Ilustrasi Planet Bumi. Foto : Shutterstock.
WASHINGTON, BERITALINGKUNGAN.COM– Andrea Gokus, seorang fellow pascadoktoral di McDonnell Center, Departemen Fisika di Fakultas Seni & Sains Universitas Washington di St. Louis, mengadvokasi pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari perjalanan udara ke konferensi profesional.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di PNAS Nexus, Gokus bersama kolaboratornya mengestimasi emisi CO2 setara dari perjalanan ke 362 pertemuan terbuka di bidang astronomi pada tahun 2019, dengan total sekitar 42.500 ton, atau sekitar 1 ton per partisipan per pertemuan.
“Menjalin jaringan dan membahas perkembangan ilmiah baru dalam pertemuan sangat penting untuk kemajuan di bidang ini, namun penyesuaian dapat dilakukan untuk mengurangi biaya karbon yang besar,” ujar Gokus seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman wustl.edu (02/05/2024)
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah melalui pertemuan virtual, yang dapat hampir sepenuhnya mengeliminasi emisi CO2 akibat perjalanan. Meski demikian, pertemuan virtual seringkali tidak dianggap efisien untuk menjalin jaringan.
Gokus menyarankan agar penyelenggara pertemuan mempertimbangkan lokasi konferensi yang sebisa mungkin dekat dengan mayoritas peserta, untuk menghindari skenario di mana kebanyakan peserta harus terbang lintas benua.
Gokus, yang pertama kali tertarik pada astronomi berkelanjutan selama pertemuan tahunan European Astronomical Society tahun 2020 yang berlangsung secara virtual karena pandemi. “Saya dan rekan penulis lainnya adalah anggota organisasi grass-roots Astronomers for Planet Earth, atau A4E.” ujarnya. Penelitian ini adalah studi sistematis pertama yang meliputi semua pertemuan terbuka dalam satu bidang secara keseluruhan.
Selain pertemuan murni virtual, Gokus dan rekan penulisnya juga mengusulkan format hibrida dan pertemuan yang diadakan di sejumlah kecil hub fisik yang kemudian dapat dihubungkan secara virtual.
Pendekatan tersebut memiliki potensi untuk mengurangi perjalanan jarak jauh (misalnya, interkontinental), yang memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi. Jika perjalanan interkontinental tidak terelakkan, para penulis studi menyarankan untuk memaksimalkan waktu yang dihabiskan di lokasi tujuan: misalnya dengan mengunjungi institut kolaborator di negara tersebut, serta memilih koneksi kereta atau bus selama kunjungan tersebut.
Pilihan-pilihan ini tidak hanya membuat pertemuan astronomi lebih ramah lingkungan, tetapi juga dapat membuat astronomi menjadi disiplin ilmu yang lebih inklusif. Temuan dan saran dari para peneliti ini bisa diterapkan juga di disiplin akademik lainnya.
Gokus menekankan, membuat pertemuan lebih berkelanjutan juga bisa berjalan beriringan dengan membuat astronomi lebih inklusif. Dengan memanfaatkan teknologi untuk terhubung secara virtual.
“Kita dapat mendorong pendekatan kolaboratif yang lebih inklusif, yang dapat membantu kita memajukan pemahaman kita tentang alam semesta lebih lanjut. Sangat penting bahwa kita bekerja bersama sebagai komunitas untuk mencapai tujuan ini, karena tidak ada Planet B lain.”tandasnya (Marwan Aziz)