Inilah aksi teatrikal Koalisi organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Enter Nusantara, Greenpeace Indonesia, dan Market Forces di depan kantor Adaro Energy Indonesia di Jakarta (08/05/2024).
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Koalisi organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Enter Nusantara, Greenpeace Indonesia, dan Market Forces kemarin menggelar aksi teatrikal yang menghadirkan penghargaan “Obligasi Kotor” (Toxic Bond) untuk Adaro Energy Indonesia.
Aksi ini dilakukan sebagai respons atas posisi Adaro dalam analisis Dirty 30 oleh Toxic Bond Initiative yang menunjukkan bahwa Adaro Energy Indonesia termasuk dalam jajaran penerbit obligasi terkotor di dunia.
Dalam pernyataannya, Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, menyebutkan bahwa Adaro pantas mendapat penghargaan tersebut mengingat banyaknya jejak kerusakan lingkungan dan konflik sosial yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan tersebut. Bondan menyebut beberapa contoh kasus, termasuk penggusuran masyarakat di Desa Wonorejo, Kalimantan Selatan, dan Batang, Jawa Tengah, serta ancaman terhadap mata pencaharian nelayan akibat ekspansi Adaro di Kalimantan Utara.
Penelitian oleh Carbon Major Database juga menunjukkan bahwa Adaro memiliki tanggung jawab besar dalam emisi karbon global sejak penandatanganan Perjanjian Paris. Meskipun Adaro telah mengumumkan komitmen net zero pada tahun 2060, rencana ini tidak membatasi batu bara termal dan metalurgi, yang merupakan sumber utama emisi.
Nabilla Gunawan, Juru Kampanye Energi dan Keuangan dari Market Forces, menyoroti bahwa Adaro telah kehilangan dukungan dari berbagai institusi keuangan dan perusahaan karena kebijakan “coal exit”. Hyundai, misalnya, telah memutuskan perjanjian pembelian aluminium dengan anak usaha Adaro sebagai respons atas proyek smelter aluminium yang menggunakan listrik dari PLTU batu bara.
Meskipun telah menerima surat resmi dari koalisi masyarakat sipil sejak bulan Februari, Adaro belum memberikan tanggapan.
Ramadhan, Koordinator Aksi Energi Terbarukan dari Enter Nusantara, menekankan bahwa Adaro tampaknya memilih untuk mengabaikan kekhawatiran akan masa depan dan melanjutkan aktivitasnya demi keuntungan belaka.
Adaro dinilai mengabaikan tantangan masa depan, terutama terkait dengan rentannya sektor batu bara dan metalurgi terhadap perubahan iklim. Ramadhan menutup pernyataannya dengan menyatakan bahwa Adaro telah “mengkhianati kita semua dengan mewarisi lingkungan Indonesia yang telah hancur di masa depan nanti.”
Tekanan ini diharapkan membawa perubahan positif dalam kebijakan dan praktik Adaro untuk masa depan yang lebih berkelanjutan (Marwan Aziz)