KONAWE KEPULAUAN, BERITALINGKUNGAN.COM – Ratusan masyarakat di Mosolo Raya, Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara menggelar aksi penolakan tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP).
Masyarakat yang tersebar di Desa Mosolo, Desa Sinar Masolo, dan Desa Sinaulu Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara juga menolak sumbangan dan THR dari PT Gema Kreasi Perdana, anak usaha Harita Group.
Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Mosolo Raya (Hipmmosra) Suharno mengatakan warga penolak tambang di Roko-Roko Raya mendapat ancaman dan intimidasi, bahkan ada yang dilaporkan ke polisi.
“Kini perusahaan hendak mempengaruhi warga Mosolo Raya dengan rencana menyumbang sembako dan THR,” ujar Suharno melalui keterangan tertulisnya pada Rabu, (27/04/2022).
Sumbangan sembako dan THR menurut warga tak sebanding dengan kerugian yang akan dialami masyarakat dan lingkungan. “Seluruh risiko itu jauh lebih besar dan dalam waktu yang lama, tidak sebanding dengan janji-janji kesejahteraan oleh perusahaan,” katanya.
Suharno juga menilai, keberadaan tambang di Pulau Wawonii, termasuk tambang PT GKP sebagai cacat hukum.
“Merujuk pada amanat UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Wawonii sebagai pulau kecil tidak diprioritaskan untuk pertambangan,” ujarnya.
Bahkan, Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Provinsi Sultra menyebutkan, tidak ada alokasi ruang untuk tambang di pulau kecil Wawonii.
“Pemerintah cenderung memaksa, bahkan mengotak-atik rancangan RTRW Konawe Kepulauan yang sebelumnya tidak memuat alokasi ruang tambang kemudian memasukan ruang tambang,” terang Suharno.
Rancangan RTRW yang sudah disahkan menjadi Perda RTRW Konawe Kepulauan No 2 Tahun 2021, menurut Suharno sebagai tindakan penyelundupan hukum, untuk kemudian keberadaan perusahaan tambang memilik legitiamsi secara hukum.
“Padahal, naskah akademik, kajian lingkungan hidup strategis, draft RTRW, hingga proses pembahasan dan pengesahannya tertutup. Tidak pernah melibatkan warga pulau Wawonii,” tegasnya.
Selanjutnya, Suharno mendesak pemerintah segera mencabut izin tambang PT GKP, melakukan penegakan hukum atas tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan perusahaan terhadap warga Wawonii.
“Kami tuntut Menteri ESDM dan Menteri KKP untuk segera mengevaluasi operasi PT GKP, cabut izin tambang, dan proses hukum seluruh praktik kejahatannya atas lingkungan dan warga pulau Wawonii,” katanya
Sejak awal warga Mosolo Raya menolak tambang, karena letak konsesi tambang PT GKP di lereng gunung Roko – Roko Raya, Nambo Jaya Raya, dan Mosolo Raya yang membawa ancaman besar bagi air, lahan pertanian dan perikanan warga.
“Sumber air yang kami gunakan untuk minum, mandi dan memasak dari mata air langsung,” ungkap Wa Asna, Perempuan Petani dari Desa Sinaulu Jaya.
Asna menambahkan, “Ketika tambang masuk, maka, air akan tercemar. Saya sebagai ibu rumah tangga akan kesulitan mendapatkan air bersih.”
Warga desa Sinar Masolo lainnya, La Tonda, mengatakan tujuan mereka datang dari Buton Selatan ke Wawonii pada tahun 1955 untuk menanam kelapa, cengkeh, jambu mete, dan pala. Setelah itu dia menetap di pulau Wawonii.
“Rencana operasi tambang PT GKP di atas kampung kami, berpotensi besar melenyapkan tanaman pertanian dan perkebunan, sumber perekonomian utama warga,” ujarnya. (Jekson Simanjuntak)