JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Koalisi Ayam Sejahtera mendesak pemerintah dan dunia usaha untuk serius mengendalikan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) pada industri peternakan ayam.
Mereka mengajak warga untuk menandatangani deklarasi yang mendukung “Gerakan Ayam Sejahtera Agar Konsumen Aman, Terhindar dari Resistensi Antimikroba”. Aksi yang diikuti sekitar 110 ibu-ibu, kaum muda dan kelompok lainnya itu dilaksanakan di Car Free Day, kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat pada Minggu pagi, 26 November 2022.
“Kami mendorong penanggulangan AMR dengan komitmen bersama kesejahteraan hewan ternak yang baik atau Better Chicken Commitment/BCC, ” ujar Manajer World Animal Protection (WAP) Indonesia, Rully Prayoga.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, terdapat 1,2 juta kematian di Indonesia akibat antibiotik yang tidak mempan lagi terhadap infeksi tertentu. Untuk itu, Koalisi Ayam Sejahtera mengingatkan tentang pentingnya peningkatan pengawasan penggunaan antibiotik di peternakan.
“Sebagai upaya pencegahan agar tidak semakin banyak masyarakat yang mengalami resisten antimikroba,” kata Rully.
Indonesia merupakan negara dengan populasi unggas terbesar ketiga di dunia. Berdasarkan temuan WAP, 13.000 ton antibiotik telah digunakan oleh sektor peternakan di seluruh dunia. Jumlah 13 ribu ton tersebut lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan oleh manusia.
Atas pertimbangan itu, Animal Friends Jogja dalam pernyataan tertulisnya mendorong terbentuknya standar kesejahteraan ayam broiler dan petelur di Indonesia yang lebih tinggi dengan mengadopsi standar global FARM BCC dan menerapkan sistem bebas kandang baterai—khususnya untuk ayam petelur.
“Peningkatan kesejahteraan bersama dengan pengawasan ketat atas penggunaan antibiotika juga diharapkan dapat menghentikan praktik penggunaan antibiotik berlebih dalam peternakan,” tulisnya.
Senada dengan itu, Animal Dont Speak Human menyatakan bahwa banyaknya penggunaan antibiotik di sektor peternakan merupakan indikator yang menggambarkan parahnya pemenuhan standar kesejahteraan hewan oleh peternak terhadap ayam yang berada di fasilitasnya.
“Jika pemenuhan kesejahteraan hewan dilakukan dengan standar yang tinggi, maka ayam tidak mudah sakit dan dengan demikian peternak tidak perlu memberikan antibiotik berlebihan kepada ayam-ayamnya,” ungkap Animal Dont Speak Human.
Lebih lanjut, pengawasan terhadap peredaran antibiotik perlu untuk diawasi secara ketat karena banyak temuan di lapangan membuktikan bahwa antibiotik dapat dengan mudah dibeli di tempat perbelanjaan virtual.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menegaskan bahwa ayam yang sejahtera adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan aspek keamanan pangan yang merupakan hak asasi masyarakat konsumen.
Oleh karena itu, YLKI meminta agar pemerintah dan peternak ayam menjamin bahwa yang didistribusikan pada konsumen adalah daging ayam broiler yang sehat dan sejahtera yang menjadi prasyarat untuk mewujudkan keamanan produk daging ayam tersebut.
“Daging ayam merupakan produk pangan yang sangat penting untuk memasok kebutuhan protein hewani. Jangan sampai daging ayam yang dikonsumsi masyarakat atau konsumen tercemar AMR, yang merupakan ekses dari ayam yang diternakkan secara yang tidak sehat dan sejahtera,” terang Tulus.
Ancaman terhadap AMR terlihat dari hasil riset yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) dan World Animal Protection (WAP) pada tahun 2020.
Riset itu menemukan sampel daging ayam potong tercemar bakteri kebal antibiotik yang kebal terhadap hampir empat jenis antibiotik yang sangat penting bagi manusia menurut WHO, yaitu kolistin, meropenem, ciprofloxacin dan sulfamethoxazole.
“Diduga sampel tersebut berasal dari peternakan yang menggunakan antibiotik secara masif dan tata laksana kesejahteraan hewan yang sangat rendah,” tandasnya. (Jekson Simanjuntak)