KEPULAUAN SERIBU, BERITALINGKUNGAN.COM — Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati resmi mengumumkan perayaan Hari Keanekaragaman Hayati tahun ini dengan tema We are part of the solution #ForNature. Tema itu dipilih sebagai kelanjutan dari momentum tahun lalu yang berjudul Our solutions are in nature.
Manajer Program Ekosistem Kelautan Yayasan KEHATI Yasser Ahmed mengatakan, sejak tahun 2017, lembaganya bersama Divers Clean Action (DCA) melalui Program Save Ocean and Small Islands (SOSIS) mencoba memberi solusi dari berbagai permasalahan yang terjadi di Pulau Harapan.
“Antara lain melalui kegiatan penanaman mangrove, restorasi terumbu karang, pengelolaan sampah plastik, dan pembuatan Toko Cura (isi ulang produk kebutuhan rumah tangga),” ujar Yasser di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu.
Untuk menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas, Program SOSIS telah melibatkan banyak pihak, mulai dari mahasiswa, komunitas, perusahaan swasta, dan pemerintah setempat.
“Sebagai daerah tujuan wisata populer di DKI Jakarta, Pulau Harapan harus memiliki daya tahan dan keberlanjutan yang tinggi, terutama dalam menghadapi isu perubahan iklim,” ujar Yasser Ahmed.
Yasser mengatakan, kesadaran itu yang harus dibentuk, tidak hanya oleh warga lokal, namun juga melibatkan wisatawan yang datang berkunjung.
Toko Cura, Isi Ulang Kebutuhan Rumah Tangga
Pulau Harapan merupakan salah satu pulau berpenghuni di Kepulauan Seribu yang padat penduduk. Data Kelurahan Pulau Harapan mencatat, pulau seluas 6,7 Ha itu dihuni oleh 2.462 jiwa atau 468 KK.
Pulau yang merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Seribu yang berada di sisi utara itu memiliki sejumlah potensi wisata alam yang bisa dikembangkan. Kegiatan seperti berenang, snorkling, melihat penangkaran penyu di Pulau Kelapa Dua, hingga penangkaran elang bondol di Pulau Kotok, siap memanjakan wisatawan.
Sebagai lokasi tujuan wisata, Pulau Harapan selalu ramai dikunjungi, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Tercatat pada tahun 2020, kunjungan wisatawan mencapai 222.253 orang.
“Namun sayang, daerah yang statusnya berada di Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu itu menyimpan masalah, salah satunya adalah sampah plastik,” kata Yasser.
Tercatat pada tahun 2020, aktivitas rumah tangga di Pulau Harapan memproduksi sampah sebanyak 20 ton/ bulan, dimana 21% merupakan sampah plastik. Jumlah tersebut belum termasuk yang berasal dari sampah kiriman maupun aktivitas pariwisata.
Untuk mengatasi persoalan terebut, sejak tahun lalu, Yayasan KEHATI dan DCA menginisiasi pembukaan “Toko Cura”, yaitu toko yang menjual berbagai produk kebutuhan rumah tangga isi ulang, seperti sabun mandi cair, sampo, deterjen, karbol hingga produk cair lainnya.
“Di Pulau Harapan baru terdapat satu Toko Cura yang dikelola oleh ibu-ibu Bank Sampah Tanjung Harapan,” ungkap Yasser.
Khusus terkait pola pengelolaan Toko Cura, seperti display produk, pemasaran, pencatatan stok, dan manajemen tim, Yayasan KEHATI menggandeng The Body Shop untuk memberikan pelatihan kepada warga.
“Termasuk, bagaimana toko dapat menjadi sarana edukasi dan kampanye pelestarian lingkungan kepada wisatawan,” ujar Yasser.
Sebelumnya, Yayasan KEHATI dan DCA juga melakukan pendampingan terhadap bank sampah, termasuk menginisiasi pembuatan eco-brick dari limbah plastik yang dilakukan oleh ibu-ibu di Pulau Harapan.
“Kedepannya kami berharap, model Toko Cura bisa diadopsi di daerah tujuan wisata lainnya, sehingga permasalahan sampah plastik dapat dikurangi,” pinta Yasser.
Sesuai dengan tema Hari Keanekaragaman Hayati tahun ini, Yasser berharap, masyarakat Pulau Harapan mampu menjadi contoh nyata tentang bagaimana mengatasi permasalahan sampah di tingkat tapak. (Jekson Simanjuntak)