Inilah sebagian bangunan yang rusak akibat gempa Aceh beberapa waktu lalu. Foto-2 : Arsadi Laksamana/Beritalingkungan.com. |
GAYO, BL- Gempa 6, 2 SR yang telah meluluh lantakan sebagian besar kecamatan di Aceh Tengah dan Bener Meriah, selain menyisakan persoalan rehab rekon bencana ini masih menyisakan berbagai persoalan, Tanoh Gayo harus bangkit!
Ada kesibukan yang berbeda di halaman kantor Bupati Aceh Tengah, dilapangan yang biasanya digunakan untuk lapangan upacara hari-hari besar di kabupaten itu, kini di penuhi dengan tenda-tenda bertulisan BNPB, beberapa truk terlihat parkir sesekali mobil-mobil doble cabin terlihat hilir mudik.
Seperti hari-hari sebelumnya, setelah gempa 6,2 skala Ricther Selasa, 2 Juli lalu, halaman kantor bupati Aceh Tengah memang telah disulap menjadi perkantoran sementara posko terpadu penanggulangan bencana gempa yang terjadi di Aceh Tengah dan Bener Meriah, kalau sebelumnya posko terpadu berada di Bener Meriah, setelah masa tanggap darurat berakhir posko terpadu tersebut kemudian dipindahkan di Aceh Tengah, alasan karena Kabupaten Aceh Tengah adalah wilayah yang paling parah terkena genap.
Bencana gempa ini memang cukup serius, Bupati Aceh Tengah, Ir Nasaruddin MM dalam laporannya menyampaikan data valid jumlah kerugian akibat gempa, yang dihimpun bersama Badan Penanggulangan Bencana Aceh. Bupati yang biasa di sapa Pak Nas ini, jumlah korban jiwa atau meninggal dunia di Aceh Tengah sebanyak 34 orang. Enam orang yang menghilang masih dicari. Sedangkan rumah penduduk yang rusak berat 5.516 unit, rusak sedang 2.750 unit dan rusak ringan 5.596 unit.”Rusak berat tidak dapat digunakan sama sekali, rusak sedang itu seperti depan rusak, belakang tidak atau sebaliknya. Sedangkan rusak ringan rumahnya masih utuh akan tetapi retak atau sedikit rusak,” kata Nasaruddin.
Bukan hanya itu, selain rumah warga, kantor pemerintahan juga banyak mengalami rusak berat sebanyak 48 unit, rusak sedang 20 unit dan rusak ringan 9 unit. Sarana kesehatan yang rusak berat 92 unit, rusak sedang 2 unit dan rusak ringan 10 unit, begitu juga dengan sarana pendidikan yang terkena dampak gempa dengan kategori rusak parah 32 unit, rusak sedang 92 unit dan rusak ringan 352 unit. Begitu juga rumah ibadah seperti mesjid dan meunasah juga mengalami rusak berat sebanyak 36 unit, rusak sedang 35 unit dan rusak ringan 75 unit.
SBY bersama ibu negara mengunjungi korban gempa di Aceh Tengah. |
Di Aceh Tengah, kata Nasaruddin, dari 352 desa yang terkena dampak gempa mencapai 252 kampung. Desa-desa itu tersebar dalam 12 kecamatan dari 14 kecamatan yang ada. Dari jumlah kecamatan dan desa yang ada total pengungsi di Aceh Tengah mencapai 48.563 jiwa,” ujar Nasaruddin. Dari jumlah itu, kata dia, 2.470 orang kehilangan mata pencaharian.
Bupati Bener Meriah, Ir Ruslan Abdul Gani Dpil, SE mengatakan untuk Kabupaten Bener Meriah delapan desa dari 233 desa terdampak gempa langsung. Sebanyak sembilan orang meninggal dunia, 23 luka berat. Jumlah pengungsi gempa di kabupaten ini mencapai 2.265 orang, Rumah rusak di Bener Meriah sebanyak 2.057 unit, 662 unit di antaranya rusak berat, 311 rusak sedang, dan 1.184 rusak ringan. Fasilitas umum yang rusak sebanyak 76 unit. Bantuan untuk korban dan pengungsi terus berdatangan.
