Savina, korban banjir di Manokwari. Foto Aditya. |
Oleh: Patrix Barumbun Tandirerung
HERMAN Toding Rante, Warga Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari, Jumat (19/9) lalu menampilkan foto kasurnya yang basah melalui akun media sosial Facebook.
Herman adalah satu dari sekian banyak Warga Kelurahan Wosi yang menerima dampak banjir pada hari itu setelah hujan memaku kota Manokwari selama kurang lebih 5 jam.
Selain kasurnya, pemuda berdarah Toraja ini menampilkan sejumlah foto ruas Jalan Trikora Wosi yang terlihat seperti kali. Ruas jalan protokol ini tergenang air kecokelatan yang meluap dari saluran drainase yang buntu. Volume air terus bertambah hingga setinggi betis orang dewasa karena hujan tak jeda memaku kota.
“Itu jalan kah, kali? (itu jalan atau kali?,red)” komentar salah satu pengguna facebooker soal foto ini dalam dialek Melayu-Papua. Komentator yang lain menimpali dengan jenaka, “Wah, ini bisa panggayu (mengayuh perahu,red) hehehe… ”. Lebih kocak lagi komentar ini, “Tunggu sudah kapal putih (kapal penumpang milik PT Pelni,red) sandar!”
Selain paparan hujan, Kelurahan Wosi mendapat volume air kiriman yang cukup besar dari arah Kampung Suaven, sebuah kawasan pemukiman yang letaknya bersebelahan dan lebih tinggi dibanding Wosi.
Di tempat berbeda, tepatnya di Kampung Jawa, warga berjibaku. Baik saat hujan mulai mengguyur maupun sesudah terpapar banjir. Seperti Savina. Tahu bahwa kawasan tempat tinggalnya rentan banjir saat hujan deras tiba, ia memilih menyingkirkan perabotan rumah tangga ke tempat yang lebih tinggi.
Savina adalah penduduk yang sudah lama bermukim di Kampung Jawa. Apa yang dipikirkan Savina menemui kenyataan. Hujan yang tak henti sejak siang hingga sore hari memicu banjir hingga air setinggi lutut orang dewasa.
Banjir di Manokwari, Papua Barat. Foto : Herman Toding Rante. |
Luapan dan genangan air di Jalan Trikora maupun di Kampung Jawa, Manokwari Barat, sebenarnya diperparah oleh malfungsi sistem drainase. Ada juga karena pembangunan yang serampangan dan perilaku warga. Misalnya di persimpangan Haji Bauw. Air meluap ke ruas jalan sebab material trotoar yang dibangun menyumbat drainase. Di tempat lain, aliran terhalang timbunan sampah.
Sementara itu ratusan warga di Kampung Tanimbar dan Lembah Hijau yang berjarak sekitar 1 Km dari Kampung Jawa juga panik saat hujan belum jeda menjelang magrib. Pasalnya, volume air sungai yang mengalir di sekitar kawasan ini semakin besar dan terlihat keruh.
Mereka punya pengalaman buruk. Beberapa bulan lalu, ratusan warga terpaksa mengungsi karena rumah mereka terendam. Beruntung sebab peristiwa serupa tak terulang.
Distrik Manokwari Barat adalah ibukota Kabupaten Manokwari. Sementara Kabupaten Manokwari adalah ibukota provinsi Papua Barat. Warganya beragam, dari berbagai etnis dan suku bangsa. Pembangunan terus digenjot sejak Manokwari menjadi ibukota Papua Barat.
Tingginya kebutuhan lahan terutama untuk pemukiman juga membuat kawasan konservasi yang terletak di pinggiran kota semisal Hutan Lindung Wosi – Rendani dan Gunung Meja diterabas. Hutan lindung wosi-rendani yang dulunya seluas 300 hektar lebih misalnya, kini susut menjadi 125 hektar.
Banjir yang merendam Kampung Tanimbar juga diduga terjadi karena maraknya aktivitas pembangunan di sempadan sungai yang mengalir di sela kawasan hutan lindung. Sementara volume sampah rumah tangga yang semakin tinggi belum diimbangi oleh daya dukung armada kebersihan milik pemerintah.
