Demo tolak PLTU Batang. Foto : Ist. |
JAKARTA, BL- Greenpeace hari ini mengeluarkan briefing paper yang mengungkapkan bahwa rencana pembangunan PLTU Batang akan mengeluarkan sekitar 10,8 juta ton karbon (lebih dari seluruh emisi karbon yang dihasilkan oleh Myanmar di tahun 2009) dan 226 kg merkuri setiap tahunnya.
Menurut pihak Greenpeace, PLTU Batang bila didirikan akan membahayakan mata pencaharian lebih dari 100.000 penduduk nelayan dan petani setempat, melanggar beberapa hukum Indonesia, dan pemerintah menggunakan uang publik pada investasi mahal sejumlah US$ 4 miliar untuk pembangunan proyek ini. Dana investasi mahal tersebut justru akan jauh menguntungkan dan berkelanjutan jika dialihkan ke dalam investasi energi bersih dan terbarukan.
Greenpeace dan masyarakat setempat mendesak Indonesia dan pemerintah Jepang untuk menghentikan rencana PLTU Batang yang kotor dan mahal tersebut dan mengalihkan investasi tersebut ke pengembangan energi serta sumber daya untuk rencana investasi energi terbarukan.
“Dokumen ini mengungkapkan banyak fakta-fakta merugikan negara dan masyarakat yang berhubungan dengan rencana pembangunan PLTU Batang ini. Pemerintah Indonesia harus menghabiskan dana senilai 4 miliar dolar untuk membangun PLTU bertenaga 2 juta kilowatt dibanding mengeluarkannya untuk energi yang lebih bersih, lebih berkelanjutan, yaitu solusi energi terbarukan, ” kata Arif Fiyanto, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.
“Ini adalah suatu keharusan jika Indonesia ingin mendukung – bukan hanya janji – komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020, dan mengembangkan energi terbarukan 25% total bauran energi pada tahun 2025. PLTU Batang sendiri kemungkinan akan melepaskan 10,8 juta ton CO2 per tahun – terlebih lagi jika PLTU seperti itu dibangun, emisi sektor energi di Indonesia bisa mencapai dua kali lipat pada tahun 2020,” tambahnya.
PLTU Batang juga akan membuat mata pencaharian lebih dari 100.000 penduduk setempat memburuk dan dapat meningkatkan kemiskinan di kawasan tersebut. Itulah sebabnya lebih dari 7.000 penduduk desa dari 5 desa terus menentang proyek ini .
“Kami menentang rencana pembangunan PLTU Batang, karena kita tidak ingin menghadapi takdir yang sama seperti masyarakat yang sudah terpengaruh oleh pembangkit listrik tenaga batu bara, seperti masyarakat di Cirebon, Jepara, dan Cilacap. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan masa depan kami daripada para penyumbang polusi yang serakah,” kata Roidhi, warga Batang.
Menurut Arif, untuk menyediakan listrik bagi masyarakat Indonesia, pemerintah seharusnya tidak membahayakan ratusan ribu mata pencaharian dan kesehatan warga lokal, kestabilan iklim bumi. Karena solusi energi untuk Indonesia adalah energi terbarukan yang aman dan bersih.
Seraya menambahkan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa Indonesia bisa memimpin dunia dalam hal panas bumi , dengan 40% dari kapasitas cadangan. Geothermal panas bumi dunia melebihi 29.000 MW tetapi hanya 1.2MW yang telah dikembangkan sejauh ini.
“Kami juga memperkirakan kapasitas hidro melebihi 75.000 MW, belum lagi potensi angin melimpah di negeri ini dengan ribuan mil dari garis pantai ribuan gugusan pulau, dan angin yang konstan. Apa yang dibutuhkan adalah kemauan pemerintah Indonesia untuk menghentikan kecanduan bahan bakar fosil dan beralih kepada pemanfaatan energi terbarukan, untuk memastikan masa depan yang bersih dan aman bagi masyarakat Indonesia dan dunia, “tandasnya. (Wan).