Bencana ini telah mengundang perhatian banyak pihak, para pejabat saling bergantian mengunjungi, bahkan President Republik Indonesia, Sosilo Bambang Yudhoyono mengunjungi posko pengungsi di kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. Meski kedatangan presiden hanya beberapa menit, tapi kedatangan orang nomor satu di Indonesia telah memberikan semangat kepada korban gempa. SBY berjanji Pemerintah akan membantu para korban gempa, untuk rumah yang rusak SBY berjanji akan dibantu pemerintah dengan besaran paling banyak Rp 40 Juta untuk rumah yang rusak berat, Rp 20 Juta untuk rusak berat dan Rp 10 juta untuk rusak ringan.
Angka sebesar itu dinilai terlalu kecil, karena mengingat kenaikan harga saat ini, Menurut beberapa korban, tidaklah relevan dengan jumlah kerugian yang diderita, selain itu kenaikan BBM akan mempengaruhi nilai bahan bangunan“ Jadi tidak relevan bantuan pusat untuk satu unit rumah saat ini dengan nilai tersebut”ungkap salah satu korban.
Anggota DPD Asal Aceh, Ir Mursyd menyatakan akan memperjuangkan aspirasi masyarakat tersebut, dan berjanji akan menyurati Presiden RI dan Ketua DPR RI, agar dapat menerima aspirasi masyarakat korban bencana gempa bumi di Gayo.
“ Saya dan kawan-kawan DPD-RI asal Aceh maupun anggota DPD- RI lainnya, akan menyurati Presiden maupun ketua DPR-RI sehingga rencana bantuan yang dialokasikan untuk pembangunan perumahan bagi korban gempa bumi di Aceh Tengah dan Bener Meriah, ditinjau kembali sehingga sesuai dengan kondisi riil saat ini maupun peruntukannya” jelas Mursyid.
Dilain pihak, ucap Ir. Mursyid, apabila kita memperhatikan situasi perkembangan nilai bahan bangunan dampak dari naiknya harga BBM, sangat meroket, hal ini jelas berpengaruh pada semua jenis barang termasuk bahan bangunan. “ Jadi sangat patut naiknya harga bahan bangunan ini menjadi tolak ukur atau standar dari pemerintah menetapkan alokasi bantuan bagi pembangunan tempat tinggal masyarakat korban gempa bumi di Gayo “ tutur Mursyid.
Sebelumnya, Gubernur Aceh mengatakan telah menganggrakan 64 Milliar untuk dana penanggulangan gempa Gayo yang berasal dari dana APBA. Ia meminta agar pengelolaan anggaran tersebut harus dilakukan secara transfarans. Namun persoalan ternyata tidak selesai sampai disitu, persoalan bencana di bumi penghasil kopi ini masih menyisakan berbagai persoalan, misanya, untuk penderistribusian bantuan ke tenda pengungsi, akurasi data, dan birokrasi untuk mendapatkan bantuan bagi para pengungsi yang dianggap terlalu berbelit-belit. Fakta tersebut mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak, baik dari kalangan LSM, Wartawan dan pihak-pihak yang konsen terhadap persoalan gempa ini.
Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah sendiri telah menetapkan, penanggulangan dan pemulihan masa tanggap darurat pascagempa bumi di tanah Gayo, berada di bawah kendali Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Sementara pengarah terdiri atas masing-masing Gubernur Aceh, Wakil Gubernur Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, dan Sekretaris Daerah Aceh. “Penetapan Kepala BPBA sebagai pengendali tanggap darurat lapangan tersebut ditetapkan Gubernur Zaini Abdullah melalui Kepgub Nomor 360/573/2013 tanggal 4 Juli 2013.
Persoalanpun muncul, terutama masalah pencairan dana, pihak BPBA sendiri sebelum terlebih dahulu harus bekerjasama dengan perusahaan kenalan untuk mengambil kebutuhan pada saat tanggap darurat sebelum mengambil dana dari anggaran Rp 62 Milliar, bukan hanya itu, “keluhan-keluhan” pihak dua pemerintahan kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah mulai terdengar malu-malu, karena masalah dana belum jelas.
