Jurus Bertahan Industri Wisata Selam

Berita Lingkugan Diving Greentips Industri Wisata Selam Menyelam New Normal Pandemi Covid-19 Penyelam Terkini

oleh: Jekson Simanjuntak

 

Ditemui di rumahnya di Tajur Halang, Bogor, Amet Girindra, instruktur selam dari Rockstar Dive bercerita tentang betapa merosotnya industri wisata selam di masa pandemi ini.

 

Salah satu kekhawatirannya yang kemudian terbukti adalah sulitnya mencari murid untuk sertifikasi open water, termasuk mencari peserta fundive. Saat ini, banyak dari penyelam rekreasi mengalami kesulitan finansial.

 

Kondisi yang dikeluhkan Amet juga dialami oleh hampir semua dive center dan operator menyelam di Indonesia. Tak sedikit yang akhirnya beralih profesi mencari peruntungan baru.

 

Ketua Umum Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI) Ricky Soerapoetra membenarkan bahwa industri wisata selam mengalami dampak terburuk, akibat pandemi ini.

 

“Perlu diingat, kita ini kan, sub-bidang industri pariwisata, khususnya pariwisata alam. Kita mengalami penurunan dan kenaikan yang progressif dimasa pandemi ini,” ujar Ricky.

 

Menghadapi pandemi seperti sekarang ini, Ricky Soerapoetra memastikan, PUWSI tidak berdiam diri. PUWSI juga turut andil mendukung digalakkannya protokol kesehatan, meskipun kegiatan wisata alam memiliki risiko lebih rendah terpapar Covid-19.

 

“Kita mendukung pemerintah, termasuk dengan terlibat di penyusunan panduan teknis wisata selam dimasa pandemi,” terang Ricky yang juga pengelola Kristal Klear Dive (KKD) Dive Center.

 

PUWSI ikut menyusun CHSE yaitu Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan dan Kelestarian Lingkungan di masing-masing bidang pariwisata, termasuk usaha wisata selam. Hal itu diperlukan sebagai langkah antisipasi, ketika wisata menyelam kembali bergeliat.

 

Kita sudah berhasil menginfluence pemerintah agar membuat sebuah peraturan protokol wisata selam. Itu udah sampai ke level menteri dan sekarang sudah di sosialisasikan juga,” ujar Ricky.

 

Di masa pandemi ini, Ricky memahami jika kunjungan wisatawan asing ke Indonesia sangat minim, bahkan bisa dibilang tidak ada. Artinya wisatawan yang masuk jumlahnya ‘nol’.

 

“Berarti, pendapatan dari penjualan dan juga expenditure dari international travelerdiver juga tidak ada. Tidak ada yang datang diving ke Indonesia,” papar Ricky.

 

Karena itu, menurut Ricky, peluang yang tersisa cuma dari domestik, yakni lokal (WNI) dan WNA yang ada di Indonesia. “Jumlah itu pun, jika tidak ada pandemi, tidak sebanyak wisatawan asing yang datang dan pergi,” katanya.

 

Kini peluang Indonesia di bisnis usaha selam hanya berasal dari domestik. Lalu dimanakah orang-orang itu?

 

“Rata-rata adanya di Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta. Kebanyakan diver-diver itu ada disini dan juga di kota-kota besar lainnya,” papar Ricky.

 

Dukungan Pemerintah Lewat CHSE

Staf Khusus Menteri Parekraf Bidang Digital & Industri Kreatif Ricky Y Pesik menyebut pemerintah sangat mendukung industri sektor pariwisata, khususnya wisata selam  untuk bangkit kembali. Salah satunya dengan menerapkan panduan protokol kesehatan berbasis CHSE di masing-masing sektor usaha.

 

“Hal ini dilakukan mengingat protokol CHSE dirasa penting untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata Indonesia,” tegas Ricky saat membuka acara Sosialisasi Panduan Pelaksanaan CHSE Usaha Wisata Selam di Manado, 2 Oktober lalu.

 

Menurut Ricky, industri usaha selam merupakan salah satu industri yang telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, karena kegiatannya menyangkut keselamatan. Sehingga, tanpa ada Covid pun, protokol di dunia diving sudah ketat.

 

“Jangan-jangan dengan adanya Covid-19, kita kembali basic to basic agar menerapkan protokol di dunia penyelaman,” kelakar Ricky.

 

Karena itu, Ricky meyakini, bisnis usaha selam seharusnya sektor yang paling siap menghadapi pandemi global. Termasuk menciptakan kepercayaan dari berbagai pihak (baca: di dalam dan luar negeri), bahwa diving di Indonesia sangat aman dari Covid-19.

 

“Karena itu, kita perlu menyosialisasikan panduan yang sesuai CHSE kepada pelaku industri selam, dan sebagai acuan dalam melaksanakan wisata selam yang aman dan nyaman bagi wisatawan di masa pandemi,” terang Ricky.

 

Untuk mendukung sertifikasi CHSE, pemerintah telah dilakukan kerjasama lewat lintas lembaga untuk menghasilkan sertifikasi yang akurat, yang reputasinya bisa dipertanggungjawabkan. “Nantinya, sertifikat itu menjadi standar acuan baru,” kata Ricky Y Pesik.

 

Daniel Abimanyu Carnadie, selaku tim penyusun CHSE menjelaskan, panduan tersebut dapat diikuti dengan mudah. Selain itu, sertifikasi tidak dipungut biaya alias gratis.

 

“Semua pelaku usaha wisata selam yang legal dan telah mematuhi aturan yang berlaku boleh ikut. Pedomannya juga sangat lengkap dan mudah dipahami,” ujar Abimanyu Carnadie yang akrab disapa Abi.

 

Abi menyebut pedoman CHSE ini, meskipun sifatnya tidak wajib, akan sangat membantu ketika promosi mulai digencarkan. Panduan ini akan membuktikan bahwa Indonesia memiliki sistem keselamatan dan prasarana yang baik.

 

“Paket sertifikasi akan dilaksanakan tahun ini untuk semua pelaku wisata selam. Mudah-mudahan bisa terlaksana,” harap Abi.

 

Di tahap awal, Abi meminta para pelaku usaha selam mempelajari terlebih dahulu poin-poinnya penting di dalam CHSE. Seperti panduan umum dan panduan khusus terkait standar keselamatan

 

“Panduan umum berkaitan dengan hal-hal umum, sementara panduan khusus sudah spesifik. Bagaimana kita di lingkungan kerja, melayani pelanggan dengan aktivitasnya, apakah diving atau training, LOB, latihan di kolam renang. Cukup clearindikator-indikatornya,” ujar Abi.

 

Sementara itu, Field Representative DAN World di Indonesia, Bayu Wardoyo menilai kerja sama dengan Kemenparekraf dalam penyusunan pedoman CHSE memberi arti yang sangat besar bagi kemajuan industri wisata selam tanah air.

 

“Ketika DAN dihubungi Kemenparekraf untuk membantu membuat panduan CHSE ini, dan karena DAN merupakan badan keselamatan dan kesehatan penyelam dunia, kami sangat mendukung,” ujar Bayu Wardoyo.

 

Sejak awal, DAN Indonesia justru ingin memunculkan integrasi dan komunikasi dengan semua pihak lintas instansi. “Kebetulan disini ada dari jajaran TNI, Polairud, Basarnas. Karena satu yang penting dari protokol ini selain panduan kebersihan, juga rencana tindakan darurat,” ungkap Bayu.

 

Pedoman CHSE menurut Bayu menjadi topik penting dari promosi wisata selam di Indonesia. Semua penyelam di dunia menjadi tahu, karena selain protokol kesehatan, ternyata Indonesia memiliki rencana tindakan darurat yang otomatis ter-update, meskipun sedang mengalami pandemi Covid-19.

 

Jika dilihat dari buku panduan tersebut, Bayu Wadoyo menyebut ada 33 item yang secara khusus dibuat oleh DAN Indonesia. Diantaranya, rencana tindakan darurat dengan pusat informasi yang bisa dihubungi kapan saja dan dimana saja.

 

“Disini ditulis langsung instansi setempat, seperti TNI, Polairud, Basarnas. Karena ini sifatnya nasional, maka akan memudahkan teman-teman di daerah,” papar Bayu.

 

Selain itu, menurut Bayu, mulai tahun ini DAN telah mengaktifkan nomor saluran darurat yang sifatnya lokal. “Jadi nomornya +62 dan pulsanya juga lokal,” terang Bayu.

 

Dengan adanya fasilitas itu, semua dive operator maupun penyelam dapat memanfaatkannya. Termasuk berkonsultasi mengenai keselamatan penyelaman.

 

Namun dari semua itu, pedoman CHSE berhubungan erat dengan kepercayaan diri para dive operator dan juga tamu. “Ini kan, dua-duanya terkait. Tamunya merasa aman, dan yang melayani tamu merasa secure, karena kalo terjadi apa-apa ada pihak yang bisa membantu,” pungkas Bayu.

 

Sementara itu, Ricky Soerapoetra selaku Ketua PUWSI mengapresiasi langkah pemeritah menerbitkan panduan CHSE di saat pandemi. Ia meyakini, asosiasi seperti PUWSI merupakan jembatan antara pelaku usaha selam dengan pemerintah untuk mengatasai sejumlah persoalan yang timbul.

 

“Karena itu, semua keluhan dan persoalan yang dihadapi oleh industri wisata selam telah kami sampaikan ke pemerintah,” ujar Ricky.

 

Lebih lanjut, Ricky berharap panduan CHSE bisa diadaptasi oleh pemerintah daerah bersama para operator selam di seluruh Indonesia. Ricky juga yakin, panduan ini menjadi semacam indikator tentang seberapa siap industri wisata selam Indoenesia, jika kunjungan kembali dibuka.

 

“Karena dari awal kita ingin mempersiapkan jika diver asing diperbolehkan masuk ke Indonesia. Berarti industri kita juga mesti comply dengan peraturan yang berlaku umum secara internasional,” papar Ricky.

 

Kursus Online

Di masa pandemi ini, banyak instruktur dan dive center mengeluhkan soal keterbatasan murid yang akan mengikuti sertifikasi open water. Untuk mengatasi hal itu, PUWSI mengusulkan agar agensi selam menawarkan jasa belajar secara online.

 

“Kedepannya saya rasa, onlince course akan jauh lebih dipertimbangkan,” ujar Ricky Soerapoetra, Ketua Umum PUWSI

 

Hal itu lebih memudahkan, dan dari sisi alokasi waktu sangat membantu. Masyarakat juga dimudahkan untuk mengaksesnya, ketimbang harus melakukan pertemuan tatap muka.

 

“Saat ini, sudah banyak dive center yang menawarkan dengan harga-harga khusus pada pelatihan online ini,” kata Ricky.

 

Sepanjang pengamatan Ricky, model kursus online memiliki manfaat besar bagi perekonomian, termasuk bagi diver yang ingin meningkatkan skil.

 

“Mengapa tidak? Saat ini, banyak yang menerapkan working from home, dan mengapa online course di masa PSBB tidak kita berlakukan?” tanya Ricky.

 

Lalu biasanya muncul pertanyaan; praktiknya kapan? Menurut Ricky, jika teori di kelas telah selesai, maka praktik di kolam atau laut waktunya tinggal disesuaikan. Sebaiknya dilakukan saat semuanya memungkinkan.

 

Hal itu sangat memungkinkan, karena ada beberapa contoh online course yang tidak membutuhkan praktik tatap muka. “Contoh specialty course, seperti fish identification, pengenalan terumbu karang, dan ilmu-ilmu kelautan lain yang tidak harus ke laut,” kata Ricky.

 

Contoh lainnya menurut Ricky adalah pelatihan “Nitrox”. Cukup jika murid punya alat di rumah, maka cara membuatnya bisa dipandu secara online.

 

“Ketika kita punya alat yang sama, maka tinggal praktiknya. Misalnya pake analizer seperti ini. Hal-hal seperti itu tidak perlu ketemu, kan?” tanya Ricky.

 

Namun Ricky tidak menampik, jika kursus sertifikasi utama, sebaiknya harus ketemu secara langsung. Karena penilaian didasarkan atas pengamatan oleh instruktur yang bersangkutan.

 

“Karena itu, menurut saya, kursus online itu lebih banyak untuk specialty,” pungkas Ricky Soerapoetra. *END*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *