JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM –Gerakan #BersihkanIndonesia mengecam keputusan pemerintah yang memaksakan pembangunan proyek gasifikasi batu bara lewat penandatanganan nota kesepahaman antara pemerintah Indonesia dengan Air Products and Chemicals, Inc (APCI) di Dubai baru-baru ini. Nota kesepahaman itu menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo tidak menepati janjinya untuk serius menangani persoalan krisis iklim dalam COP26 di Glasgow beberapa waktu lalu.
Peneliti Trend Asia Andri Prasetiyo menilai penandatanganan nota kesepahaman itu sebagai sebuah ironi. “Keputusan untuk tetap memaksakan pembangunan proyek gasifikasi adalah keputusan tidak konsisten dan hipokrit, yang menunjukkan Presiden Jokowi tidak memiliki komitmen nyata untuk menyelesaikan masalah krisis iklim,” katanya.
Di satu sisi, kepada komunitas internasional, Presiden Jokowi menyatakan serius mengatasi krisis iklim, namun di sisi lain, di dalam negeri ia justru mengambil kebijakan berbahaya dengan terus bergantung pada energi kotor batubara.
Pemerintah menyatakan, proyek gasifikasi batubara sebagai proyek strategis nasional karena dianggap meningkatkan nilai tambah komoditas batubara. Padahal, menurut Andri, proyek tersebut hadir dengan segudang masalah.
Selain dari sisi lingkungan, dari aspek ekonomi pun, proyek tersebut berpotensi besar akan merugikan keuangan negara. Di awal, proyek gasifikasi batubara diklaim akan meringankan subsidi atas LPG, namun dalam perkembangannya, proyek tersebut terus meminta kepastian subsidi agar produk bisa bersaing di pasaran.
“Proyek gasifikasi batubara berpotensi besar menjadi sebuah ‘investasi bodong’ bagi pemerintah. Alih-alih menghasilkan nilai tambah, proyek ini justru membuat pemerintah menanggung nilai investasi besar yang tidak menguntungkan,” papar Andri.
Ia menambahkan, “Investasi itu juga akan menguras kas negara akibat mengeluarkan subsidi yang tak perlu.”
Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2020), ke depan proyek gasifikasi batubara akan menggunakan batubara dengan total sebesar 103,3 juta ton per tahunnya.
Jumlah yang sangat besar itu hampir setara dengan jumlah besar konsumsi batubara untuk kebutuhan pembangkit listrik Indonesia yang mencapai 104,8 juta ton pada 2020.
Adila Isfandiari, peneliti Greenpeace Indonesia menjelaskan bahwa proyek gasifikasi batubara, selain memperlihatkan bahwa komitmen iklim pemerintah Indonesia masih setengah hati dan belum ambisius, ini sekaligus menegaskan betapa besarnya dominasi pemain batubara dalam kebijakan energi di Indonesia.
Ekstraksi batubara yang menjadi salah satu faktor terbesar deforestasi di Indonesia ditengarai membuat proyek gasifikasi batubara tidak layak disebut sebagai alternatif energi baru yang layak dipilih. “Melainkan hanya solusi semu bagi upaya penurunan emisi gas rumah kaca,” ujar Dila.
Sementara itu, Koordinator JATAM Nasional Merah Johansyah menyoroti proyek gasifikasi batubara Batuta Chemical Industrial Park (BCIP) yang melibatkan Air Products and Chemical Inc., bersama Konsorsium Bakrie Capital dan Ithaca Resources di Kalimantan Timur.
Ia berpendapat, proyek tersebut hanyalah tiket bagi Kaltim Prima Coal (KPC) untuk memperoleh perpanjangan izin otomatis dan insentif royalti ‘0’ persen yang akan semakin mengakumulasi pundi-pundi keuangan perusahaan raksasa batubara tersebut.
Sementara proyek yang sedang berlangsung saat ini telah menggusur lahan masyarakat adat Dayak Basap di Desa Keraitan dan Desa Tebangan Lembak di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur.
“Proyek ini berdiri di atas lahan 1000 hektar di pesisir dan bentang alam karst yang mengancam sumber air warga di sana,” tegasnya.
Proyek Air Products and Chemical Inc., diketahui telah menggusur puluhan warga dan melanggar hak asasi masyarakat adat dan masyarakat sekitar. “Ada derita rakyat yang jelas diabaikan oleh Presiden Jokowi, Menteri Investasi dan Pemerintah Dubai,” terang Merah.
Sebelumnya, Kamis (4/11), nota kesepahaman proyek gasifikasi batubara ditandatangani oleh Menteri Investasi merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia dengan perusahaan bidang pengolahan gas dan kimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals Inc (APCI) yang akan berinvestasi sebesar US$ 15 miliar atau setara Rp 210 triliun untuk pembangunan industri gasifikasi batu bara dan turunannya di Indonesia. Penandatanganan itu disaksikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo.
Penandatanganan itu terjadi tepat setelah lawatan Presiden Joko Widodo ke acara KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia. Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam COP26 dalam pertemuan terbatas dengan PM Inggris untuk segera bebas dari batubara pada 2040. (Jekson Simanjuntak)