Ilustrasi terumbu karang.
MAKASSAR, BERITALINGKUNGAN.COM-Yayasan Konservasi Laut (YLK) Indonesia memberikan apresiasi dan dukungan terhadap inisiatif Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat.
Direktur Eksekutif YKL Indonesia, Nirwan Dessibali, menyatakan bahwa kehadiran Ranperda ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan.
“Kami berharap dengan adanya Ranperda ini dapat menjadi payung hukum bagi penguatan keterlibatan masyarakat secara utuh dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang secara lestari,” ujarnya di Makassar pada hari Rabu (02/05/2024).
Menurut Dessibali, terumbu karang saat ini mengalami degradasi yang signifikan di Sulawesi Selatan dan berbagai upaya penyelamatan diperlukan. Ranperda ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh ekosistem terumbu karang.
YLK Indonesia juga menyoroti pentingnya harmonisasi antara Ranperda dengan regulasi yang telah ada di tingkat nasional, serta menekankan perlunya menjadikan muatan Ranperda sesuai dengan konteks wilayah Sulawesi Selatan.
“Perlu melihat berbagai aturan yang sudah ada saat ini, baik tingkat nasional maupun di daerah. Kami harap Ranperda itu lebih spesifik dalam menjawab sejumlah persoalan di Sulsel apalagi ditekankan pada pelibatan masyarakat,” tambah Dessibali seperti dikutip Beritalingkungan.com dari Antara.
YLK Indonesia juga telah melaksanakan berbagai program pembelajaran yang menunjukkan bahwa pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat efektif dalam menjaga kelestarian ekosistem di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
“Ada pembelajaran di Pulau Langkai dan Lanjukang Kota Makassar. Tata kelola wilayah laut berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup wilayah penangkapan selama tiga bulan. Setelah 2,5 tahun memberikan hasil positif, tutupan karang hidup bertambah 10 sampai 15 persen dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan,” jelas Dessibali.
Selain itu, mekanisme buka tutup ini juga membantu dalam menekan eksploitasi berlebih dan mencegah penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Dessibali berharap bahwa model pengelolaan ini akan diakui dalam Ranperda serta dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi lokasi lain.
Ketua Pansus Ranperda tentang Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat, Andi Januar Jaury Dharwis, menyampaikan komitmennya untuk memastikan bahwa Ranperda yang dihasilkan akan menjawab permasalahan yang ada dan memberikan manfaat bagi masyarakat. “Kami memberikan kesempatan sepenuhnya kepada undangan untuk menyampaikan masukan ataupun aspirasinya. Kami akan mencatat dengan baik untuk selanjutnya diakomodir dalam Ranperda,” ujarnya.
Pertemuan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Sulsel turut dihadiri oleh anggota Pansus, Staf Ahli Gubernur Since Erna Lamba, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Muhammad Ilyas, tim penyusun ranperda, tim ahli DPRD Sulsel, perwakilan akademisi dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, akademisi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia, Lembaga Maritim Nusantara, Commit Foundation, Tevana Reef House, dan Pinisi Diving Club (Ant/BL)