Ingin Transisi Energi Berjalan Lancar, PLTS Kuncinya

Berita Lingkungan EBT Energi Baru Terbarukan Energi Bersih Energi Masa Depan Energi Ramah Lingkungan IESR Kemen ESDM News Terkini

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Peneliti, Spesialis Teknologi Energi & Kendaraan Listrik, Institute for Essential Services Reform (IESR) Idoan Marciano mengatakan, pemerintah berkomitmen penuh mewujudkan Indonesia yang mengedepankan penyelenggaraan energi baru dan terbarukan. Hal itu dibuktikan dengan Rencana Strategis Energi Nasional menuju bauran energi baru dan terbarukan sebanyak 23 persen di tahun 2025.

 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mendorong pemanfaatan panel tenaga surya di berbagai fasilitas publik. “Ini langkah konkret yang dilakukan dalam upaya transisi energi menuju energi terbarukan,” katanya.

 

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (atau PLTS) merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang paling potensial untuk dimanfaatkan di Indonesia. Pertama, karena sumber energi terbarukan ini memiliki potensi teknis terbesar di Indonesia. Kedua, karena sangat scalable, sehingga memungkinkan untuk digunakan dari skala terkecil hingga besar. 

 

“PLTS bisa diadopsi untuk skala residensial maupun bisnis dan industri,” tegasnya.

 

Ketiga, PLTS ini memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan sumber EBT lain, sehingga pemanfaatannya tidak membutuhkan lahan terlalu besar, dan penempatannya fleksibel.

 

Saat ini, sudah banyak implementasi panel listrik tenaga surya yang dikembangkan, mulai dari sumber listrik untuk green building sampai dengan sumber energi untuk penerangan lalu lintas dan fasilitas publik lainnya.

 

Sumber Energi Green Building

Transisi energi pada implementasi green building menjadi salah satu bukti konkret yang dilakukan pemerintah. Masjid Istiqlal adalah salah satu contoh rumah ibadah dengan konsep green building yang memanfaatkan panel tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan listriknya.

 

Masjid Istiqlal memiliki 504 unit modul solar dengan kapasitas masing-masing modul sebesar 325 WP (atau Watt Peak) yang dibuat sejak tahun 2019. Saat ini pasokan energi Panel Listrik Tenaga Surya di Masjid Istiqlal sudah memenuhi sekitar 16% dari total kebutuhan energi listrik. Namun, transisi menggunakan panel surya masih terus dikembangkan. 

 

Wakil Kepala Bidang Riayah Masjid Istiqlal Her Pramtama mengatakan, pihaknya mengajak publik untuk ikut berkontribusi meningkatkan kapasitas panel surya di Masjid Istiqlal melalui program wakaf energi. Dari pemanfaatan panel tenaga surya, pengelola Istiqlal bisa menghemat biaya operasional pembayaran listrik secara signifikan.

 

“Pemanfaatan panel tenaga surya, kami gunakan untuk pengadaan listrik untuk operasional AC, lampu sampai dengan CCTV. Dari sisi pengadaan awal instalasi PLTS, biaya yang dikeluarkan saat itu cukup besar, akan tetapi setelah itu tidak ada biaya lainnya, paling hanya membersihkan panel saja,” terangnya.

 

Dalam waktu dekat Masjid Istiqlal akan meningkatkan kapasitas listrik dengan menambah instalasi PLTS. Pasalnya, dengan pemanfaatan PLTS hasilnya sudah terlihat. Misalnya terkait penghematan penggunaan AC.

 

“Setelah kita lakukan improvisasi pengaturan energi langsung turun biaya listrik sampai dengan 15 persen dan tentunya saja energi ini berasal dari sumber ramah lingkungan yakni matahari” kata Her.

 

Sementara itu, Yodi Danusastro, konsultan green building yang mendampingi pengurus masjid Masjid Istiqlal menegaskan bahwa Istiqlal sudah melewati penilaian Masjid Ramah Lingkungan MUI (Ecomasjid).

