Ilustrasi peta partisipatif masyarakat adat Desa Labian Irang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Foto : Marwan Azis/Beritalingkungan.com. |
JAKARTA, BL-Hasil pemetaan partisipatif oleh masyarakat adat, diserahkan untuk melengkapi program One Map Indonesia. Dapat dipakai sebagai landasan kebijakan eksplorasi wilayah, tapi bukan peta REDD Plus.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif-JKPP, menyerahkan secara resmi peta wilayah adat kepada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk mendukung program Gerakan One Map Indonesia.
Menurut Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto (14/11), inilah pertama kali dikembangkan satu peta yang dibangun bersama partisipasi masyarakat yang didalamnya terdapat juga identifikasi masyarakat adat, “Kita jadi mengetahui batas wilayah kita, tahu dimana kita berada dan bagaimana mempertahankan wilayah,” ujarnya.
Kuntoro mengatakan peta wilayah adat ini bukan tentang REDD atau karbon tapi tentang keberadaan hutan heterogen yang di dalamnya ada masyarakat yang harus hidup dan sejahtera, “Peta ini mempunyai arti penting bagi AMAN untuk bisa terus di-update,” kata Kuntoro, sembari melanjutkan, “Peta wilayah adat bisa menjadi dasar keputusan untuk perusahaan-perusahaan dan kementerian ketika mengeluarkan izin-izin pertambangan, agar tidak menyalahi wilayah-wilayah adat.”
Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan mengatakan, tujuan penyerahan peta ini adalah untuk menghadirkan masyarakat adat dengan segala hak-haknya atas tanah, wilayah adat dan sumber daya alam dalam Negara Republik Indonesia, “Masyarakat adat baru diketahui keberadaannya ketika terjadi konflik, ini upaya masyarakat adat untuk hadir di negaranya sendiri,” ujarnya, “Dengan peta ini kita jadi tahu dimana keberadaan masyarakat adat dan persebarannya.”
Dalam peta kawasan wilayah adat, Abdon mengatakan, terdapat tata guna lahan, sejarah, kelembagaan adat, dan bahkan tempat-tempat sakral bagi kepercayaan mereka. Semuanya ada di narasi dalam peta, “Kawasan yang sudah berhasil dipetakan akan menggambarkan paket informasi yang komplit dari profil komunitas sampai persetujuan tentang batasan wilayah adat pun sudah selesai,” kata Abdon.
Ia mengatakan, sejak tahun 1996 AMAN dan JKPP melatih sekitar seribu anggota masyarakat adat untuk melakukan pemetaan partisipatif, “Mereka dilatih menggunakan Global Positioning System dan kompas. Mereka sangat mudah beradaptasi dengan teknologi, ” kata Abdon. Setelah 16 tahun menyusun peta ini, ia berharap dalam dua tahun ke depan seluruhnya diselesaikan.
Sementara itu, Koordinator Nasional JKPP Kasmita Widodo pada kesempatan yang sama mengatakan, untuk tahap awal peta yang diserahkan ada 265 lembar peta wilayah adat dengan total luasan 2.402.222,824 hektare, ” Kawasan adat paling luas yang sudah dipetakan adalah di Kalimantan Barat dan Sulawesi, paling sedikit di Papua dan Sumatera,” ujar Dodo.
Menurut Dodo, pengerjaan pemetaan ini dikerjakan tidak sekaligus dalam waktu yang dekat tapi dikerjakan satu per satu, “Kalau satu wilayah sudah selesai kita lihat lagi dimana bisa kita data wilayah adat dan penggunaan lahan, ya tergantung unit sosialnya,” ujarnya.
Kepala BIG, Asep Karsidi menambahkan peta ini termasuk informasi geospasial tematik yang akan menjadi bagian penting di One Map Indonesia dan akan menjadi alat komunikasi,” Bukan hanya alat komunikasi antara masyarakat adat dan pemerintah tapi masyarakat adat dengan masyarakat adat lainnya untuk saling tahu batas wilayahnya,” ujaranya. (BELLINA ROSELLINI/IGG MAHA ADI).