JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Seri diskusi Hari Terumbu Karang Nasional ‘Dampak Pandemi terhadap Perubahan Perilaku, Lingkungan dan Sampah Laut’ yang diselenggarakan secara virtual, mengungkapkan hal baru, yakni pandemi COVID-19 harus disikapi secara bijak. Selain itu, perubahan perilaku harus terus dilakukan.
Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, KKP Muhammad Yusuf menyebut work from home telah membawa perubahan terhadap peningkatan konsumsi plastik. Karenanya diperlukan kebijakan agar menggunakan plastik daur ulang yang ramah lingkungan. Hal itu diperlukan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
“Sampah plastik adalah masalah dan suatu ancaman besar. Perlu memperkuat pengawasan daerah agar sampah di daratan tidak bocor ke laut,” ujar Muhammad Yusuf.
Yusuf juga mengapresiasi setiap langkah yang diambil sebagai upaya menghormati lingkungan. “Mengubah perilaku itu sangat sulit, apalagi bagi orang dewasa. Maka perilaku disiplin dan menjaga lingkungan perlu dipupuk sejak dini (PAUD dan TK) sehingga anak-anak sadar tentang kebersihan di lingkungannya,” kata Yusuf.
Saat ini, semua orang telah mengetahui jika terumbu karang merupakan rumah bagi ikan. Indonesia memiliki diversitas ikan terumbu karang tertinggi di dunia. Indonesia juga menyumbang sebagian besar dari ‘Coral Triangle’, yaitu area yang memuat 76% spesies koral dunia dan 37% spesies ikan karang dunia.
Tak hanya itu, sekitar 54% sumber protein hewani Indonesia dipasok dari ikan dan makanan laut. “Indonesia mensuplai 10% dari komoditas perikanan global, namun kehidupan laut indonesia dalam keadaan terancam oleh overfishing dan berkurangnya stok yang ada” ujar Yusuf.
Di waktu bersamaan, pandemi COVID-19 di Indonesia, telah memunculkan kesadaran masyarakat untuk melindungi diri dengan menggunakan APD. Sayangnya, APD yang digunakan oleh masyarakat dan tenaga medis, seperti masker dan sarung tangan sekali pakai termasuk dalam kategori limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).
“Jumlah jenis sampah berbahaya dari limbah medis yang terus bertambah itu berpotensi menyebabkan penyebaran penyakit, meningkatkan risiko yang membahayakan keselamatan dan berpotensi merusak lingkungan”, papar Yusuf.
Untuk itu, yusuf mengimbau masyarakat untuk menggunakan kemasan guna ulang dan mencucinya dengan sabun. Hal itu menurut Yusuf jauh lebih baik ketimbang menggunakan APD berbahan plastik sekali pakai.
“Plastik sekali pakai juga turut menyebarkan virus jika tidak dipilah dan dikelola dengan baik. Selain itu memilah sampah sangat membantu memusnahkan virus di Indonesia”, terang Muhammad Yusuf.
Diskusi Hari Terumbu Karang Nasional dihadiri oleh sekitar 700 orang peserta yang terdiri dari kementerian/lembaga, LSM, akademisi, tenaga kesehatan, mitra konservasi serta pemerhati lingkungan.
Bahaya Sampah
Secara umum sampah dikelompokkan tiga jenis, yakni organik, anorganik, serta bahan berbahaya dan beracun [B3].
Sampah organik yang tidak dikelola secara baik, selain menimbulkan bau tidak sedap dan mengganggu estetika, juga menjadi media perkembangbiakan vektor dan hewan pengerat.
Sementara sampah anorgaik, seperti mikroplastik, terutama diapers mengandung super adsorbent polymer (SAP), memiliki efek perusak hormon pada biota perairan. Melalui rantai makanan, SAP masuk ke tubuh manusia dan berpotensi mempengaruhi keseimbangan hormon. Termasuk sangat mungkin terakumulasi di dalam tubuh manusia.
Sedangkan limbah bahan berbahaya dan beracun B3, seharusnya tidak dibuang di lingkungan bebas, karena sifatnya beracun. Oleh sebab itu harus diisolasi.
Penanganan limbah B3 perlu kehati-hatian. Jika limbah langsung mengenai tanah, dapat meningkatkan risiko soil borne disease, soil transmited disease berupa kecacingan. Bila kena air, dapat meningkatkan water borne disease seperti diare, hepatitis, keracunan logam berat, serta alergi. Sedangkan dengan udara, meningkatkan air borne disease seperti sesak nafas, asma, hingga kerusakan paru.
Setiap tahun sebanyak 12,7 juta metrik ton sampah plastik yang diproduksi di daratan dibuang ke laut di seluruh dunia. Sampah tersebut tidak hanya mencemari lautan, tapi juga membahayakan kelangsungan hidup manusia.
Sampah-sampah tersebut masuk ke lautan, disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk masyarakat pesisir di seluruh dunia. Sampah tersebut, tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi juga merugikan dari sisi ekonomi, karena pendapatan dari sektor kelautan juga menurun. Oleh itu, harus dicari solusi yang tegas untuk mengatasi persoalan sampah termasuk limbah B3 yang ada di laut. (Jekson Simanjuntak)
–>