praktik tambang dan ilegal logging telah menghancurkan sumber-sumber mata air sungai menyebakan warga krisis air bersih. Foto: Yos Hasrul/Beritalingkungan.com |
BOMBANA, BL- Krisis air bersih yang kini melanda Kecamatan Poleang Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara tak semata karena akibat musim kemarau. Sejumlah warga setempat menuding, maraknya praktik illegal logging adalah penyebab utama menurunnya debit air di sejumlah sungai di kawasan hutan Poleang Barat.
“Musim kemarau baru tiga minggu tapi debit air sungai langsung menipis. Jadi ini bukan semata karena musim kemarau tetapi karena gundulnya hutan akibat praktik illegal logging di daerah tangkapan air khususnya kawasan hutan poleang sehingga menyebabkan sumber air bersih warga Poleang Barat yang berasal dari Sungai Leboea mulai menipis,”ungkap Anton, warga Poleang Barat, Sabtu (30/8).
Debit air Sungai Leboea, lanjut Anton, sebetulnya mampu bertahan walau kemarau sampai 7 bulan. Namun kondisi hutan yang rusak telah mengancam kebutuhan warga di Poleang Barat akan air besih. “Bahkan kondisinya semakin sulit karena anak-anak sungai yang menyatu dengan Sungai Leboea mulai mengering, terlebih jika musim kemarau seperti saat ini,”kata Anton.
Pelaku ilegal logging diduga kebanyakan warga dari luar Poleang Barat dan diduga mendapat bekingan oknum-oknum petugas. “Kalau warga poleang sendiri pasti tidak mau hutannya rusak karena warga tau kerusakan hutan akan mengancam ketersediaan air mereka. Jadi kasus ilegal loging ini bukti lemahnya pengawasan petugas kehutanan dan kepolisian,”ujarnya.
Beberapa waktu lalu ungkap Anton proyek perpipaan PDAM Bombana yang danai melalui APBN masuk ke wilayah Poleang Barat. “Ketika proyek APBN perpipaan diturunkan beberapa waktu lalu, Kami sudah mempertanyakan sejauh mana kajian untuk menjaga suplai air tetap stabil. Bahkan saat itu, Kami minta diyakinkan apakah dengan proyek perpipaan yang dilakukan di Poleang Barat ada jaminan untuk memasok air bersih sehingga warga terlayani. Namun tidak direspon sehingga membuat warga kesulitan saat kemarau tiba. Mestinya saat itu dipilah dulu air yang hanya cukup keperluan 3 desa jangan diperluas menjadi 6 desa sehingga sulit tersuplai,”ungkap Anton. (Yos Hasrul).