 

“Tentunya prestasi ini didapat dari upaya renovasi gedung yang progresif untuk membuat gedung ibadah yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.

 

Yodi menyampaikan, dalam konsep green building, bukan hanya dari pengadaan listriknya saja yang diperhatikan, tetapi juga faktor lainnya seperti pengelolaan sampah. 

 

“Tujuannya green building itu bukan hanya konsep untuk bangunannya saja, tetapi juga untuk orang-orang yang berada dalam gedung tersebut, bagaimana perilakunya, apakah sudah melakukan budaya ramah lingkungan,” papar Yodi.

 

Oleh karena itu, pihak masjid telah mengeluarkan sejumlah imbauan. Misalnya, imbauan hemat lampu, dan hemat air di toilet. “Jadi, kita berupaya agar pada saat para jamaah masuk ke Istiqlal, mereka sudah masuk ke lingkungan yang ramah lingkungan. Sampahnya dibuang ke tempat sampah, airnya tidak dibuang-buang, energinya juga dipantau oleh manajemen dan dilakukan audit,” jelasnya.

 

Selain rumah ibadah, pemerintah juga akan mengedepankan implementasi green building untuk kantor pemerintahan. Salah satunya adalah gedung utama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, pelaksanaan implementasi green building sepatutnya tidak hanya berhenti di kantor pemerintahan dan rumah ibadah saja.

 

Peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT) Tenny Kristiana  menjelaskan, implementasi green building kebanyakan masih di tingkat pemerintah pusat. Ia berharap konsep tersebut tidak berakhir di pemerintah pusat saja, namun meluas ke pemerintah daerah .

 

Bahkan pemerintah pusat bisa juga membuat semacam pilot project di berbagai kota di daerah, termasuk mengadakan kompetisi antar perkotaan atau kabupaten. “Sehingga pemerintah daerah pun bisa berlomba-lomba untuk mengimplementasikan panel surya di gedung-gedung mereka,” katanya.

 

Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa sumber listrik dari batubara seperti yang disediakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memperburuk kualitas udara sehingga sumber listrik harus dialihkan dan sosialisasi terkait manfaat dari tenaga surya perlu ditingkatkan.

 

“Perlu adanya perubahan paradigma dan persepsi terkait panel surya ini. Di Indonesia, masyarakat yang mampu membeli PLTS kebanyakan masih belum mengetahui dan/atau belum menganggap ini sebagai sesuatu yang relevan dengan kebutuhan mereka,” ujarnya.

 

Oleh sebab itu, Tenny mengusulkan adanya gerakan literasi dari pemerintah sehingga masyarakat bisa melek teknologi, seperti mengetahui manfaat PLTS, hal-hal teknis hingga skema pembiayaannya. 

 

Selain itu, menurut Idoan Marciano, pemerintah perlu memberikan insentif finansial bagi masyarakat agar penerapan PLTS bisa lebih masif, mengingat bahwa harga yang terjangkau tetap menjadi faktor utama untuk beralih ke PLTS. 

 

“Kenapa saya optimis? Karena saya melihat ke depannya harga PLTS pasti akan jadi lebih murah secara global. Diperlukan juga proyek percontohan agar orang bisa terdorong untuk mengadopsi pemanfaatannya. 

 

Harapannya adalah ketika masyarakat Indonesia melihat ada efek yang baik dari pemanfaatan PLTS mereka akan ikut menerapkannya,” katanya.

 

Fasilitas Publik

Pemanfaatan panel tenaga surya sejatinya bisa digunakan untuk fasilitas publik di perkotaan. Misalnya penerangan jalan, penerangan taman sampai dengan operasional lampu lalu lintas. Kementerian ESDM membuktikannya dengan penerangan jalan umum yang menggunakan tenaga surya di 30 ribu titik yang menerangi jalan sepanjang 1.500 kilometer di 200 kabupaten/kota di Indonesia. 

 

Menurut Tenny, implementasi itu bisa memberi manfaat melampaui pelestarian lingkungan karena menjadi lebih hemat dari segi pembiayaannya.

