Dilansir Redorbit, Rabu (6/2), para ilmuwan dari University of Sheffield mencocokkan rekaman iklim bulanan dengan data kelahiran dan kematian untuk menelusuri bagaimana dampak variasi terhadap rata-rata kemampuan bertahan gajah.
Studi ini yang dilaporkan di jurnal Ecology ini diharapkan dapat menyadarkan pentingnya perlindungan dan pemeliharaan terhadap gajah di penangkaran hewan. Ini diperlukan guna mengantisipasi dampak dari perubahan iklim tersebut.
Peneliti dari Berlin College of Science serta Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research di Jerman juga terlibat dalam penelitian ini. Para peneliti mengumpulkan data dari angka kelahiran dan kematian di lebih dari 8 ribu gajah Myanmar.
Data tersebut diperoleh selama pencatatan angka kelahiran dan kematian gajah selama hampir satu abad. Mamalia bertubuh besar ini dimanfaatkan untuk bekerja di industri kayu gelondongan, sebagai pendorong dan penarik kayu.
Hannah Mumby dari University of Sheffield mengatakan, hasil temuan peneliti menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk kelangsungan hidup gajah ialah dengan curah hujan tinggi. “Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk kelangsungan hidup gajah berhubungan dengan curah hujan tinggi dan suhu sedang di 23 derajat celcius (73 fahrenheit),” jelas Hannah.
Namun, menurutnya, dampak perubahan iklim menyebabkan curah hujan menurun. Sehingga, menganggu kondisi optimal untuk mendukung kelangsungan hidup gajah tersebut.
“Secara keseluruhan, peralihan dari kondisi iklim baik ke buruk dalam satu tahun rata-rata, meningkatkan angka kematian semua usia gajah secara signifikan,” tuturnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, contoh yang paling dramatis ialah meningkatnya angka kematian bayi gajah sebelum hewan ini berusia lima tahun akibat cuaca terpanas. (fmh/okezone)