Ilustrasi operasi pertambangan. Foto : academia.edu |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Greenpeace menyarankan lembaga keuangan dan semua perbankan mengikuti langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menghentikan pinjaman untuk proyek-proyek pertambangan di Kalimantan Timur.
“Ini menjadi pukulan penuh terhadap ambisi industri batu bara Indonesia, dan memberikan dampak hidup kepada ribuan orang di Kalimantan Timur yang hidupnya telah hancur oleh industri pertambangan batu bara,” kata Arif Fiyanto, juru kampanye senior untuk Greenpeace Indonesia dalam keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com,
Dikatakan, industri pertambangan batubara di Indonesia telah mendapatkan pukulan besar dengan pengumuman oleh regulator jasa keuangan negara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahwa bank harus menghentikan pinjaman untuk proyek-proyek pertambangan di Kalimantan Timur.
Menurut Arif, tidak ada prospek pemulihan harga batubara, yang menunjukkan betapa gila itu akan menjadi bagi Indonesia untuk berjudi masa depan pada batubara.
Pengumuman OJK membuatnya menjadi semakin jelas, pinjaman untuk pertambangan menjadi sangat berisiko bagi lembaga keuangan, dan semua bank harus menghentikan dana operasi untuk batubara di Indonesia.
Seperti diberitkan sejumlah media nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan akan menghentikan penyaluran kredit untuk bisnis pertambangan batubara.
Lesunya pasar batu bara dunia membuat OJK memerintahkan bank untuk menghentikan kredit. Kepala OJK Kalimantan Timur (Kaltim) Dedi Satria menjelaskan, lesunya bisnis batu bara membuat lembaga pengawas jasa keuangan memerintah bank untuk tidak lagi memberikan kredit
Kalimantan Timur, mengandung 28 persen dari total cadangan batu bara Indonesia. Areal seluas negara Swiss telah dialokasikan untuk pertambangan di seluruh propinsi, dengan kerusakan masif hutan, pencemaran persediaan air dan perpindahan masyarakat setempat.
OJK memiliki kekuatan untuk mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia dengan proyeksi romosi stabilitas keuangan. Peraturan tersebut dibuat karena harga batu bara yang terus turun, sehingga dinilai berinvestasi dalam proyek-proyek batubara terlalu berisiko.
Ini adalah peraturan perbankan pertama yang melarang pembiayaan untuk pertambangan batubara berdasarkan eksposur kredit industri.
Beberapa bank di Indonesia sudah diketahui terkena kredit macet di pertambangan batu bara, baik secara langsung melalui operasi pertambangan, atau tidak langsung melalui kredit konstruksi untuk proyek-proyek pertambangan. Lembaga kredit Fitch menulis tahun lalu:
“Kombinasi berkelanjutan harga lemah batubara dan over-supply akan terus menantang profil kredit dari sektor pertambangan, dengan penambang kecil paling berisiko.”kata Arif.
IMF, dalam sebuah catatan baru pada sektor perbankan Indonesia, mengatakan kewajiban sektor batubara naik sekitar 30% sejak tahun 2008, sedangkan pendapatan operasi tumbuh hanya 10% dan keuntungan menurun. Indonesia adalah eksportir batubara terbesar di dunia, dan penambang terbesar Bumi Resources telah berjuang dengan kebangkrutan selama lebih dari satu tahun sekarang.
Pemerintah Indonesia telah memotong harga acuan batubara thermal (HBA). Harga batubara saat ini US $ 53,20 per metrik ton pada bulan Januari (rekor terendah baru), yang turun dari US $ 109,29 pada Januari 2012.
Sebagian besar paparan kredit macet di Kalimantan Timur adalah penambang skala menengah dan kecil. Mereka lebih cenderung dibiayai oleh bank-bank Indonesia, karena perusahaan batubara yang lebih besar memiliki akses ke pasar modal dan bank internasional. (Wan)
–>