JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Kejahatan perdagangan satwa liar di tahun 2015 menggunakan metode yang lebih modern dan terorganisir dengan baik.
Peran penegakan hukum oleh aparat terkait menekan laju perdagangan satwa yang semakin marak terjadi merupakan kunci.
Kelompok pedagang online membuat grup komunikasi pedagang dalam grup Facebook. Majunya teknologi seperti dua mata pisau yang berbeda, bisa berbahaya mendukung kejahatan ini terus terjadi namun juga bisa membantu upaya konservasi satwa liar.
Tanpa transaksi tatap muka atau secara langsung, para pedagang bisa bertransaksi jual beli melalui media online khususnya Facebook ini.
Para pedagang melengkapi grup jualannya dengan sarana transaksi bersama atau sering disebut rekber (rekening bersama) sehingga membuat transaksi ini lebih aman.
Cara kerja rekber ini dilakukan pihak ketiga yang menjembatani pedagang dan pembeli yang sudah sepakat dengan transaksi satwanya, kemudian pembeli mengirimkan uang pembelian ke rekber dilanjutkan penjual mengirimkan satwa ke pembeli. Jika pembeli sudah menerima satwa dan sesuai spesifikasi maka pihak pembeli akan konfirmasi kepada rekber dan pihak rekber akan mengirimkan uang transaksi ke rekening penjual.
Grup pedagang online ini juga memiliki jasa pengiriman satwa khusus. Bisnis ini sangat besar, sistematis dan terorganisir dengan baik. Satwa yang dijual bukan satwa sembarangan. Orangutan, Beruang, Harimau dan bahkan bagian Gajah juga dalam transaksi yang bernilai sangat mahal. Kita ambil contoh satu harga bayi orangutan, ketika masih di areal habitat di Kalimantan dan Sumtera harganya sekitar dua juta hingga 5 juta rupiah.
Jika sudah sampai di p Jawa harga abisa melonjak hingga 50 juta sampai 70 juta rupiah. Berbeda lagi jika sudah diselundupkan ke luar negeri bisa mencapai 10 kali lipatnya. Sehingga bisnis ini sangat subur dengan nilai perputaran uang dengan jumlah yang besar.
Penanganan Kasus
Sepanjang tahun 2015 COP bersama aparat terkait melakukan beberapa serial operasi penyitaan untuk mendorong penegakan hukum. Berikut catatan akhir tahun penanganan kasus yang dilakukan COP selama 2015:
Pada 21 Februari 2015 tim Dittipter Bareskrim Mabes Polri bersama COP dan JAAN menggrebek lokasi pedagang satwa di Kampung Balong RT 02/ RW X desa Gandamekar, kecamatan Kadungora, kabupaten Garut, Jawa Barat. Di lokasi tersebut tim menangkap pedagang bernama Dicky Rusvinda yang telah 8 bulan dipantau COP dan mengamankan barang bukti 18 jenis satwa dilindungi berjumlah 33 ekor seperti Kukus tutul (Spilocuscus maculatus), Kasturi raja (Psittrichas fulgidus), Kakatua maluku (Cacatua molucencis), Nuri kepala hitam (Lorius lory), Beruang madu (Helarctos malayanus), Kucing hutan (Prionailurus bengalensis), Orangutan sumatera (Pongo abelli), Tarsius (Tarsius bancanus), Kakatua putih (Cacatua alba), Monyet dige (Macaca hecki), Betet kelapa Punggung biru (Tanyg- nathus sumatranus), Kakatua raja (Probosciger aterrimus), Kakaktua koki (Cacatua galerita), Kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), Kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), Julang irian (Rhyticero plicatus), Julang sulawesi (Aceros cossidix), Rangkong badak (Buceros rhinocheros).
Seluruh sata sitaan dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikananga, Sukabumi. Pada 2 Juli 2015 Dicky Rusvinda dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Garut.
3 Juli 2015 tim Polda Jatim, COP bersama Animals Indonesia melakukan penggrebekan pedagang satwa di Jl Demak, Surabaya. Pedagang menjual satwa golongan dilindungi dengan rincian 1 (satu) ekor elang jawa (spizaetus bartelsi), 1 (satu) ekor elang brontok (Nisaetus Cirrhatus), 1 (satu) ekor elang laut (Haliacetus leucogaster), 4 (empat) elang alap, 2 (dua) ekor anak elang dan 4 (empat) ekor elang lainnya mati. Pedagang ditangkap dan dibawa ke Polda Jatim bersama keenambelas barang bukti tersebut. Terdakwa Paska Aditya mendapat vonis hukuman 7 bulan penjara dan denda Rp 2.500.000,- pada tanggal 21 Oktober 2015. Vonis ini berdasarkan petikan putusan pengadilan nomor 2167/Pid.B/2015/PN.SBY.
BKSDA Jawa Barat, Polda Jawa Barat dibantu COP dan JAAN pada 30 Juli 2015 mengamankan barang bukti puluhan karapas penyu, kulit harimau, tengkorak beruang, kepala beruang, opsetan cendrawasih, kuku harimau, cakar tanduk rusa dan lainnya dari toko Old and New Bandung di Jl. Martadinata Bandung.
1 Agustus 2015 tim BKSDA Aceh dan Polda Aceh dibantu COP dan OIC menangkap pedagang di Jl PDAM Pondok Kemuning, desa Suka Rakyat Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh. Pedang satwa bernama Ramadhani ini menjual 3 (tiga) orangutan, 2 (dua) elang bondol, 1 (satu) burung kuau raja dan 1 (satu) awetan macan dahan lengkap beserta kepala dalam bungkusan plastik yang berisi cairan pengawet. Ini merupakan tangkapan terbesar di wilayah Aceh untuk kasus orangutan.
Ramadhani mengambil satwa dari pemburu dan menjualnya di Medan dan dilanjutkan oleh jaringan pedagang Medan dengan mengirimkannya ke Jawa. Pada 19 November 2015, terdakwa dijatuhi hukuman 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Langsa. Ini adalah vonis tertinggi untuk kasus kejahatan satwa liar di Aceh.
Sidang kasus pedagang Ramadhani di Pengadilan Negeri Langsa, Aceh
BKSDA Jawa Timur dan Polres Probolinggo dibantu COP menangkap pedagang satwa di dusun Pasar, desa Petunjungan, Kecamatan Paiton, kabupaten Probolinggo, Jawa Timur pada 21 Oktober 2015 yang lalu.
Tim mengamankan 5 ekor Lutung Jawa di rumah tersangka yang merupakan gudang penyimpanan satwa. Tim membawa tersangka bersama satwa barang bukti menuju Polres Probolinggo untuk penyelidikan lebih lanjut. Saat ini barang bukti ditampung di Javan Langur Center (JLC) di Jawa Timur.
Lutung Jawa yang diamankan oleh tim Polres Probolinggo, Jawa Timur dari gudang pedagang
Sistem Pengawasan Kejahatan Perdagangan Online
Kejahatan ini terjadi dengan subur manakala pengawasan dan penegakkan hukum tidak terjadi dengan tegas dan berani. Sudah waktunya Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup memberikan tekanan kepada pengelola jejaring sosial yang digunakan sebagai media kejahatan untuk membuat sistem portal yang bisa menekan kejahatan ini terjadi.
Kemenhut dan LH membangun unit tersendiri yang menangani kejahatan online yang terus berkembang karena perdagangan konvensional yang harus bertatap muka dalam bertransaksi sudah bergeser menjadi perdagangan satwa liar online. (Wahyuni Mangoensoekardjo)
–>