BANDA NAIRA, BERITALINGKUNGAN.COM- Delapan belas organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia menggelar pertemuan tahunan Coastal and Small Islands People Summit 2024 pada tanggal 12 September 2024 lalu.
Pertemuan ini bertujuan untuk mendorong pengakuan dan perlindungan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di kawasan tersebut, serta merespons transisi kepemimpinan nasional menuju pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dalam pernyataannya, Jaring Nusa mengkritik kurangnya political will dari Presiden Joko Widodo dalam melindungi masyarakat pesisir selama satu dekade terakhir. Menurut Jaring Nusa, kepemimpinan Jokowi terlalu berpihak pada investasi skala besar, yang mengakibatkan eksploitasi berlebihan terhadap wilayah pesisir dan pulau kecil, terutama di Kawasan Timur Indonesia.
Mereka menilai bahwa kebijakan Jokowi yang berorientasi pada investasi ekstraktif telah merampas ruang laut dan hak masyarakat lokal.
Kepemimpinan baru di bawah Prabowo dan Gibran dinilai sebagai kelanjutan dari kebijakan Jokowi, dengan fokus yang tetap pada investasi besar. Indikatornya terlihat dari rencana pembangunan jangka panjang dan menengah yang tidak mempertimbangkan keadilan ekologis dan iklim bagi masyarakat pesisir dan pulau kecil.
Resolusi Banda Naira 2024
Jaring Nusa menyerukan Resolusi Banda Naira 2024 yang berisi sejumlah tuntutan kepada pemerintahan baru. Berikut adalah poin-poin penting resolusi tersebut:
- Krisis Iklim: Pemerintah diminta memastikan keselamatan masyarakat pesisir dari dampak krisis iklim serta mengevaluasi undang-undang yang memperparah krisis, seperti UU Cipta Kerja dan UU Pertambangan Mineral dan Batubara.
- Pengelolaan Ruang Laut: Jaring Nusa mendesak pemerintah menghentikan pendekatan sektoralisme dan menjamin hak kelola masyarakat pesisir terhadap sumber daya laut dan pulau kecil.
- Kedaulatan Pangan dan Ekonomi Lokal: Pemerintah diminta memprioritaskan kedaulatan pangan, air, dan ekonomi lokal dalam agenda pembangunan di wilayah pesisir dan pulau kecil.
- Penghentian Industri Ekstraktif: Jaring Nusa mendesak penghentian industri ekstraktif yang beroperasi di wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil karena merusak ekosistem yang rentan.
- Konservasi Berbasis Keadilan: Konservasi wilayah pesisir harus berfokus pada keadilan ekologis dan iklim, dengan menempatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama.
- Penangkapan Ikan Terukur: Kebijakan ini dinilai mendorong eksploitasi berlebih dan menguntungkan korporasi besar. Jaring Nusa meminta pemerintah menghentikan kebijakan ini demi keberlanjutan sumber daya ikan.
Ancaman Bencana Ekologis
Kawasan Timur Indonesia, yang rentan terhadap bencana ekologis, menjadi sorotan dalam pertemuan ini. Jaring Nusa menekankan pentingnya mitigasi bencana yang melindungi wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil, tanpa mengorbankan ekosistem lokal.
Asmar Exwar, Dinamisator Jaring Nusa, menekankan bahwa pemerintahan mendatang harus serius melindungi wilayah pesisir dan pulau kecil, serta menghentikan eksploitasi yang merugikan masyarakat. Gadri R. Attamimi dari Yayasan EcoNusa menggarisbawahi pentingnya menjaga kearifan lokal di Indonesia Timur untuk melindungi keanekaragaman hayati. Sementara itu, Parid Ridwanuddin dari WALHI menyoroti keharusan menghentikan proyek ekstraktif demi keadilan iklim bagi generasi mendatang.
Jaring Nusa berharap pemerintahan baru akan menempatkan keadilan ekologis dan hak masyarakat pesisir sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional (Marwan Aziz)