BOLAANG MONGONDOW, BERITALINGKUNGAN.COM — Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi menegaskan, konflik perampasan lahan Masyarakat Adat Toruakat oleh perusahaan tambang PT. Bulawan Daya Lestari (DBL) di Kabupaten Bolaang Mongondow – Sulawesi Utara pada Senin 27 September 2021, merupakan cerminan dari banyaknya kasus konflik wilayah adat yang tidak diselesaikan secara baik oleh pemerintah.
Terkesan Izin diobral secara serampangan, demi mengejar investasi tanpa peduli lokasi yang ditunjuk tersebut milik siapa. “Juga tidak ada pengawasan serta evaluasi apakah perusahaan pertambangan tersebut melakukan perusakan lingkungan atau tidak”, kata Rukka melalui siaran pers pada Kamis, (30/9).
Ketiadaan perlindungan dari pemerintah telah menyebabkan masyarakat menjadi korban. “Pihak kepolisian yang diharapkan menjadi pelindung dan pengayom masyarakat ternyata tidak mampu berbuat banyak atas aksi kekerasan yang dilakukan oleh preman perusahaan,” katanya.
Oleh karena itu, Rukka mendesak agar seluruh aparat dan kelompok masyarakat yang bukan merupakan masyarakat adat setempat harus ditarik dari lokasi tersebut. Pasalnya, perusahaan bisa saja membawa masyarakat lainnya yang berasal dari luar, termasuk kampung sekitarnya.
Rukka juga mendesak Komnas HAM untuk segera mengambil langkah tegas dan cepat, menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM atas konflik lahan yang terjadi. Ini penting, sekaligus mencegah terjadinya konflik serupa di masa depan.
“Seluruh aparat dan warga yang bukan masyarakat adat setempat harus ditarik. Masyarakat Adat Toruaka sudah ada yang meninggal dan yang lainnya luka-luka, karena itu Komnas HAM harus segera bergerak dan melakukan investigasi,” pintanya.
Tindakan kekerasan terjadi telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. “Apalagi ini dilakukan oleh perusahan maupun pihak-pihak lain terhadap Masyarakat Adat Toruakat”, tegas Rukka.
Senada dengan itu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mempertanyakan kebijakan pemerintah daerah, terutama gubernur dan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang telah mengeluarkan izin tambang kepada PT BDL melalui SK 503/DPMPTSP/IUP-OP/241/X/2020.
Koordinator JATAM Merah Johansyah menyatakan, SK perizinan PT Bulawan Daya Lestari tercatat pada sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Perusahaan tersebut pemegang status Clean and Clear (CnC) Tahap 1.
“Bagaimana ceritanya pemerintah memberikan sertifikat CnC bagi perusahaan yang sejak awal ditolak masyarakat, menimbulkan konflik, bahkan diduga beroperasi di kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan,” tanya Merah.
Merah melihat adanya kejanggalan, berupa dugaan penerapan tanggal mundur untuk mendukung operasi PT BDL. Sebab di dalam sistem MODI ESDM, Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan DPMPTSP tercatat pada tahun 2020, namun tanggal berlaku tercantum sejak 11 Maret 2019 hingga 11 Maret 2029.
“Ini menimbulkan kecurigaan akan keabsahan kegiatan pertambangan di sepanjang tahun 2019 hingga 2020, sehingga dapat diduga sebagai periode operasi ‘ilegal’ atau tanpa dasar hukum,” terangnya.
Sementara terkait kasus penembakan warga Masyarakat Adat Toruaka, Merah menilai hal itu sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dan aparat dalam menyelesaikan seluruh konflik pertambangan yang ada di Indonesia.
“Penembakan terhadap masyarakat adat yang mempertahankan wilayah adatnya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab telah terjadi. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi pun telah berakhir pada awal tahun ini, dan kita minta ESDM tidak memperpanjang izin usaha perusahaan tersebut”, tegas Merah.
Merah juga mendesak dokumen-dokumen milik perusahaan dibuka ke publik. “Gubernur dan instansi terkait lainnya, termasuk ESDM segera mengevaluasi PT BDL. Lakukan penegakan hukum berupa mencabut izin operasi, sebab sudah memicu konflik berdarah dan diiringi pelanggaran hak asasi manusia dan hak masyarakat adat,” paparnya.
Berdasarkan penelusuran, perusahaan PT Bulawan Daya Lestari diketahui dimiliki perseorangan atas nama Edwin Efraim Tanesia dengan 95% saham kepemilikan dan Denny Ramon Karwur (5% saham kepemilikan). Secara struktur, Edwin Efraim Tanesia menjabat sebagai Komisaris dan Denny Ramon Kawur sebagai Direktur Utama bersama Jetty Roeroe S.IK dan Michael Tumbol sebagai Direktur.
Perusahaan yang memiliki luas konsesi sebesar 99.84 hektar itu, beralamat di Jl W.z. Yohanes No 12 Bumi Nyiur Manadi, Sulawesi Utara, No 12 Manado 95118.
Kronologis Peristiwa
Konflik pertambangan emas yang terjadi antara Masyarakat Adat Toruakat dengan PT. Bulawan Daya Lestari di Kabupaten Bolaang Mongondow – Sulawesi Utara pada Senin 27 September 202, telah memakan korban jiwa.
Seorang warga masyarakat adat Toruakat tewas tertembak di bagian dada dan 4 orang lainnya mengalami luka-luka akibat diserang sekelompok preman bayaran yang diduga direkrut perusahaan untuk melakukan pengamanan di lokasi tambang.
Sebelumnya, Masyarakat Adat Toruakat mendapatkan informasi bahwa pihak perusahaan memasuki wilayah adat dan merusak sejumlah kebun milik warga. Menyikapi informasi tersebut, warga melakukan musyawarah untuk memastikan lokasi dan mengecek batas-batas wilayahnya.
Untuk memastikan kelancaran, Masyarakat Adat Toruakat mendatangi Kepolisian Resort Bolaang Mongondow dan menyampaikan maksud kegiatan untuk melakukan pengecekan di lokasi. Pihak kepolisian pun menerjunkan tim pengamanan serta menghimbau masyarakat untuk tidak membawa senjata tajam.
Pada saat melakukan pengecekan lapangan, tiba-tiba warga setempat diserang oleh sekelompok preman. Pihak kepolisian yang hadir di lokasi tampak tidak melakukan tindakan apapun untuk mencegah terjadinya konflik, dengan membubarkan kelompok penyerang.
Menyikapi konflik yang telah makan korban ini, Masyarakat Adat Toruakat meminta pemerintah segera mengevaluasi dan mencabut izin PT. Bulawan Daya Lestari. Masyarakat adat juga mendesak Kapolri untuk menindak tegas pelaku penembakan dan menangkap para mafia tanah yang mengambil keuntungan dengan mengorbankan warga setempat. (Jekson Simanjuntak)