BALI, BERITALINGKUNGAN.COM- Pertemuan para menteri lingkungan hidup berbagai negara dalam “The Fourth Intergovernmental Review Meeting (IGR-4)”yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, pada 31 Oktober hingga 1 November 2018 menghasilkan Deklarasi Bali.
Deklarasi Bali yang isinya disetujui para delegasi beberapa beberapa hal terkait perlindungan lingkungan laut, demikian keterangan pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Deklarasi dibacakan oleh Drafting Committee Bali Declaration Makarim Wibisino dalam penutupan IGR-4 yang digelar di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Kamis (1/11) malam.
Berdasarkan diskusi yang telah digelar dan dokumen yang tersedia untuk IGR, forum sepakat untuk bekerja sesuai fungsi, bentuk dan implikasi termasuk dasar hukum, anggaran dan organisasional serta masa depan IGR.
“Kegiatan saat ini yang dikoordinasikan oleh GPA untuk dilanjutkan selama periode intersesional hingga UNEA-4,” kata Makarim.
Selanjutnya, hasil pembahasan IGR-4 akan dibawa ke UN Environment Assembly (UNEA-4) di Nairobi (Kenya) pada 2019 mendatang.
IGR-4 merupakan ajang badan dunia PBB bidang lingkungan atau United Nations Environmet Programme (UNEP) yang berlangsung pada 31 Oktober hingga 1 November 2018. Tema yang diangkat IGR 4 adalah “Pollution in Ocean and Land Connection’.
Kesepakatan IGR-4 selanjutnya dituangkan dalam ‘Bali Declaration on the Protection of the Marine Environment From Land-Based Activities”.
Dalam pertemuan itu, sekitar 400 delegasi yang berasal dari sekitar 89 negara anggota Badan Lingkungan PBB membahas perlindungan lingkungan laut dari aktivitas-aktivitas berbasis lahan (IGR-4)i.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr Siti Nurbaya Bakar ditunjuk memimpin sidang IGR-4 yang berlangsung sangat dinamis selama dua hari. Hampir seluruh delegasi negara yang hadir antusias membawa pesan dan kepentingan negaranya dalam mengatasi polusi lingkungan laut, terutama dari aktivitas yang berasal dari daratan.
Dinamisnya pertemuan itu ditandai dengan tarik ulur kepentingan di antara setiap negara yang tergabung dalam UN Environment, di antaranya Africa Group, Asian and Pasific, Eastern Europe Group, Latin America and Caribbean Group dan Western Europe and Others Group.
“’Alhamdulillah, setelah saat-saat yang sangat tegang, akhirnya Deklarasi Bali dapat disepakati semua negara. Dinamika yang terjadi menunjukkan bahwa isu ini telah menjadi perhatian global,”’ kata Siti Nurbaya.
Negara peserta IGR-4 pada akhirnya menyepakati untuk memperkuat program aksi global untuk perlindungan lingkungan laut dari aktivitas berbasis lahan (Global Programme of Action-GPA).
Setelah meninjau pelaksanaan program aksi di tingkat global, regional dan nasional selama periode 2012-2017, negara peserta IGR-4 menyatakan dukungan dan komitmen untuk mendukung GPA periode 2018-2022 serta program kerja bagi kantor koordinator GPA UN Environment (PBB).
“Kita berhasil tunjukkan kepemimpinan Indonesia mampu menghasilkan kesepakatan baik ini,”’ kata Siti Nurbaya.
Siti mengungkapkan, perwakilan negara-negara juga mengakui keterlibatan aktif Indonesia dalam penanganan pencemaran laut dan pengelolaan lahan gambut yang sangat penting artinya bagi lingkungan global.
“Terima kasih atas dedikasi Menteri Siti Nurbaya selama memimpin sidang di IGR-4 hingga Deklarasi Bali disepakati,” kata Koordinator GPA UN Environment Habib El-Habr.
Regional Director UN Environment Asia Pacific, Dechen Tsering juga turut mengucapkan terima kasih pada kepemimpinan Indonesia dalam agenda ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Indonesia dalam menjaga pengelolaan lingkungan hidup global, terutama terkait dengan pengelolaan gambut dan tata kelola kelautan dari polusi.
“Indonesia sangat terlibat aktif di dalam penanganan pencemaran laut, dan pengelolaan lahan gambut. Peran dan komitmen Indonesia ini sangat penting artinya bagi lingkungan global,” kata Dechen.
Sebelumnya saat pembukaan IGR-4, Siti Nurbaya telah menegaskan komitmen Indonesia untuk isu lingkungan pesisir dan laut. Pemerintah Indonesia telah mengembangkan dan menerapkan sejumlah kebijakan, strategi, dan program kerja nasional.
Terkait dengan pengurangan dampak dari kegiatan berbasis lahan, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 83 Tahun 2018 yang membahas rencana aksi strategis untuk memerangi sampah laut dari 2018 hingga 2025.
Presiden Joko Widodo juga telah mengeluarkan Perpres tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah. Ini melalui berbagai pendekatan dan semua kegiatannya melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terkait.
Indonesia juga mendorong komitmen dari 156 perusahaan untuk mengurangi sampah plastik dan
melakukan pembersihan pantai di 19 lokasi serta rehabilitasi terumbu karang di 23 lokasi.
KLHK juga menyelesaikan evaluasi pada 18 kota pesisir dan hasilnya menunjukkan bahwa total limbah plastik yang ditemukan di perairan ternyata lebih sedikit dari yang dikira.
Berikut isi Bali Declaration yang dibacakan Makarim:
1. Meningkatkan pengarusutamaan pada perlindungan ekosistem laut dan pantai, terutama dari ancaman lingkungan yang disebabkan peningkatan zat kimia, air limbah, sampah laut, dan mikroplastik.
2. Meningkatkan kapasitas, pemahaman dan berbagi pengetahuan melalui kolaborasi dan kerja sama meliputi pemerintahan, sektor swasta, masyarakat sipil dan ahli di tingkat regional maupun global dalam perlindungan ekosistem laut dan pantai dari aktivitas berbasis lahan dan sumber-sumber polusi.
Selain itu, para delegasi juga menyepakati kelanjutan kerja Global Programme of Action yang meliputi:
1. Terus melanjutkan upaya menangani tiga arus polusi, yakni zat kimia, air limbah, dan sampah laut untuk mendukung agenda 2030 sebagai kerangka kerja untuk pembangunan berkelanjutan.
2. Memperkuat Global Partnership on Marine Litter, Global Partnership on Nutrient Management, dan Global Wastewater Initiative serta keterkaitan antar kerja sama ini.
3. Meningkatkan koordinasi, perjanjian, dan dukungan terhadap kerja sama dengan negara lain untuk mengatasi polusi berbasis lahan.
4. Melanjutkan upaya ke depan untuk mencegah sampah laut dan mikroplastik, zat kimia dan air limbah yang bersumber dari daratan secara terintegrasi termasuk menghubungkan daratan/laut dan air tawar/laut dalam rencana aksi.
5. Mendorong pertukaran informasi, pengalaman praktis, dan keahlian ilmiah dan teknis berkolaborasi aktif dan kooperatif dalam kerja sama antar institusi pemerintahan dan organisasi, komunitas, swasta dan organisasi non pemerintahan yang memiliki tanggung jawab dan/atau pengalaman relevan. (Ant/TC)
–>