![]() |
Desain Reklamasi Teluk Benoa Sudah Dibuat Tahun 2007. Foto : tilke.de |
JAKARTA, BL- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait rencana reklamasi Teluk Benoa di Bali
Surat terbuka tersebut merupakan sikap WALHI atas upaya Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berupaya melakukan perubahan Perpres Nomor 45 tahun tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA.
Upaya perubahan tersebut difokuskan pada kawasan teluk Benoa yang didalamnya disebutkan dengan jelas bahwa Kawasan teluk Benoa merupakan kawasan konservasi perairan yang artinya kawasan teluk Benoa merupaka kawasan strategis dari sudut sosial, budaya dan lingkungan.
Muhnur Satyahaprabu, Unit kebijakan dan pembelaan hukum WALHI menilai, rencana Pemerintah (pusat maupun daerah) melakukan reklamasi Teluk Benoa, Bali adalah salah satu contoh kasus yang sampai saat ini telah membuat kehidupan masyarakat sekitar merasa terancam akan bencana ekologis.
Reklamasi tersebut akan berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan hidup di Propinsi Bali. Rencana reklamasi seluas ± 800 hektar, juga sudah bisa dipastikan akan mengancam sumber-sumber kehidupan se-kurang-kurangnya 1 juta jiwa penduduk wilayah sekitar teluk benua.
Alasan Pemerintah melakukan revisi Perpres SARBAGITA adalah Pertama, adanya usulan dari Pemerintah Kabupaten Badung dan juga Pemerintah Provinsi Bali, kedua alasan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, ketiga kondisi teluk Benoa yang tidak layak disebut sebagai kawasan konservasi.
Ketiga alasan pemerintah tersebut menurut Eksekutif Daerah Bali Suriadi Moko, adalah wujud konspirasi dengan mengaburkan fakta bahwa seharusnya teluk Benoa harus tetap dilindungi “upaya ini semakin jelas menunjukkan memang benar selama yang menjadi penghalang pemerintah dan investor dalam melakukan reklamasi adalah salahsatunya PERPRES SARBAGITA, sehingga dengan segala kedok pemerintah bermaksud melakukan perubahan Perpres SARBAGITA tersebut” kata Moko melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Selama ini pemerintah cenderung melakukan perubahan tata ruang dalam memenuhi ambisi pembangunan infrastrukturnya sehingga kepentingan lingkungan dalam penyusunan kebijakan pemerintah menjadi tidak penting.
Menurut Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, upaya Revisi Perpres Nomo 45 Tahun 2011 adalah langkah mundur pemerintah dalam komitmenya menyelamatkan lingkungan khsussunya dipulau Bali. “Walaupun belum sempurna Perpres ini merupakan komitmen pemerintah melindungi Teluk Benoa, jika (teluk benoa) akan direkelamasi maka bisa dipastikan bahwa Bali yang selama ini sudah mengalami penurunan kualitas lingkungan seperti adanya krisis air, alih fungsi lahan untuk wisata dan masih banyak lagi akan bertambah rusak” ujar Nego
Oleh karena itu pemerintah seharusnya tetap berupaya melindungi lingkungan dan hak-hak rakyat dengan cara tidak melakukan upaya berbentuk apapun dan dengan dalih apapun guna mengubah atau bahkan mengeksploitasi teluk Benoa guna kepentingan ekonomi korporasi.
“Salah satu upaya WALHI dalam menghentikan pemerintah melakukan eksploitasi kawasan teluk benao adalah dengan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden RI dengan tuntutan agar proses perubahan dihentikan dan segera usut pihak – pihak baik individu maupun korporasi dibalik upaya reklamasi kawasan Benoa tersebut”tambahnya. (Wan).