Kajian yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah bersama Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Manokwari menunjukkan bahwa setiap hari volume sampah di dalam dan sekitar kota Manokwari sebanyak 177 m3 hingga 200 M3. Pemerintah hanya mampu mengangkut 155 M3 diantaranya ke tempat pembuangan akhir. Artinya setiap hari terdapat tumpukan 22 m3 hingga 45M3 sampah di wilayah perkotaan.
Wilayah lain di luar Kota Manokwari semisal dataran Warmare dan Masni yang berjarak puluhan kilometer dari kota Manokwari juga kerap terpapar banjir. Senin 18 Agustus lalu misalnya air merendam sejumlah kampung distrik Masni setelah kawasan ini terpapar hujan deras sekitar 4 jam.
Kampung Bowi Subur mendapat dampak paling parah. Banjir merendam jalan raya setinggi 1 meter. Pada sawah yang sedang masuk masa panen juga terendam. Akan halnya puluhan hektar kolam ikan yang membuat isinya hanyut. Masni sangat rentan terpapar bencana banjir sebab dikepung sungai besar seperti sungai Modan Kenyum, Modan Masni dan sejumlah kali kecil lainnya.
Sebelum itu, sedikitnya 350 warga dari 95 kepala keluarga di Kampung Mansaburi dan 86 warga dari 23 KK di kampung Wariori, Satuan pemukiman VIII Distrik Masni terpaksa mengungsi dan berdesak-desakan di balai kampung. Mereka menyelematkan diri setelah meluapnya sungai Wariori. 95 rumah rusak, 1 ekor sapi hilang dan 2 rumah ibadah tergenang.
Meski sering didera banjir dan masih berkutat dengan masalah sampah, Manokwari mendapat piala Adipura pada tahun ini. Penghargaan itu menyusul prestasi lainnya yakni penghargaan ‘Langit Biru’ dari kementerian lingkungan hidup. Manokwari lewat penghargaan ini dinilai sebagai kota dengan udara terbersih pada tahun 2012.
Bupati Manokwari, Bastian Salabai menerima trophi adipura kategori kota kecil pada peringatan hari lingkungan hidup se-dunia, 5 Juni 2014 langsung dari tangan wakil presiden RI Boediono. Penyerahannya di istana Wapres, Jakarta. Tiba di Manokwari, trophi ini diarak. Dalam beberapa kesempatan bupati mengatakan berkomitmen mendorong agenda pembangunan yang lebih berperspektif kebencanaan.
Salabai sadar bahwa Manokwari yang terletak di wilayah kepala burung Tanah Papua ini merupakan salah satu daerah dengan kerentanan bencana yang tinggi di Papua Barat. Ancaman utamanya memang gempa bumi dan tsunami. Tapi seiring perkembangan daerah, banjir dan longsor serta kebakaran menjadi bencana lain yang sangat potensial terjadi.
Sebuah draft Raperda mengenai penanggulangan resiko bencana sudah digodok oleh kelompok masyarakat sipil bersama pemerintah lokal. Sayangnya pembahasan raperda ini menjadi perda terhambat karena konsentrasi anggota DPRD Manokwari periode 2009-2014 disedot oleh agenda Pemilu legislatif. Raperda ini diharapkan dibahas oleh anggota DPRD Manokwari periode 2014-2019 yang baru dilantik.
Desain rencana tata ruang yang kurang memperhatikan aspek ekologi lingkungan juga dilihat sebagai salah satu hal yang menambah resiko daerah dari paparan bencana. Kepala Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Papua Barat, Derek Ampnir mengatakan penataan ruang yang salah akan memicu terjadinya bencana.
“Di satu sisi, rencana tataruang wilayah juga harus berbasis dan mengarusutamakan pengurangan resiko bencana,” katanya.
Kini hujan mulai mengguyur Papua Barat. Derek lewat media massa beberapa waktu lalu meminta masyarakat agar waspada. Pasalnya musim hujan bisa memicu banjir. Kabupaten yang paling dikhawatirkan terpapar bencana hidrolometrologi ini adalah Manokwari, Teluk Wondama, Kabupaten Sorong, Teluk Bintuni, Kota Sorong.
BPBD akan mendorong terus agar daerah dapat mengurangi resiko bencana. “Setiap tahun kami selalu mengeluarkan imbauan siaga bencana. Kami harap kabupaten/kota selalu berkoordinasi dan menginformasikan kondisi alam di daerah masing -masing,” ucapnya. (*)