Geopark Rinjani, Warisan Indonesia Untuk Dunia

Berita Lingkungan Destinasi Wisata Geopark Geopark Rinjani Gunung Rinjani Terkini UNESCO Global Geopark Wisata Alam

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Rinjani kini masuk menjadi salah satu Geopark nasional sejak 2013, dan diakui sebagai UNESCO Global Geopark (UGG) pada 2018, setelah melalui penilaian panjang yang berlangsung sejak 2016. 

 

Data Pemprov Nusa Tenggara Barat menyebutkan, Rinjani memiliki kekayaan geo diversity, bio diversity, dan culture diversity di 48 geoside yang ada. Tak hanya itu, kearifan lokal masyarakat lingkar Rinjani juga menambah khazanah kekayaan budaya yang perlu dilestarikan.

 

Georpark atau taman dunia menjadi konsep wisata baru yang dikembangkan Kementerian Pariwisata. Konsep geopark sendiri mengacu pada pengembangan kawasan yang memberikan pengaruh terhadap konservasi, edukasi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diperkenalkan pertama kali oleh UNESCO pada 2000-an, geopark tidak hanya menjaga kelestarian alam, namun juga meningkatkan taraf hidup masyarakat.

 

Dalam statusnya sebagai geopark dunia, Rinjani kini menjadi destinasi wisata yang sejajar dengan destinasi wisata yang tersebar di berbagai belahan dunia. Dengan daya tarik wisata yang beragam, seperti wisata alam, wisata petualangan, wisata minat khusus, wisata ekologi dan geologi, kawasan Gunung Rinjani akan terus hadir sebagai destinasi wisata utama di NTB dengan Segara Anak sebagai ikonnya.

 

Ketua Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI) Heryadi Rachmat yang terlibat sejak awal dalam penetapan Rinjani sebagai geopark mengatakan, usulan itu digagas sejak tahun 2008.

 

“Tahun 2008, ada tim yang melakukan survei pertama di Gunung Rinjani untuk melakukan identifikasi potensi geopark yang ada disana,” kata Heryadi yang saat itu menjabat Kadis ESDM NTB.

 

Usulan itu juga tak bisa dilepaskan dari peran Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI) yang turut melakukan identifikasi di kawasan Rinjani.

 

“Dan ini adalah hasil keputusan dari pengurus MAGI. Jadi sejak dibentuk tahun 2007, kemudian tahun 2008, MAGI melakukan banyak hal, seperti membuat peta lintasan, dimana objek-objek potensial yang bisa dijadikan destinasi wisata,” tutur Heryadi yang menjadi inisiator Geopark Indonesia sejak 2007.          

 

Heryadi mengatakan, penetapan geopark Rinjani sejatinya menghabiskan waktu lebih lama, yakni selama 10 tahun. Pasalnya, Rinjani harus mampu menghasilkan pengembangan kawasan wisata alam dengan prinsip konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat.

 

Environmental sustainability menjadi isu internasional dan semua negara berusaha menjaga dan meningkatkan kualitasnya dalam upaya memenangkan persaingan bisnis pariwisata global, karena bila produk pariwisata suatu negara tidak menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan, akan ditinggalkan wisatawan,” ungkap Heryadi.

 

Indonesia sendiri memiliki sekitar 40 geoheritage yang tersebar di berbagai provinsi yang dikembangkan sebagai kawasan geopark nasional, dan 6 di antaranya telah dan akan diakui UNESCO sebagai bagian geopark dunia. 

 

Terus Berevolusi

Rinjani, gunung api berkaldera dan berdanau-kawah, telah lama menjadi daya tarik wisata. Gunung api yang terletak di gugusan kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Island) itu memiliki evolusi yang panjang. Terakhir adalah erupsi Gunung Barujari di tahun 2015 yang merupakan anak gunung api Rinjani, menjadi bukti bahwa evolusi masih terus berlangsung.

 

“Erupsi Barujari yang meletus kemarin, menarik kita untuk mengenali sejarah evolusi Rinjani,” ujar Heryadi Rachmat

 

Rinjani (3726 m) yang terletak di Pulau Lombok bagian utara, Nusa Tenggara Barat merupakan gunung api tertinggi kedua di Indonesia. Gunung api ini memiliki ciri khas berupa kerucut yang tumbuh di tepian kaldera bagian timur, di dalam kalderanya terdapat danau kaldera berbentuk bulan sabit, dan kerucut baru yang muncul dari dalam danau tersebut. 

 

“Kalderanya dinamakan Segara Anak, dan kerucut barunya disebut Gunung Barujari,” kata Heryadi yang sempat menjadi pegawai direktorat vulkanologi pada 1982-1986.

 

Adapun Danau Segara Anak (2008 m), menurut Heryadi merupakan danau kaldera dengan gunung api aktif yang tertinggi di Indonesia, bahkan di dunia. Selain itu, meskipun kalderanya tidak tinggi, namun dasar danaunya mencapai 2000 m, yang merupakan bagian dari gunung api aktif.

 

“Untuk itu, kita bisa memproklamirkan bahwa Rinjani merupakan gunung dengan kaldera tertinggi di dunia yang didalamnya terdapat gunung api aktif,” terang Heryadi.

