkan kapasitasnya dengan floating LNG itu, yang tadinya 2,5 juta ton per tahun.
Hatta memperkirakan Shell akan berinventasi pada proyek pengembangan blok Masela sekitar 10 miliar dolar AS.
Sementara itu, pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni kepada Beritalingkungan.com menyampaikan pandangannya terkait rencana perusahaan minyak Royal-Shell Belanda dan Inpex yang berbasis di Jepang hendak melakukan investasi sebesar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp200 triliun untuk mengembangkan blok kaya gas Masela yang terletak di Laut Timor antara Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Maluku.
Menurut Tanoni, Blok Masela bukan terletak di Laut Arafura Selatan sebagaimana yang disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, tetapi terletak di Laut Timor antara Provinsi NTT dan Maluku, sehingga masyarakat adat Timor, Rote, Sabu dan Alor berhak atas kekayaan gas di Blok Masela.
Hak masyarakat adat Timor, Rote, Sabu dan Alor, NTT atas kekayaan alam yang terkandung di Laut Timor dan Blok Masela lanjut Tanoni, harus diberikan sesuai amanat Deklarasi PBB tanggal 13 September 2007 tentang hak-hak masyarakat adat.
“Sesuai amanat Deklarasi PBB tersebut, hak-hak masyarakat adat sedunia telah diakui eksistensinya sehingga sangatlah wajar bila semua perusahaan minyak yang beroperasi di Laut Timor maupun Blok Masela harus memberikan saham minimal 10 persen kepada masyarakat adat sebagai pemangku kepentingan,” kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) ini.
Menurut informasi yang diperoleh Tanoni, tahap pertama dari pencairan investasi tersebut diperkirakan sekitar 15 miliar dolar AS dalam bentuk pengeluaran modal, dan diharapkan dapat mulai beroperasi pada 2013.
Investasi di Blok Masela bisa naik sampai 20 miliar dolar AS, karena perusahaan minyak tersebut berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi gas alam cair di fasilitas abadi terkait untuk 6.000.000 metrik ton per tahun.
Penulis buku “Skadal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta” ini mengungkapkan Pemerintah Provinsi NTT dan Maluku secara diam-diam telah dibagikan saham masing-masing lima persen dalam Blok Masela.
“Saya pernah usulkan secara terbuka pembagian saham dimaksud, tetapi Pemerintah Provinsi NTT dan Maluku secara diam-diam mendapatkan saham tersebut dari pihak perusahaan minyak,”ungkapnya.
Menurut Tanoni, pemerintah sebaiknya melakukan penawaran terbuka kepada semua kelompok pengusaha guna mencari dan mendapatkan posisi tawar yang terbaik bagi daerah dan masyarakat NTT.
Tanoni juga mengungkapkan, pihaknya akan segera menyurati Royal Shell Belanda dan Inpex Jepang untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk bisa menguasai 10 persen saham dalam investasi di Blok Masela tersebut.
“Kami juga akan melakukan hal serupa dengan menyurati semua perusahaan minyak yang telah beroperasi di Laut Timor untuk memberikan hal yang sama kepada masyarakat adat Timor, Rote, Sabu dan Alor guna menguasai 10 persen saham atas kekayaan minyak dan gas di Laut Timor,” katanya.
Menurut dia, Royal Shell Belanda dan Inpex Jepang jangan datang kembali ke Laut Timor dan mau bergaya seperti jaman penjajahan dahulu kala, dimana ketika itu masayarakat adat diadu domba untuk kepentingan mereka.
“Sekarang harus dibalikkan, yakni kekayaan masyarakat adat Timor, Rote, Sabu dan Alor di Laut Timor harus dinikmati juga secara bersama-sama dengan masyarakat adat sesuai proporsi masing-masing,”tandasnya. (Marwan Azis)