KENDARI,BL- Eksploitasi kawasan hutan oleh sejumlah perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara, telah memicu menurunnya populasi anoa di beberapa daerah suaka marga satwa dan kawasan konservasi.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara, memperkirakan populasi anoa khususnya yang masuk dalam kawasan konservasi yang tersebar pada 12 kawasan seluas 276.000 hektar itu di Sultra habitatnya diperkirakan dengan kisaran 180 sampai 200 ekor.
“Kami menduga, menurunnya populasi satwa langka anoa dan endemik sekaligus maskot Sulawesi Tenggara itu, disebakan alih fungsi hutan secara besar-besaran pada sektor pertambangan,” kata Kepala BKSDA Sultra, Sahulata.
Populasi anoa terbesar sendiri saat ini berada di dua kawasan suaka margasatwa, yakni, Suaka Margasatwa Kabupaten Buton Utara dan Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Konawe Selatan.
Sedangkan populasi anoa yang hidup di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TN-RAW) di Konawe Selatan dan Bombana, diperkirakan sekitar 50-60. Data itu, berdasarkan laporan dari petugas yang mengawasi kawasan Taman Nasional Rawa Aopa di tahun 2009 dan 2010. Dan diperkirakan populasi hewan yang dilindungi itu saat ini kian merosot. “Hutan tempat anoa berkembang biak kini sudah semakin sedikit, kehidupan satwa khas sulawesi ini diambang memprihatinkan,”katanya.
Selain di dalam kawasan konservasi yang diawasi BKSDA Sultra seluas 276.000 ha, populasi satwa langka anoa, masih terdapat di kawasan hutan lindung (HL) dan hutan produksi di bawah wewenang Dinas Kehutanan provinsi dan kabupaten/kota.
Namun jumlah populasinya kata dia, sudah sulit diprediksi, karena habitannya yang sudah terganggu akibat aktifitas dari pertambangan di dalam kawasan hutan yang mendapat izin dari Kementerian Kehutanan.
“Alih fungsi kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi oleh Kementerian Kehutanan dalam lima tahun terakhir, menjadi pemicu utama menurunnya populasi anoa, apalagi diketahui bahwa satwa ini sangat peka dan mudah terusik bila ada manusia di sekitarnya,” tutur Sahulata. (Azis/SN)