KUPANG, BERITALINGKUNGAN.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (Balai KKPN) Kupang didukung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melakukan survei untuk memantau kondisi terumbu karang pascabencana siklon Seroja yang melanda 21 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 22 – 29 April 2021 tersebut, sekaligus mengidentifikasi kerusakan dan perubahan sebaran terumbu karang dari data awal yang dimiliki.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP TB Haeru Rahayu menilai survei kondisi terumbu karang pascabencana menjadi penting, mengingat dampaknya mencakup kawasan konservasi laut yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi.
“Hasilnya akan memberikan alternatif solusi yang diperlukan untuk memastikan agar kondisi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dapat pulih kembali dengan cepat,” papar Haeru.
Sementara itu, Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi menjelaskan bahwa survei cepat telah dilakukan di 19 titik lokasi di sekitar perairan Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Rote Ndao.
“Survei dilakukan menggunakan drone untuk memantau secara cepat kerusakan terumbu karang dengan cakupan yang luas, dan metode transek sabuk pada tubir terumbu dan rataan karang melalui pengamatan langsung dengan snorkeling untuk mendapat informasi kerusakan karang,” papar Imam.
Sejauh ini, survei menunjukkan indikasi kuat bahwa siklon Seroja yang mencapai 75 km/jam telah menyebabkan kerusakan cukup besar pada terumbu karang meskipun tidak merata di semua tempat.
Dari 7 lokasi terumbu karang di Teluk Kupang dan perairan sekitarnya, ditemukan fakta bahwa perairan di sekitar Kuanheum dan Lifuleo tidak terdampak oleh siklon Seroja. Sementara di perairan Alak dan Nitneo terdampak sedang, dan di wilayah Kelapa Lima, Pasir Panjang, serta Namosain kondisi terumbu karangnya sangat mengenaskan.
Adapun hasil survei di 12 lokasi pada Kabupaten Rote Ndao, menunjukkan bahwa di perairan Sedeoen, Mbueain, Pulau Nuse, Faifua, Papela, dan Tesabela tidak ditemukan dampak. Sementara perairan Maubesi, Sotimori, dan Siomeda terdampak sedang, dan dampak badai Seroja terbesar terdapat di perairan Tolama, Dengka, serta Tua Natuk.
Mengenai hasil kajian cepat tersebut, Rusydi, pakar kelautan dari Universitas Muhammadiyah Kupang, menjelaskan bahwa kerusakan berat ditandai dengan banyaknya karang masif, bercabang, dan karang foliose yang berserakan dan menumpuk membentuk gundukan memanjang sejajar garis pantai dengan luas tertentu.
“Sebagai contoh pada wilayah perairan Tolama sampai Tuanatuk, panjang gundukan sekitar 8 kilometer dengan tinggi berkisar 1-3 meter dari dasar laut,” kata Imam.
Pada area yang sangat terdampak, nyaris tidak ada karang hidup pada radius sekitar 10 meter dari gundukan koral.
Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman menilai perlunya tindak lanjut dari survei tersebut untuk mendukung kajian lebih rinci akibat dampak badai Seroja terhadap ekosistem terumbu karang.
“Sebagai negara kepulauan dengan ancaman bencana yang tinggi, kajian ini sangat dibutuhkan dalam merancang langkah-langkah penanganan ekosistem terumbu karang pascabencana secara nasional,” pungkas Muhammad Ilman. (Jekson Simanjuntak)