KUALA LUMPUR, BERITALINGKUNGAN.COM — Studi terbaru dari Academy of Sciences Malaysia yang dilakukan di wilayah ASEAN mengungkapkan bahwa Asia Tenggara memiliki alam dan keanekaragaman hayati yang dapat menarik dana sebesar $2,19 triliun di kawasan ini.
Laporan itu merupakan yang pertama menghitung nilai alam bagi ekonomi ASEAN sekaligus seruan bagi kawasan untuk mendukung tujuan perlindungan bagi 30% tanah dan laut planet ini sebelum tahun 2030.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia Emil Salim yang juga Komite Pengarah Global Campaign for Nature mengatakan bahwa suatu angka yang bahkan bisa lebih besar lagi jika negara-negara di kawasan ASEAN memprioritaskan konservasi dan restorasi.
“Laporan ini memberi kejelasan bahwa Asia Tenggara merupakan suatu harta karun yang kaya dengan keanekaragaman hayati yang tidak ada bandingannya di atas Bumi ini,” katanya
Laporan tersebut, menurut Emil, merupakan laporan terlengkap dari laporan lain sejenis yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan perlindungan alam saling terkait dan bahwa konservasi menjadi dasar bagi aktivitas ekonomi di kawasan yang menghasilkan kekayaan, lapangan pekerjaan, serta keamanan pangan.
Untuk itu, para pemimpin ASEAN dapat menggunakan keanekaragaman hayati sebagai keunggulan ekonominya. “Kawasan ASEAN dapat dan harus menjadi contoh bagi negara-negara lainnya di dunia dalam hal menumbuhkan ekonomi secara berkelanjutan,” terang Emil.
Studi bertajuk The Nexus of Biodiversity Conservation and Sustainable Socioeconomic Development in Southeast Asia memberikan argumentasinya bahwa seiring bertambahnya penduduk, serta kebutuhan akan pembangunan, kawasan ASEAN tidak mesti mengikuti arah dari negara-negara kaya G7 yang menghabiskan modal nasionalnya untuk membangun ekonomi mereka.
Helen Nair dari Academy of Sciences Malaysia menjelaskan bahwa pemimpin di kawasan ini harus memperhatikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa negara ASEAN dapat mencapai pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan lapangan pekerjaan melalui strategi yang melindungi, bukan dengan menghancurkan sumber daya alam.
“Tidak bisa dipungkiri, Asia Tenggara memiliki penduduk yang terus bertambah, serta semakin menekan sumber daya alam yang melimpah di kawasan ini. Laporan ini mengungkapkan bahwa kawasan ASEAN tidak mesti mengikuti jalur pembangunan yang membahayakan alam,” ungkapnya.
Selanjutnya, ASEAN dapat membuat perlindungan alam sebagai landasan bagi keberhasilan strategi ekonomi. Pasalnya, keanekaragaman hayati yang tinggi di Asia Tenggara, bentang alam yang utuh, termasuk hutan tropis, hutan bakau, serta ekosistem lainnya dapat menempatkan kawasan ini menjadi contoh tentang bagaimana memperoleh dan mengambil nilai dari alam.
Senada dengan itu, Professor Pervaiz Ahmed dari Sunway University, Malaysia mengingatkan bahwa sebagai bagian dari 17 negara dengan keberagaman terbesar (World’s 17 megadiverse nations), Indonesia, Malaysia, dan FIlipina memiliki kesempatan yang unik untuk melakukan riset, teknologi, dan kolaborasi yang bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang berdasarkan alam.
“Laporan ini menunjukkan keberhasilan negara anggota ASEAN tentang bagaimana perlindungan alam dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,” paparnya.
Namun contoh-contoh itu hanyalah permulaan dari apa yang bisa diraih lebih banyak lagi di masa depan. “Oleh sebab itu, kawasan ini dapat memanfaatkan kemajuan ilmiah dan teknologi terbaru,” ujarnya.
Adapun Komite Pengarah Global Campaign for Nature Zakri Hamid mengingatkan bahwa hampir 100 negara di dunia sudah bergabung dalam suatu koalisi negara yang mengkampanyekan target global untuk melindungi 30% lahan dan samudra dunia planet bumi di tahun 2030.
Sejauh ini, Kamboja adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang bergabung dalam koalisi tersebut, yaitu High Ambition Coalition for Nature and People (HAC). “Studi terbaru ini merupakan bukti yang kuat yang berlandaskan ekonomi dan ilmiah untuk mengajak semua negara ASEAN dapat bergabung dalam HAC,” pintanya.