 

“Saat ke daerah saya melihat lampu-lampu jalan memiliki PLTS kecil di atasnya. Memang secara kelistrikan tidak besar, tapi ini sangat berarti. Tidak berhenti pada penerangan jalan saja, pemanfaatan PLTS bisa digunakan untuk fasilitas publik lainnya,” katanya.

 

Di Amerika, sepengetahuan Tenny, instalasi PLTS dilakukan di bandara JFK di parkirannya. Sementara di Washington DC, stasiun kereta dimanfaatkan untuk instalasi PLTS. 

 

Hal yang sama juga di India, ketika bandara yang keseluruhan operasionalnya sudah menggunakan listrik dari PLTS. “Jadi aplikasinya ke depan akan banyak seperti itu. Dari sisi ruang publik, mungkin yang bisa dilakukan adalah melakukan pemetaan ruang publik mana saja yang bisa banyak mendapatkan manfaat dari instalasi PLTS,” terang Tenny.

 

Idoan juga mengamininya. Menurutnya, selain penerangan jalan, tenaga surya bisa digunakan untuk lampu lalu lintas. Semisalnya di Surabaya. Kebijakan itu sengaja diambil Pemerintah Kota Surabaya untuk mencegah terjadi pemadaman luas akibat ketergantungan sumber energi batu bara. 

 

Kebijakan tersebut sejalan dengan hasil COP26 di Glasgow pada awal November 2021. Hal itu memperlambat secara bertahap penggunaan batu bara yang bisa menjadi pintu pembuka untuk transisi energi yang lebih ambisius di tahun-tahun mendatang. 

 

“Untuk mendorong ketertarikan konsumen terhadap PLTS yang bisa dilakukan adalah misalnya penggunaan PLTS di lingkup pemerintahan sehingga bisa menjadi contoh bagi sektor swasta dan juga pribadi,” ungkapnya

 

Pendukung Transportasi Listrik

Sejauh ini, teknologi tenaga surya yang digunakan untuk penyelenggaraan transportasi publik yang berbasis listrik baru dilakukan di Shenzhen, China. Penggunaannya khususnya untuk transportasi dalam kota.

 

Salah satu tantangan terbesar dalam penyelenggaraan transportasi publik menggunakan tenaga surya adalah keterbatasan durasi operasional kendaraan. Namun sebenarnya, tantangan ini bisa diatasi jika ketersediaan stasiun pengisian baterai kendaraan listrik menggunakan tenaga surya bisa diperluas. Rencananya, pemerintah China akan membangun 900 ribu stasiun pengisian baterai dan 6 ribu fast charging station untuk kendaraan listrik sampai dengan 2035.

 

“Ini yang menjadi perhatian utama kami agar upaya menggunakan kendaraan listrik jangan sampai malah mendorong peningkatan emisi karbon. Maksudnya, untuk sektor transportasi, listriknya sebisa mungkin dihasilkan dari energi terbarukan,” ujar Idoan.

 

Pasalnya, selama ini, listriknya masih mayoritas dari batu bara. “Selain itu, kendaraan yang tidak bisa beralih ke kendaraan listrik bisa menggunakan bahan bakar alternatif seperti clean fuels,” imbuhnya.

 

Sementara itu, Tenny menambahkan, charging station kendaraan listrik yang bersumber dari PLTS menjadi kunci implementasi kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. 

 

Secara global, pemahaman akan pentingnya sumber energi yang terbarukan untuk kendaraan listrik semakin besar. Bahkan produsen kendaraan listrik dunia seperti Tesla dan Hyundai sangat aktif mengedepankan pemanfaatan PLTS untuk produknya. 

 

Seperti menjual paket kendaraan listrik dan PLTS untuk perangkat charging-nya. “Ini menunjukkan pihak swasta juga bisa terlibat dalam mengedepankan pemanfaatan PLTS untuk charging kendaraan listrik,” tandasnya. (Jekson Simanjuntak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *