Restorasi Ekosistem untuk Pelestarian Satwa Liar

Belantara Foundation Belantara Learning Series (BLS) Biodiversitas Keanekaragaman Hayati Restorasi Habitat

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dr. Dolly Priatna menjelaskan bahwa ekosistem yang sehat merupakan kunci untuk melestarikan satwa liar, mengurangi laju kepunahan keanekaragaman hayati, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Ekosistem yang sehat juga berperan penting dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, meningkatkan stok karbon, melestarikan biodiversitas, membantu pengayaan koridor satwa dan menyediakan sumber pakan atau satwa pakan, pengelolaan dan konservasi keanekaragaman hayati, terutama satwa liar terancam punah seperti harimau, gajah dan orangutan.

“Seperti kita ketahui, saat ini harimau sumatera, gajah sumatra dan orangutan statusnya kritis atau sangat terancam punah (critically endangered) menurut IUCN,” kata Priatna pada Belantara Learning Series (BLS) yang mengangkat topik “Restorasi Ekosistem untuk Pelestarian Satwa Liar”.

Topik itu sengaja dipilih bersamaan dengan dirayakannya momentum Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) pada 10 Agustus mendatang, perayaan #GlobalTigerDay pada 29 Juli lalu, menyusul perayaan Hari Gajah dan juga Hari Orangutan sedunia pada 12 dan 19 Agustus mendatang.

Oleh sebab itu, merestorasi habitat satwa terancam punah merupakan salah satu langkah tepat dan mendesak untuk membantu menekan laju kepunahan keanekaragaman hayati, terutama ketiga spesies kharismatik yang juga dilindungi oleh pemerintah Indonesia.

Senada dengan itu, Rektor Universitas Pakuan Prof. Didik Notosudjono mengatakan, pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan konservasi dan restorasi sangat dibutuhkan. Hal itu diperlukan untuk melindungi kekayaan material genetik satwa liar.

“Teknologi dapat membantu dalam melindungi serta mengamankan plasma nutfah dan material genetik satwa liar yang berstatus terancam kritis dari kepunahan” terangnya.

Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Prof. Hadi Sukadi Alikodra mengingatkan bahwa ancaman perubahan iklim kian nyata terhadap lingkungan hidup satwa liar. Hal itu diperparah dengan terjadinya kekeringan, kebakaran hutan dan lahan sehingga menyebabkan berkurangnya sumber air, tempat berkubang, sumber pakan, kematian pohon tidur, sarang, dan tempat beristirahat.

“Diperlukan percepatan restorasi habitat dengan spesies lokal yang tahan kekeringan dan tahan api, serta teknik konservasi tanah dan air dengan teknologi pengaturan aliran air, dam, dan embung” ujar Hadi.

PBB melalui UN Decade Ecosystem Restoration 2021-2030 telah menyerukan upaya perlindungan dan pelestarian ekosistem di seluruh dunia. Seruan itu bertujuan untuk menghentikan laju degradasi ekosistem dan memulihkannya untuk mencapai tujuan global.

Menurut UN Decade Ecosystem Restoration 2021-2030, upaya restorasi seluas 350 juta hektar ekosistem darat dan perairan yang terdegradasi berpotensi dapat menghasilkan US$9 triliun dalam bentuk jasa ekosistem.

Selain itu, restorasi ekosistem juga dapat menghilangkan 13 hingga 26 gigaton gas rumah kaca dari atmosfer. Di Indonesia, restorasi ekosistem berpotensi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 52,92 juta ton karbon ekuivalen, yang meliputi restorasi ekosistem lahan kering, gambut, dan mangrove. (Jekson Simanjuntak)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *