MANOKWARI, BERITA LINGKUNGAN.COM – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat menggelar diskusi secara daring bertajuk “Sosialisasi Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat 2019 – 2038” pada 15 Oktober lalu.
Pertemuan yang membahas Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat itu, memuat potensi, target konservasi, arah kebijakan, dan program strategi yang mendukung tiga aspek, yaitu; perlindungan, pemanfaatan, dan pelestarian, termasuk arahan zonasi pemanfaatan di kawasan yang dikenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
“RPZ diperlukan untuk mendukung pemaanfaatan yang lestari dan berkelanjutan, bagi perairan Raja Ampat yang merupakan kawasan konservasi perairan di Provinsi Papua Barat,” ujar Jacobis Ayomi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat saat membuka acara tersebut.
Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat memiliki luas area 1.343.943 hektare, terbagi dalam enam area pengelolaan, yaitu area I Kepulauan Ayau Asia, area II Teluk Mayalibit, area III Selat Dampier, area IV Perairan Kepulauan Misool, area V Perairan Kepulauan Kofiau-Boo, dan area VI Kepulauan Fam.
RPZ Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur Papua Barat Nomor 523/124/7/2019 tanggal 9 Juli 2019.
Jacobis Ayomi menegaskan, “dengan adanya dokumen RPZ ini bisa terbangun sinergi seluruh elemen masyarakat dan para pemangku kepentingan baik di Raja Ampat maupun di Papua Barat”.
Kehadiran RPZ menurut Jacobis mampu menciptakan tata kelola kelautan dan pesisir yang terpadu untuk meningkatkan daya dukung lingkungan melalui konservasi yang mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan secara lestari dan berkelanjutan. “Dan ini telah sejalan dengan kebijakan visi dan misi Gubernur-Wakil Gubernur Papua Barat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat, Syafri berharap Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat mampu memperkuat sistem zonasi dalam melindungi keanekaragaman hayati, mendukung mata pencaharian dan pemanfaatan jasa lingkungan yang berkelanjutan.
Selain itu, RPZ diharapkan mampu membangun kapasitas sumber daya manusia dan institusi lokal, termasuk adat, dalam mengelola sumber daya laut, dan meningkatkan jejaring antar kawasan konservasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah Raja Ampat.
“Konservasi perairan Raja Ampat ditopang oleh sistem sosial budaya dan tradisi yang terwujud menjadi kebijakan lokal memang tidak terbantahkan. Salah satu contohnya adalah sasi, sebuah praktik pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan yang telah ada secara turun-temurun,” terang Syafri.
Untuk memperkuat fungsi tersebut, Syafri meminta pengelolaan KKP Raja Ampat lebih mengakomodir sasi dalam subzona pemanfaatan tradisional sebagai bagian dari zona perikanan berkelanjutan.
Direktur Program Kelautan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Muhammad Ilman mendukung upaya tersebut. Ilham menilai adat harus didukung karena peran aktifnya merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan konservasi di Raja Ampat.
“Salah satu pendekatan yang bisa digunakan oleh masyarakat adalah melalui mekanisme Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) atau Territorial Use Right for Fishing (TURF),” papar Ilham.
Ilham menjelaskan, bahwa PAAP secara sederhana adalah mekanisme bagi masyarakat yang mendiami kawasan konservasi untuk memanfaatkan sumber daya di dalam kawasan secara ekslusif dengan syarat yang ketat.
“Yaitu bertanggung jawab untuk menjaga kelestariannya. Dalam konteks Raja Ampat, pendekatan ini sangat relevan dan penting karena peran adat sangat besar dalam menjaga sumber daya alam,” ungkap Muhammad Ilman.
Sementara itu, Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong, Santoso Budi Widiarto menjelaskan jika pada tahun 2012, pemerintah bersama sejumlah pemangku kepentingan telah menyusun RPZ KKP Kepulauan Raja Ampat Tahun 2012-2017. Namun, seiring waktu, dokumen tersebut dikaji ulang agar mampu menyesuaikan dengan kondisi terkini.
Pada tahun 2019, melalui kerja sama multipihak, pemerintah bersama mitra pembangunan telah melakukan pembaruan RPZ, sehingga tersusunlah Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat Tahun 2019 – 2038.
“Potensi sumber daya pesisir dan laut menjadikan Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat sebagai satu dari 35 kawasan konservasi perairan prioritas pemerintah, untuk mencapai target 10% dari luas perairan Indonesia atau seluas 30 juta hektar pada tahun 2030 sebagai kawasan konservasi.
Dengan kekayaan yang dimiliki peraiaran Raja Ampat, ia tidak hanya sebagai aset Papua Barat atau Indonesia, melainkan juga milik dunia. “Sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat untuk mengelola dan menjaganya agar tetap lestari,” pungkas Santoso Budi. (Jekson Simanjuntak)