Tutup… tutup,
tutup TPL.
Tutup TPL sekarang juga!
Panjang umur perjuangan.
—Togu Simorangkir
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM, Togu Simorangkir (45), perwakilan dari TIM 11 yang melakukan aksi jalan kaki dari Toba hingga Istana Negara di Jakarta selama 44 hari meminta Presiden Joko Widodo segera menutup PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Togu berharap, setelah mendengarkan pemaparan tentang dampak kerusakan lingkungan dan kekerasan terhadap warga, presiden segera bertindak dan mengambil sikap.
“Ini sebagai reaksi dari peristiwa Natumingka 12 Mei lalu. Juga bentuk kegeraman kami terhadap TPL yang semana-mena kepada masyarakat adat,” tegas Togu pada sesi diskusi daring “Penyambutan TIM Aksi Jalan Kaki #TutupTPL dari Toba ke Jakarta”, Jumat (30/7).
Togu menambahkan, aksi ini merupakan akumulasi dari perlakuan PT. TPL terhadap warga dalam kurun waktu 34 tahun terakhir. Menurutnya, gerakan Tutup TPL telah dimulai jauh-jauh hari. “Kami ini hanya meneruskan saja,” katanya.
Karena itu, Togu tidak ingin dirinya disebut sebagai pejuang, apalagi pahlawan lingkungan bagi Bangso Batak (sebutan bangsa Batak) atas aksi yang mereka lakukan. “Saya belum sampai kesitu. Saya agak risih jika dibilang pejuang atau pahlawan,” ucapnya.
“Kami tidak lebih hebat dari teman-teman semua. Mari kita buang ego, buang atribut. Kita berlaku sebagai Bangso Batak yang tidak akan diam terhadap penindasan di Tano Batak,” ujar Togu menambahkan.
Itu sebabnya, dalam perjalanan selama 44 hari itu, Togu dan teman-temannya memiliki misi untuk membangkitkan kepedulian dan dukungan publik terhadap rusaknya ekosistem Danau Toba dan terganggunya ekonomi masyarakat akibat PT. TPL. Juga sebagai kampanye bahwa kawasan Danau Toba, sebagai danau terluas di Indonesia harus tetap lestari.
“Kondisinya sekarang sedang tidak baik-baik saja, pasca hadirnya PT. TPL,” terang Togu yang dikenal sebagai pegiat literasi di kawasan Danau Toba.
Tidak Saling Kenal
Selama diperjalanan, Togu mengungkapkan ada banyak cerita lucu dan menarik. Termasuk ketika ia melemparkan ide pertama kali untuk melakukan aksi jalan kaki yang sempat mendapatkan cemooh dari banyak pihak.
“Lucu kali ya, jika melakukan aksi jalan kaki dari Toba ke Jakarta,” ujar Togu.
Lalu dalam waktu singkat, ia berhasil mengumpulkan anggota tim. Semua anggota timnya merupakan orang-orang yang berintegritas dan punya kepedulian yang sama.
“Awalnya ada saya, trus ada Anita Martha “Oni” Hutagalung (petani), Irwandi Sirait (difabel), dan teman-teman lainnya. Selain itu, anak saya, Bumi Simorangkir ngotot ikut di aksi ini, padahal usianya masih kecil,” paparnya.
Dalam perjalanan ini, semua anggota tim awalnya tidak saling kenal. Pasalnya, mereka berasal dari berbagai daerah dan memiliki latar belakang yang berbeda. Mereka menjadi akrab pada H-1 sebelum keberangkatan.
“Baru saling kenal pada H-1. Mereka datang demi satu tujuan untuk kelestarian Bumi di masa datang. Itulah mengapa motto kami tulus, ikhlas dan militan,” ungkap Togu.
Tidak Dibayar
Togu memaparkan bahwa aksinya berjalan kaki selama 44 hari murni karena panggilan jiwa dan tidak ada pihak yang membiayai. Hal yang sama juga ketika ia harus memilih anggota tim dan menjelaskan konsekuensi yang akan dihadapi.
“Ini tidak ada uangnya. Tidak ada yang bayar, karena itu saya pilih orang-orang yang rela dan ikhlas.” tegasnya.
Togu juga mengingatkan, bahwa perjalanan panjang ini memiliki implikasi yang serius, seperti meninggalkan keluarga, menghadapi risiko selama di perjalanan hingga absen dari pekerjaan utama.
Selama melakukan aksi yang mereka sebut sebagai ‘perlawanan tanpa kekerasan’, tim juga menolak donasi dari sejumlah pihak. Hal itu semata-mata untuk menjaga independensi gerakan dan demi kelestarian Danau Toba agar bisa dinikmati oleh generasi mendatang.
“Banyak yang minta nomor rekening, tapi kami tolak. Kami hanya terima bantuan dari teman dekat yang sudah tahu kredibilitasnya,” kata Togu.