 

Letusan-letusan besar pernah mewarnai Rinjani sepanjang sejarahnya, sejak induknya yang berumur sekitar satu juta tahun yang lalu, hingga di masa sejarah manusia modern kini. 

 

“Sebuah letusan yang sangat dahsyat, 7 pada skala VEI (volcanic explosivity index) yang dampaknya setahun kemudian melanda hingga ke Eropa pada abad ke-13 dan baru terungkap di awal abad ke-21,” ungkap Heryadi yang pada 1982-1986 menjadi pegawai direktorat vulkanologi.

 

Letusan-letusan itu, selain menghasilkan keragaman batuan, juga memberikan lanskap yang bernilai estetika tinggi. Karena keindahannya, Rinjani kini termasuk gunung yang favorit untuk di daki, dan beserta lingkungan lainnya dari puncak hingga pantai, merupakan kawasan geopark nasional Rinjani. 

 

“Karena itu, karakter Rinjani perlu terus digali dan informasinya dikemas secara menarik dan disajikan dalam rangka mitigasi bencana maupun pemanfaatannya sebagai kawasan wisata gunung api,” kata Heryadi Rachmat.

 

Gunung Rinjani Tua

Heryadi Rachmat menjelaskan, jika sejarah letusan yang membentuk morfologi Gunung Rinjani seperti sekarang ini, dimulai pada masa Plistosen atau sekitar satu juta tahun lalu. 

 

Jauh sebelumnya, pada Zaman tersier, Kala Miosen (11 juta tahun lalu), secara bertahap terbentuk formasi Gunung Api Tua akibat adanya pergerakan Lempeng Australia kearah utara dan bertumbukan dengan Lempeng Eurasia. 

 

“Formasi batuan itu dikenal dengan istilah Old Andesite Formation (OAF) yang kini terdapat berderet di bagian selatan Pulau Lombok, menempati kawasan wisata Pantai Kute (Mandalika),” ujar Heryadi.

 

Pergerakan Lempeng Australia yang merupakan lempeng samudra tersebut terus berlanjut pada Zaman Kuarter tepatnya Kala Plistosen sampai sekarang, menabrak dan menyusup di bawah Lempeng Eurasia yang merupakan lempeng benua, menghasilkan deretan gunung Kuarter. 

 

Akibatnya, kompleks Gunung Rinjani Tua yang tingginya sebelum membentuk kaldera mencapai lebih dari 4.000 m diatas permukaan laut. “Ini satu-satunya kompleks gunung api aktif Kuarter yang tumbuh di bagian utara Pulau Lombok,” tegas Heryadi.

 

Gunung Rinjani Tua, kelak dikenal dengan nama Samalas, secara berangsur-angsur terus aktif tumbuh membentuk gunung api strato, sejalan dengan pergerakan lempeng yang mempengaruhinya. 

 

Selanjutnya, dikarenakan kubah kawah Rinjani Tua tersumbat oleh hasil aktivitas magma berupa lava, maka secara bertahap aktivitasnya berpindah ke bagian yang paling lemah, yaitu kearah lereng timur Rinjani Tua. 

 

“Proses ini akhirnya membentuk gunung api baru yang dikenal dengan nama Rinjani yang  tingginya hampir menyamai tinggi Gunung Rinjani Tua,” papar Heryadi.

 

Tahap berikutnya, aktivitas magma berhenti sementara dan kedua lubang kaldera Rinjani mengalami penyumbatan oleh aliran lava sebelumnya yang membeku. Pada saat kedua lubang kaldera tersebut tersumbat, terjadi peningkatan kegiatan magma menghasilkan akumulasi gas yang besar serta dorongan magma yang kuat. 

 

Karena dorongan magma dan gas melebihi kekuatan sumbatan, maka terjadilah letusan dahsyat dari Rinjani Tua (Samalas) membentuk kaldera yang disebut Kaldera Rinjani. 

 

“Kaldera yang juga disebut sebagai Kaldera Samalas memiliki diameter sekitar 7,5 x 6 km dengan kedalaman rata-rata dari bibir sampai dasar kaldera mencapai 750 m,” ungkap Heryadi yang kini menjabat staf khusus Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).

 

Gunung Rinjani, kini telah terdaftar sebagai UNESCO Global Geopark (UGG). Untuk memudahkan wisatawan, di lokasi telah dipasang model sign board (papan interprestasi geowisata). Papan tersebut dipasang, dengan tidak menghalangi pemandangan ke kaldera Rinjani. 

 

“Isi papan tersebut menceritakan evolusi dari kaldera tersebut dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti publik,” kata Heryadi.

 

Selain itu, pada tahun 2002, saat masih menjabat Kadis ESDM NTB, Heryadi Rachmat sempat menerbitkan buku populer berjudul “Gunungapi Nusa Tenggara Barat”. Buku itu berisi hasil penelitian gunung api Rinjani, termasuk analisa kimia, petrografi, deping, dan hal-hal lain yang jarang diketahui publik.

 

“Buku itu mendapat apresiasi yang cukup baik dari Prof. Dr. J.A. Katili yang merupakan bapak geologi Indonesia. Itu membuat saya semakin bersemangat untuk menggali lebih dalam terkait Rinjani,” pungkas Heryadi. (Jekson Simanjuntak)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *