JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Koordinator Sekretariat Mountain Partnership FAO Yuka Makino mengajak semua orang turut berpartisipasi pada ‘Hari Gunung Internasional’ yang diperingati setiap tanggal 11 Desember.
Tahun ini, organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) menghadirkan peringatan hari gunung internasional dengan tema Sustainable Mountain Tourism atau wisata gunung berkelanjutan.
“Seperti yang anda tahu, tema hari gunung international tahun ini adalah Sustainable Mountain Tourism dimana wisata gunung api menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan,” ujar Makino pada sesi diskusi “Roadmap Pariwisata Gunung Api di Indonesia” yang digelar Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) pada19 Juni 2021.
Menurut Makino, yang juga Ketua Tim terkait Air dan Pegunungan Divisi Hutan FAO, pegunungan merupakan pusat dari daratan Bumi, dimana lebih dari separuh umat manusia bergantung pada air tawar pegunungan setiap harinya.
“Selain itu, pegunungan merupakan rumah dari keanekargaman hayati dan merupakan rumah bagi satwa-satwa yang terancam punah,” jelasnya.
Saat ini, pegunungan juga merupakan rumah bagi 1,1 miliar orang, dimana jumlah itu merupakan kurang lebih 50% populasi penduduk dunia.
Tak hanya itu, Makino mengatakan, pegunungan menunjukkan bahwa 62% dari masyarakat yang tinggal disitu berada di daerah pedesaan dengan pertanian sebagai aktivitas utamanya.
“Tak ketinggalan, pegunungan meliputi 27% dari bencana alam, mulai dari banjir, longsor, erupsi gunung api, hingga gempa bumi,” ungkap Makino yang memiliki pengalaman lebih dari 27 tahun mengelola program terkait manajemen risiko bencana dan geo-hazard.
Hal lain yang juga disoroti Makino adalah lokasi bencana yang merupakan tempat tinggal dan kebanyakan memiliki keterbatasan akses terhadap pasar, modal, pelatihan dan infrastruktur.
Belum lagi, secara global masyarakat yang tinggal di pegunungan kerap mengalami masalah terkait nutrisi dan ketahanan pangan. Pada 2000-2017, misalnya, diketahui ada persoalan ketahanan pangan di negara-negara berkembang yang masyarakatnya berada di kawasan pegunungan.
“Sedikitnya ada 240 – 350 juta orang yang terdampak di seluruh dunia. Angka ini kemungkinan bertambah seiring pandemi Covid-19,” kata Makino juga peduli terhadap manajemen sumber daya alam dan adaptasi perubahan iklim.
Sejarah Panjang
Menurut Makino, peringatan hari gunung internasional hadir dari sejumlah peristiwa penting yang menjadi tonggak sejarah. Salah satunya di tahun 1992, ketika diadakannya konferensi tingkat tinggi PBB tentang lingkungan dan pembangunan di Rio de Janeiro, Brasil.
“Saat itu, pada bab 13 dari 21 agenda diadopsi sebagai momen penting untuk fokus pada pembangunan gunung yang berkelanjutan dan pentingnya pengelolaan ekosistem yang rapuh,” terang Makino.
Makino menegaskan, “Ini adalah milestone dalam pengembangan kawasan pegunungan dan untuk pertama kalinya komunitas internasional berkumpul lalu bersepakat mengatakan gunung itu penting bagi dunia.”
Ketika dunia memberikan tensi, penekanan khusus juga investasi pada bidang pengelolaan kawasan pegunungan, satu dekade kemudian perhatian semakin besar terhadap kawasan gunung, sehingga terbentuk deklarasi yang memunculkan hari gunung internasional.
“Tahun 2002 disepakati sebagai hari gunung internasional dan menggagas kemitraan gunung,” katanya.
Sejumlah negara akhirnya resmi bergabung dalam program Mountain Partnership di tahun 2002, dimana FAO sebagai lead sektor merumuskan tentang hari gunung internasional.
“Sejak 2003, hari gunung internasional diperingati pertama kali pada 11 Desember,” ungkap Makino yang berpengalaman di sejumlah kawasan, seperti Asia Timur, Asia Selatan, Eropa Timur dan Afrika.
Peringatan itu sekaligus memberikan semangat untuk lebih peduli terhadap kelestarian pegunungan di seluruh dunia. Makino mengatakan, sejumlah negara yang hadir saat itu, sangat mendukung keberagaman sumberdaya, pengetahuan, informasi dan keahlian dari masing-masing negara anggota untuk tetap melestarikan gunung di wilayah masing-masing.
Saat ini, sepengetahuan Makino ada 422 anggota dari Mountain Partnership. Mereka berasal dari 60 pemerintahan, 336 grup utama dan 8 otoritas subnasional. Adapun sekretariat Mountains Partnership diselenggarakan oleh FAO, didukung penuh oleh Italia dan Swiss.
“Indonesia juga termasuk yang mendukung Mountain Partnership,” tegas Makino yang sempat bekerja di sejumlah negara seperti Bangladesh, Kamboja, Jepang dan Nepal.
Tema Hari Gunung Internasional
Khusus terkait dengan pemilihan tema hari gunung internasional, Makino menjelaskan bahwa FAO dan komite pengarah Mountain Partnership setiap tahunnya berkumpul untuk membahas hal itu.
Biasanya terjadi perubahan tema dari tahun ke tahun. Misalnya, dalam 15 tahun lalu, fokusnya lebih ke biodiversitas dan keberlangsungan ekosistem.
“Namun dalam beberapa tahun terakhir, fokus kita mulai bergeser pada perubahan iklim, ketahanan pangan, bencana dan manajemen. Lalu ada kawasan gunung, produk gunung, budaya gunung hingga pemuda,” kata Makino.