Sementara itu, Professor Mahendhiran Nair dari Academy Sciences Malaysian & Sunway University, Malaysia menilai laporan tersebut cukup unik, karena mengusulkan strategi yang ingin terlepas dari perimbangan antara pelestarian keanekaragaman hayati dan pembangunan ekonomi, serta transisi menuju model pembangunan yang memperdalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan kemakmuran ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
“Untuk mencapai tujuan itu, perlu ada gerakan ke suatu pendekatan terhadap seluruh masyarakat di seluruh kawasan untuk mencapai imbal nilai (ROV) lebih besar bagi semua pemangku kepentingan di kawasan ini dan bagi masyarakat global,” paparnya.
Nilai tambah bagi masyarakat
Penelitian ini menunjukkan studi kasus yang berhasil dilakukan di kawasan ASEAN yang mengungkapkan bagaimana perlindungan alam telah berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi, serta memberi nilai tambah bagi masyarakat setempat. Studi ini diantaranya:
- Proyek Rimba Raya Biodiversity Reserve di Indonesia merupakan contoh keberhasilan dari solusi iklim berbasis alam. Proyek ini merupakan proyek REDD+ terbesar di dunia, yang berhasil menghambat deforestasi 65.000 hektar hutan yang awalnya akan diubah menjadi perkebunan sawit. Sebagai proyek kredit karbon terkemuka di dunia, pendapatan yang dihasilkan telah berkontribusi bagi keamanan pangan, peluang pendapatan, perawatan kesehatan, dan pendidikan bagi masyarakat setempat.
- Sebagai rumah bagi elang Filipina yang terancam punah, the Mt. Kitanglad Range Natural Park (MKRNP) di Filipina merupakan juga tanah asal leluhur tiga suku adat: suku Higaonon, Talaandig, dan Bukidnon. Kelompok adat ini berperan aktif dalam Dewan Pengelolaan Kawasan Lindung atau Protected Area Management Board (PAMB) dan berhasil mengurangi aktivitas ilegal serta perluasan ekowisata di taman ini.
- Sebuah prakarsa di Tun Mustapha Park (TMP) di Malaysia, yaitu taman laut seluas 898.763 hektar yang merupakan taman laut terbesar mencoba melestarikan keanekaragaman hayati, melindungi spesies langka, mengembangkan perikanan lokal, serta mengurangi kemiskinan bagi penduduk pesisir yang berpenduduk 85.000 orang. Sebagai bentuk kolaborasi di antara masyarakat setempat, badan pemerintah, mitra internasional, dan organisasi swadaya masyarakat, taman ini menaungi 250 spesies terumbu karang, 400 spesies ikan, serta berbagai spesies yang terancam punah, seperti ikan duyung, berang-berang, paus bungkuk, dan penyu.
- Sebuah proyek di Laos dan Vietnam berhasil melindungi 200.000 hektar hutan di sepanjang deretan pegunungan Annam dari aktivitas ilegal, mendorong pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan, dan melestarikan spesies unik serta keanekaragaman hayati. Proyek ini juga bertujuan untuk mengurangi emisi karbondioksida sebesar 1,8 juta ton dalam waktu lima tahun.
- Untuk memulihkan hutan bakau yang terdegradasi, sumber pangan penting, seperti madu dan kepiting, masyarakat setempat di Thailand mengkampanyekan larangan pembalakan komersial dari hutan bakaunya. Mereka kemudian melanjutkan dengan memulihkan serta melindungi ekosistem yang meningkatkan pendapatan mereka.
Laporan terbaru ini dilakukan bersamaan dengan berbagai negara di seluruh dunia, termasuk semua negara anggota ASEAN, menegosiasikan strategi global untuk melestarikan alam melalui Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati atau United Nations Convention on Biological Diversity (CBD).
Laporan ini sekaligus mendukung target global 30×30 (melestarikan sekurangnya 30% dari tanah dan samudera planet ini di tahun 2030) serta investasi dalam perluasan dan peningkatan area perlindungan dan pelestarian yang menjadi strategi pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi sosial yang efektif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diharapkan semua negara anggota ASEAN mendukung target global 30×30 di dalam negosiasi CBD serta mengimplementasikan di tingkat nasional, suatu pendekatan yang menyeluruh pada pembangunan ekonomi berbasis alam yang dicirikan dengan “8i” yakni: infrastruktur, info-struktur, modal intelektual, sistem integritas, insentif, institusi, interaksi, dan internasionalisasi.
Adapun dana yang dibutuhkan diusulkan melalui berbagai insentif ekonomi dan keuangan bagi pelestarian keanekaragaman hayati, termasuk ASEAN Biodiversity Conservation Sovereign Fund. Dengan demikian, pemerintah perlu menciptakan kemitraan baru yang efektif di seluruh sektor serta memanfaatkan sepenuhnya data ilmiah dan teknologi terbaik. (Jekson Simanjuntak)