Ilustrasi pesisir pantai selatan Jawa. Foto :UGM.
KULON PROGO, BERITALINGKUNGAN.COM – Di pesisir selatan Yogyakarta, tepatnya di Desa Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, terdapat sebuah komunitas yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Desa ini tidak hanya dikenal dengan keindahan pantainya seperti Pantai Glagah, Pantai Krida, Pantai Palma, dan Pantai Raziman, tetapi juga dengan kesiapsiagaan masyarakatnya terhadap bencana alam.
Mayoritas penduduk Karangwuni adalah nelayan, sementara sebagian lainnya berprofesi sebagai petani, pedagang, dan pegawai. Dengan legenda Nyi Roro Kidul yang selalu mengingatkan akan keganasan ombak laut selatan, penduduk setempat tumbuh dalam kesadaran akan bahaya yang mengintai.
Namun, di balik mitos tersebut, terdapat kenyataan ilmiah yang lebih mengkhawatirkan: potensi gempa bumi dan tsunami akibat sesar megathrust yang membentang dari Banten hingga Banyuwangi.
Wilayah selatan Jawa, termasuk Kulon Progo, berada di kawasan yang dikenal sebagai “Ring of Fire”, daerah dengan aktivitas seismik tinggi. Patahan ini memiliki potensi memicu gempa bumi dan tsunami. Menghadapi risiko ini, pemerintah telah mengambil langkah-langkah mitigasi melalui program Desa Tangguh Bencana (Destana) yang digagas oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak 2019.
Pada Kamis (27/6), Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, S.Sos., M.M., bersama Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dan Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo, mengunjungi Kalurahan Karangwuni. Didampingi oleh Penjabat Bupati Kulon Progo, Srie Nurkyatsiwi, dan jajaran forkopimda, mereka memastikan kesiapsiagaan masyarakat melalui program Destana tetap terjaga.
Dalam pertemuan tersebut, Suharyanto menekankan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap potensi sesar aktif yang bisa memicu bencana. Ia menjelaskan, “Gempa Cianjur dengan magnitudo 5.6 pada November 2022 dipicu oleh sesar yang baru terdeteksi dan dinamakan Sesar Cugenang. Wilayah Kulon Progo juga memiliki potensi yang sama.”
Program Destana di Kalurahan Karangwuni melibatkan pelatihan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mitigasi dan peringatan dini bencana. Suharyanto menegaskan bahwa upaya kesiapsiagaan ini harus terus ditingkatkan dan masyarakat harus selalu siap menghadapi kemungkinan bencana.
BNPB berkolaborasi dengan berbagai lembaga seperti BMKG, BRIN, TNI, dan Polri dalam memasang alat pendeteksi dan peringatan dini, serta mempersiapkan masyarakat agar sigap dalam menghadapi tanda-tanda bencana. Suharyanto berharap bahwa simulasi yang dilakukan melalui program Destana tidak perlu menjadi kenyataan, namun kesiapsiagaan tetap harus dijaga.
“Siklus bencana itu berulang. Kita sebagai masyarakat tidak ada salahnya untuk tetap waspada,” jelas Suharyanto, menekankan pentingnya budaya sadar bencana di masyarakat.
Ia menambahkan BNPB berkomitmen untuk terus mendampingi pemerintah daerah dalam memperkokoh program Destana dan memastikan kesiapsiagaan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.***