Di sepanjang perjalanan, Togu menyebut, “Tuhan bercandanya aneh”, ketika tim harus mencukupi kebutuhan mereka dengan dana seadanya. Sepanjang perjalanan, tim bertemu orang baik yang menaruh simpati dengan perjuangan mereka.
“Agus yang pegang duit, saat itu uang cash masih ada Rp10 juta yang diberikan sebelum berangkat. Untungnya Tuhan mencukupkannya untuk aksi kami hingga saat ini,” terangnya.
Hal itu terpaksa dilakukan, “bukan karena kami sombong. Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi yang memang murni jadi aspirasi kami. Bukan titipan” tegas Togu yang juga aktivis lingkungan hidup dan pencinta Danau Toba.
“Mohon maaf, kami masih bisa isi pulsa sendiri tanpa bantuan orang lain,” imbuhnya kemudian.
Banjir Dukungan
Setelah 44 hari melakukan aksi jalan kaki menuntut penutupan PT.Toba Pulp Lestari (TPL), Togu menyebut sambutan yang mereka dapatkan sangat hangat dan luar biasa. Bahkan saat tiba di ibu kota pada selasa, 27 Juli 2021, sejumlah sahabat, masyarakat dan juga elemen masyarakat sipil begitu menguatkan mereka.
“Mereka mengapresiasi aksi jalan kaki yang kami dilakukan dan mendukung perjuangan masyarakat di kawasan Danau Toba untuk menutup PT TPL,” kata Togu.
Dukungan tak hanya diberikan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang selama ini bersama-sama dalam Aliansi GERAK TUTUP TPL. Dukungan juga muncul dari Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Lamsiang Sitompul, Horas Bangso Batak, juga dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Rainforest Action Network (RAN), Green Peace Indonesia, dan berbagai organisasi lainnya.
Meskipun banjir dukungan, kehadiran TIM 11 sempat dihadang oleh kepolisian, saat hendak menuju ke istana kepresidenan. “Kami dihentikan polisi, tapi perlawanan kami tanpa kekerasan,” ucap Togu.
8 Kilometer Dari Istana
Selasa (27/7/2021) siang, saat TIM 11 melintasi Tugu Pemuda di Senayan, langkah mereka terhenti. Puluhan aparat dari Polres Metro Jakarta Pusat meminta mereka menjalani tes swab antigen. Saat itu mereka berjarak 8 kilometer dari istana negara untuk bertemu Presiden Jokowi.
“Kami distop polisi dan menjalani pemeriksaan swab antigen. Dari 11 orang, saya dinyatakan reaktif,” kata Togu.
Togu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, lalu dirujuk agar isolasi di rumah susun Pasar Rumput. Hanya semalam isolasi, Rabu (28/7) siang, Togu sudah keluar dan bergabung bersama teman-temannya. Dia tidak positif Covid-19.
Meskipun belum ada kepastian soal waktu bertemu Presiden Joko Widodo, Togu tetap optimis presiden akan mendengarkan langsung keluhan mereka.
“Kami optimis Jokowi akan menemui kami, karena dia telah menetapkan Danau Toba masuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Kita optimis saja, tidak ada pesimis,” katanya
Selanjutnya, TIM 11 akan tetap menunggu hingga kesempatan itu datang, sekaligus meningkatkan kesadaran publik bahwa Danau Toba sedang tidak baik-baik saja. Ini penting, agar publik mengetahui bahwa perusakan lingkungan sedang terjadi.
Jika ternyata keluhan mereka tidak di dengar oleh pemerintah, TIM 11 telah menyiapkan sejumlah langkah, mulai dari aksi di depan istana hingga Class Action. Namun Togu menegaskan, mereka tak ingin berandai-andai.
“Kami tidak pesimis. Kami ingin sampaikan bukti 30 tahun kekerasan TPL di tanah Batak kepada presiden. Tidak ada kata atau kalimat ‘seandainya’ TPL tidak tutup,” terangnya.
Selanjutnya, Togu mengajak semua orang untuk berdoa agar pemerintah mendengarkan suara mereka, sebagai jeritan hati rakyat Indonesia. Ia juga memastikan bahwa TIM 11 tidak lebih hebat dari yang lain, yang sejak lama telah menyatakan penolakannya terhadap PT. TPL.
“Kami tidak lebih hebat. Kita semua sama, karena ini gerakan bersama. Ini demi tanah batak. Toba lestari tanpa TPL,” pungkasnya.
Togu Simorangkir, Anita Marta Hutagalung, Irwandi Sirait bersama delapan orang pendamping, yang kemudian disebut sebagai TIM 11 menempuh perjalanan sejauh 1.700 kilometer dari Kawasan Danau Toba, Sumatera Utara sejak 14 Juni 2021. (Jekson Simanjuntak)