Cegah Krisis Iklim WRI Dorong Industri Lakukan Dekarbonisasi

Berita Lingkungan News Perubahan Iklim Terkini

Pihak World Resouces Institute (WRI) Indonesia saat memaparkan upaya dekabornisasi industri dalam mengurangi dampak perubahan iklim saat acara Media Coaching Workshop dengan tema “Optimalisasi Komitmen Reduksi Emisi Karbon di Indonesia,” tanggal 26 Februari 2024 di Jakarta. Foto : Marwan Aziz/Beritalingkungan.com

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Dampak perubahan iklim kini semakin nyata, bahkan sudah mengarah ke krisis iklim yang bisa berdampak luas pada kehidupan umat manusia.

Oleh karena itu, semua pihak termasuk pihak industri perlu mengambil peran, salah satunya dengan melakukan dekabornisasi.

Arief Utomo dari World Resouces Institute (WRI) Indonesia menyampaikan level urgensi untuk melakukan dekabonisasi sangat mendesak karena dampak perubahan iklim sudah dirasakan semua pihak, tak hanya kalangan industri tapi juga komunitas marginal.

Berdasarkan hasil kajian World Resouces Institute (WRI) Indonesia menunjukkan sebesar  74,5% emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia berasal dari sektor industri Indonesia. Hal itu salah satunya disebabkan karena dekarbonisasi yang dilakukan oleh industri di Indonesia masih dalam tahap awal.

Dekarbonisasi adalah proses pengurangan emisi gas rumah kaca, khususnya karbon dioksida (CO2), dari berbagai sektor yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca ini berasal dari berbagai aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, pertanian, dan industri. Emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia menjadi salah satu penyebab utama perubahan iklim.

Dekarbonisasi menjadi penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah perubahan iklim yang semakin parah.  Dekarbonisasi membutuhkan transisi energi. Artinya harus ada perubahan struktural yang menghilangkan karbon dari produksi energi. Hal ini yang kemudian menjadi elektrifikasi ekonomi berdasarkan energi alternatif bersih yang hanya memancarkan energi yang dapat diserap bumi.

Dekarbonisasi bertujuan untuk mencapai ekonomi global rendah emisi dan mencapai netralitas iklim. Netralitas iklim adalah kondisi di mana emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia sama dengan penyerapan gas rumah kaca oleh atmosfer.

Masalah diatas menjadi perbincangan menarik dalam acara Media Coaching Workshop dengan tema “Optimalisasi Komitmen Reduksi Emisi Karbon di Indonesia: Tantangan dan Peluang” pada tanggal 26 Februari 2024 yang digelar World Resouces Institute (WRI) Indonesia bekerjasama dengan L’Oreal Indonesia di Jakarta.

Energy and Sustainable Business Engagement Specialist, WRI Indonesia, Nailah Shabirah menyampaikan, kondisi iklim saat ini sangat mendesak dilakukan transisi bisnis industri menuju Net Zero Emission (NZE). NZE adalah kondisi saat jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi. Oleh karena itu, perlu dilakukan dekarbonisasi, yakni upaya mengurangi atau menghilangkan secara signifikan emisi karbon dioksida (CO2) dan emisi gas rumah kaca (GRK) lainnya dari atmosfer.

“Dekarbonisasi penting dilakukan karena saat ini, kenaikan suhu bumi sudah mencapai 1,1 derajat celcius. Jika tidak ingin dunia mendapat efek lebih buruk dari climate change, kenaikan suhu bumi harus dijaga di 1,5 derajat C. Lebih dari itu, katastropik, akan jadi masalah. Dampaknya bisa ke jutaan manusia yang terkena,”jelasnya.

Menurut Nailah, dampak kenaikan suhu, salah satunya bisa memicu kenaikan air laut yang menyebabkan banjir dan juga kebakaran hutan. Selain dampak langsung, kenaikan suhu bumi juga akan memberi dampak lainnya seperti kerawanan pangan dan transisi jenis pekerjaan, akan muncul beberapa pekerjaan baru dan job lama akan hilang, polusi dan lain-lain.

Ia mengungkapkan, dunia internasional sudah komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara global melalui kesepakatan Paris Agreement yang ditanda tangani 165 negara  termasuk Indonesia, sayangnya target penurunan emisi, tidak menyentuh target yang disepakati yaitu 1,5 derajat celsius, dampaknya perubahan iklim bisa kejutaan manusia yang kena.

Bila industri dengan memproduksi barang-barang rendah emisi, akan berdampak positif ke bagi keberlanjutan bisnis industri sendiri.

“Perubahan iklim akan berdampak pada keberlanjutan bisnis industri, misal jika terjadi bencana alam,”ujarnya.

Sementara dari pihak konsumen lanjut Naila, sudah ada kecenderungan untuk membeli produk-produk ramah lingkungan. Konsumen pun tak segan merogoh dana lebih untuk sustainable product, bahkan mencapai 40% dari jumlah konsumen di Indonesia.

Sementara Pemerintah Indonesia juga sudah mulai aware dengan climate change sehingga industri juga harus melakukan transisi.  “Industri yang cepat melakukan transisi menuju dekarbonisasi akan mendapat keuntungan lebih dari mereka yang tidak segera melakukannya,”terangnya.

Upaya L’Oreal Indonesia

Fikri Alhabsie selaku Corporate Responsibility Director, L’Oreal Indonesia menuturkan pihak L’Oreal punya komitmen yang tinggi dalam melakukan dekarbonisasi di Indonesia.

“Sekitar 40 tahun yang lalu, kami sudah membicarakan animal testing. Sustainable bukan hal yang baru, sudah lama menginiasi L’oreal For Future untuk tahun 2030. Komitmen kami, melanjutkan dan mempercepat upaya keberlanjutan dengan target basis sains, transformasi atau aktivitas kami untuk menghormati batasan planet, memberdayakan (ekosistem bisnis kami), berkontribusi (untuk memecahkan tantangan dunia) iklim, air, sampah, keragaman hayati,”jelasnya  (Marwan Aziz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *