Warga Banten Serukan Beralih ke Energi Bersih Sekarang Juga!

Banten Batu Bara Berita Lingkungan Ketenagalistrikan Kualitas Udara PLTU 9 -10 Terkini Udara

BANTEN, BERITALINGKUNGAN.COM – Warga Banten menggelar aksi damai di kantor Gubernur Provinsi Banten mendesak dihentikannya proyek PLTU Jawa 9- 10 dan menyoroti Pemerintah Banten agar segera beralih ke energi bersih terbarukan.

 

Aksi yang bertepatan dengan peringatan ke-75 Hari Listrik Nasional itu, sekaligus mengekspos kepada publik bagaimana Banten berada dalam keadaan darurat polusi karena dikelilingi puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (PLTU) yang menghasilkan polutan berbahaya.

 

Studi Trend Asia menunjukkan bahwa sedikitnya terdapat 19 unit PLTU batubara yang berada di wilayah Banten. Jumlah itu, menempatkan Banten sebagai salah satu provinsi dengan unit PLTU batubara terbanyak di Indonesia.

 

Dampak polusi di Banten juga bertambah seiring rencana pembangunan PLTU baru seperti PLTU Jawa 9 & 10 di Cilegon. Pembakaran batubara di Kampung Jawara itu diproyeksikan menambah pencemaran udara bahkan hingga wilayah Jakarta.

 

“Ketika kecenderungan pembangunan global mulai meninggalkan batubara, Banten justru seperti tidak puas dengan PLTU Batubara yang sudah begitu banyak dan terus ingin membangun kembali,” ujar Madhaer Efendi, Koordinator Pena Masyarakat.

 

Karena itu, Madhaer meminta agar pembangunan PLTU segera dihentikan. “Jangan sampai Banten dikenal sebagai daerah yang tercemar dan mencemari wilayah di sekitarnya,” katanya.

 

Temuan Recourse, sebuah lembaga pengawas finansial berkelanjutan, menunjukkan PLTU Jawa 9 & 10 yang akan dibangun diperkirakan akan melepaskan 10 juta ton karbon dioksida setiap tahun, setara dengan emisi rata-rata negara Thailand atau Spanyol.

 

Laporan Greenpeace juga mengemukakan bahwa proyek pembangkit listrik batubara bernilai 3,5 miliar dolar Amerika tersebut berpotensi menyebabkan 4.700 kematian dini selama 30 tahun masa operasionalnya.

 

Direktur Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi menyebut banyaknya PLTU yang mengepung Banten (termasuk di dalamnya pembangkit listrik berbahan bakar energi kotor batubara di kawasan industri) tidak terlepas dari lemahnya peran pemerintah daerah dalam kerangka pengembangan ketenagalistrikan nasional.

 

“Pemerintah Banten terus-menerus memberikan kemudahan izin pembangunan PLTU di wilayahnya. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah abai terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesehatan warganya,” tegasnya.

 

Banten kini menjadi perwujudan kasus yang kuat menggambarkan bagaimana lanskap ketenagalistrikan nasional Indonesia begitu bermasalah karena ketergantungan akut terhadap batubara. Akibatnya, implementasi energi bersih terbarukan di Banten jauh dari kata optimal.

 

Peneliti dan Pengampanye Trend Asia Andri Prasetiyo menilai orientasi pengembangan energi yang bertumpu pada batubara mengakibatkan Banten menjadi provinsi dengan utilisasi potensi energi bersih terendah. Utilisasi potensi energi bersih daerah bahkan tidak mencapai 1% dari total potensi energi bersih terbarukan yang mencapai 5000 MW.

 

“Banten, orientasi pembangunannya sengaja diciptakan secara struktural untuk ketergantungan terhadap sumber energi kotor batubara. Kondisi semacam ini harus segera dibenahi,” kata Andri Prasetiyo.

 

Selanjutnya Andri meminta pemerintah Banten mengambil langkah nyata untuk melindungi warganya dari bahaya polusi PLTU Batubara. “Caranya, hentikan operasi PLTU tua dan hentikan rencana pembangunan PLTU Jawa 9-10,” ujar Andri.

 

Pasalnya, menurut Andri Prasetiyo kondisi ketenagalistrikan di sistem Jawa-Bali tengah oversupply atau kelebihan pasokan hingga 40%. Ini seharusnya menjadi momentum bagi Banten untuk serius memulai optimalisasi potensi energi bersih seperti angin dan matahari. “Sudah saatnya Banten mandiri energi dan lepas dari ketergantungan batubara,” imbuhnya.

 

Hal itu memungkinkan, karena saat ini energi terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari telah mencapai nilai keekonomian yang lebih terjangkau (Carbon Brief, 2020) dibandingkan batubara yang dikenal sebagai energi kotor. (Jekson Simanjuntak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *