|
Ilustri hutan. Foto : rtcc.org. |
JAKARTA, BL- Satu lagi badan baru yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang khusus mengurusi pelaksanaan upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut, atau yang dinamakan Badan REDD+”.
Lembaga tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden No 62/2013. Keputusan ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% dari tingkat business as usual pada tahun 2020 atau sampai dengan 41% dengan bantuan internasional, sebagaimana yang diumumkan oleh Presiden SBY pada tahun 2009.
Menurut rilis yang dikeluarkan Sekretariat Kabinet, Badan REDD+ ini akan dipimpin kepala badan setingkat Menteri dan merupakan salah satu elemen utama dalam melaksanakan komitmen REDD+ di Indonesia, diantaranya untuk memastikan keberlangsungan Kemitraan REDD+ antara pemerintah Indonesia dan Norwegia. Pemerintah Norwegia telah sepakat untuk memberikan dukungan hingga satu miliar US $ secara bertahap, khususnya untuk untuk skema “pembayaran atas kinerja kerja” didalam upaya mengurangi emisi GRK dari deforestasi hutan dan lahan gambut.
Tujuan dari Badan REDD+ ini adalah adalah untuk mencapai pengurangan emisi GRK dari deforestasi, degradasi hutan dan lahan gambut dan memastikan bahwa upaya ini dikelola secara efektif, efisien, adil dan berkelanjutan.
“Proses mendirikan Badan ini sudah berlangsung lama dan menyeluruh. Pembentukan Badan REDD+ merupakan bukti komitmen Indonesia untuk berkontribusi terhadap upaya global dalam mengurangi emisi karbon, untuk melestarikan hutan Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang hidupnya bergantung kepada sumber daya hutan” ujar Agus Purnomo, Staf Khusus Presiden SBY di bidang perubahan iklim.
Badan ini diharapkan menciptakan kepercayaan bagi komunitas internasional untuk berinvestasi ke dalam ekosistem hutan Indonesia yang unik dan memberikan jasa iklim yang penting secara global.
“Melalui Satuan Tugas REDD+ yang beroperasi sejak September 2010, telah diuraikan berbagai rencana REDD+, yang terlibat dalam konsultasi luas dengan para pemangku kepentingan nasional dan lokal. Sekarang kita memiliki Strategi Nasional REDD+, desain Instrumen Pendanaan REDD+, desain MRV termasuk program One Map yang akan dijadikan sebagai dasar untuk mengukur prestasi dalam menjaga hutan dan lahan gambut. Kita telah mendirikan sebuah platform untuk kegiatan REDD+ di beberapa provinsi, dengan fokus di provinsi percontohan Kalimantan Tengah yang melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah. Kami telah memulai kajian akan izin pertambangan dan perkebunan dan mempercepat proses pengukuhan hutan di Kalimantan Tengah. Tapi yang lebih penting, kami telah menetapkan transparansi, pendekatan non-birokratis, partisipasi multi stakeholder dan fokus pada perbaikan tata kelola sebagai prinsip kerja untuk lembaga” jelas Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Satuan Tugas REDD+ Indonesia yang baru saja mengakhiri tugas yang diamanatkan kepadanya.
Kuntoro menambahkan bahwa Badan REDD dapat segera mulai menerapkan rencana tersebut dan prinsip-prinsip, dan berusaha untuk memberikan hasil yang terukur.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan yang bertanggung jawab atas pengelolaan hutan di atas lahan seluas lebih dari 100 juta hektar di seluruh Indonesia, menyambut baik terbentuknya Badan REDD+ ini dan berharap agar terjalinya kemitraan produktif di tahun-tahun mendatang. “Untuk pertama kalinya dalam sejarah modern Indonesia, upaya untuk melestarikan hutan dan lahan gambut dapat menambahkan pendapatan pemerintah daerah dan memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal dan adat” ujarnya.
Kepengurusan Badan REDD+ akan diputuskan dalam beberapa minggu kedepan. (Marwan Azis).
|