Tema-tema itu kemudian disebarluaskan oleh semua anggota Mountain Partnership, termasuk juga mengadakan serangkaian kegiatan. Terbukti pada peringatan hari gunung internasional tahun lalu, yang dimeriahkan dengan sejumlah acara.
“Kegiatan itu meliputi lomba foto, dimana ada 500 lebih foto yang diterima panitia dari 55 negara, dengan 3 usia grup,” ujar Makino.
Lalu ada pembuatan lembar fakta yang menggunakan 6 bahasa dan penyampaian pesan kunci yang juga dilakukan dalam 6 bahasa yang kemudian disebarkan melalui media sosial, sehingga diketahui secara global.
“Juga terbitnya publikasi terbaru terkait studi ketahanan pangan di kawasan pegunungan oleh Sekretariat Kemitraan Gunung, FAO dan UNCCD,” terang Mikano.
Hal lainnya, disebarluaskannya rilis dan kebijakan editorial oleh FAO terkait studi kerentanan kawasan pegunungan yang sempat dimuat oleh 20 outlet media di seluruh dunia.
Sementara pada level tertinggi, Sekretariat Kemitraan Gunung FAO menjadi tuan rumah even virtual pada peringatan hari gunung internasional. “Sedikitnya 70 kegiatan digelar berkaitan dengan hari gunung internasional yang diperingati di 28 negara, termasuk pada bulan Oktober yang fokus pada konservasi kawasan pegunungan,” terang Makino.
Hal lain yang juga menarik pada peringatan hari gunung internasional 2020 adalah didaulatnya Mira Rai sebagai duta Mountain Partnership yang baru. Mira adalah pelari perempuan khusus trail runner asal nepal yang telah berpartisipasi dalam banyak kompetisi internasional dan telah memenangkan banyak penghargaan. Dia juga penerima National Geographic Adventurer Award pada tahun 2017.
“Ini merupakan yang pertama kali diadakan di dunia. Mira juga sedang belajar tentang ketahanan pangan di kawasan gunung,” kata Makino.
Wisata Gunung Berkelanjutan
Setelah berembuk, Makino menegaskan, Sekretariat Kemitraan Gunung FAO mengajukan tema Sustainable Mountain Tourism pada peringatan hari gunung internasional, 11 desember nanti.
Menurut Makino, wisata gunung berkelanjutan menjadi penting saat ini, karena sejumlah hal. Pertama, berkaitan dengan peluang mata pencaharian, promosi pengentasan kemiskinan, inklusi sosial dan lanskap, hingga konservasi keanekaragaman hayati.
“Kedua, mendorong pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan dan mendorong penyediaan kebutuhan pengunjung/wisatawan, termasuk juga hadirnya industri dan komunitas,” terang Makino.
Ketiga adalah meningkatkan produk lokal dan komunitas lokal, termasuk juga festival lokal, sehingga sumberdaya lokal bisa berdaya saing dan memberikan nilai tambah.
Keempat, terkait peluang di masa pandemi Covid-19, seharusnya mampu diarahkan sebagai masa depan pariwisata gunung yang lebih tangguh, hijau, dan inklusif.
Contoh nyatanya, kata Makino bisa disaksikan pada komunitas Global Himalayan Expedition (GHE) di India yang hadir mengedepankan pariwisata gunung berkelanjutan yang lebih tangguh, hijau, dan inklusif.
“Mereka telah bertahan sejak lama dan memenangkan penghargaan internasional sebagai bisnis model, ketika berhasil mengembangkan turisme, teknologi, energi bersih, pendidikan digital, peluang mata pencaharian, hingga koneksi wireless di kawasan remote area,” papar Makino.
Menurut Makino, contoh lainnya adalah COFE atau Coalition of Fragile Ecosystem. Coalition of Fragile Ecosystem atau Koalisi untuk Ekosistem Rapuh (COFE) sebuah aliansi global yang berasal dari komunitas rentan yang tinggal di ekosistem rapuh. Mereka hadir untuk mengadvokasi secara global perlindungan ekosistem gunung dan pulau serta ketahanan populasi mereka.
“Didirikan pada tahun 2017 oleh Global Island Partnership (GLISPA) dan Mountain Partnership (MP), anggota COFE mengembangkan kombinasi antara pertanian, pariwisata berkelanjutan dan manajemen kerentanan air bersih, yang memang terjadi di kawasan pegunungan dan kepulauan,” ungkap Makino.
Salah satunya dilakukan oleh Republik Palau yang memiliki 300 gunung api, dan menjadi bagian dari Federasi Mikronesia yang berhasil mengembangkan pemberdayaan perempuan di program pariwisata. “Itu adalah bukti dari program wisata keberlanjutan,” tegas Makino.
Karena itu, dalam rangka memeriahkan hari gunung internasional, Makino mengajak Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam mengembangkan tema wisata gunung berkelanjutan, termasuk mengambil bagian dalam aksi bersama untuk membangun lingkungan yang lebih baik.
“FMI seharusnya turut memeriahkan hari gunung internasional, jauh sebelum tanggal 11 Desember dengan memanfaatkan jaringan, sumber daya dan informasi tentang gunung,” kata Makino.
Terakhir, Makino juga mengajak setiap orang untuk melakukan hal serupa dan tidak lupa mengabarkannya melalui imel info-imd@fao.org. Ini penting sebagai bagian dari sistem dokumentasi global.
“Kalian juga bisa menggunakan materi kampanye yang kami sediakan gratis di kanal media sosial Mountain Partnership. Karena itu, kami tunggu anda dan kita bersama-sama mengembangkan wisata gunung dan lingkungan yang berkelanjutan,” pungkas Makino. (Jekson Simanjuntak)