Pernyataan Pemerintah Aceh bahkan sempat dianggap hanya sekedar lips servive saja, karena tidak adanya kejelasan dan dinilai terlalu lamban. Kesan bahwa ada “permainan proyek” dalam penanggulangan gempa ini.
Hal ini dibantah oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Jarmansyah , S.Pd.,M. A., MM , ia mengatakan anggaran Rp 64 Miliar telah dikucurkan, “Namun perlu diketahui bersama kalau yang diberikan ke masyarakat korban bencana itu bukanlah dalam bentuk uang melainkan berbagai kebutuhan sandang dan pangan , pendidikan, kesehatan dan infrasruktur. Dan itu sudah berjalan sejak hari pertama kejadian”ujarnya.
Dikatakannya lebih lanjut, sebagaimana pemaparan Gubernur Aceh saat mengambil keputusan tentang kelanjutan status keadaan transisi darurat menuju ke pemulihan, masing-masing SKPA telah memiliki anggaran untuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana dan dari anggaran yang direncanakan itu, sebagian besarnya sudah terlaksana di lapangan “Semua uang yang digunakan untuk bencana Gempa di Aceh Tengah dan Bener Meriah, pada akhirnya akan diaudit penggunaannya, jadi semua orang tidak perlu ragu atau berpikiran dana tersebut dana tersebut akan disalah gunakan, karena dilapangan ada inspektorat, BPKP yang senantiasa memberikan bimbingan dan pendampingan dalam pelaksanaan” sebut Jarwan.
Jarwan menjelaskan alokasi anggaran yang terbesar adalah usulan dari Dinas Sosial Aceh yaitu Rp 21, 6 Miliar yang peruntukan antara lain untuk pengadaan pangan berupa daging lembu untuk meugang sebelum memasuki bulan Ramadhan beberapa waktu lalu, pengadaan mentega, terigu, syrup, kurma, agar, dan gula pasir.
Sementara itu untuk sandang antara lain selimut, baju koko, kain sarung, daster, sajadah, mukena, jilbab, baju kaos, pembalut wanita, pakaian dalam wanita, pakaian dalam pria, jaket anak, sampai pengadaan. Barang tersebut sudah 80 persen masuk ke gudang logistik dan sebagian disalurkan kepada korban” Silahkan cek, ke bagian logistik atau Dinas Sosial yang ada di posko utama untuk mengetahui jumlahnya” kata Jarwan.
Dari Rp 64 Milliar tersebut, Rp 24, 6 milliar diantaranya dikelola oleh Dinas Cipta Karya Aceh, namun sebagian besar anggaran yang diusulkan, khususnya untuk hunian sementara tidak jadi direalisasikan karena masyarakat korban bencana lebih senang tinggal di tenda pengungsian dan tenda-tenda keluarga, alokasi anggaran Dinas Cipta Karya Aceh diperuntukan untuk perbaikan SPAM, operasional mobil tanki, pengadaan HU, pembuatan MCK, Pembangunan sarana ibadah darurat, dan laini-lain.
Demikian juga dengan BPBA yang sejak hari pertama sudah berada di lapangan, dan memberikan bantuan logistik kepada kedua kabupaten, pengerahan berbagai kendaraan pendukung operasi kebencanaan seperti mobil komunikasi, truk serba guna, mobil tanki air, ambulance, mobil toilet dan mobil dapur umum lapangan serta operasional petugas dan kegiatan keposkoan dengan alokasi dana Rp 1, 9 Milliar.
Sementara itu, kata Jarwan, Dinas Pendidikan Aceh mengusulkan penyediaan shelter ruang belajar sementara, baju seragam dan tas sekolah serta program trauma healing. Anggarakan berjumlah Rp 13, 9 miliar. Dinas Bina Marga memiliki anggaran Rp 722 Juta untuk pengerahan alat berat berupa excavator, loder, motor grader, dump truck, trailer dan lain-lain” Seperti diketahui bersama bahwa dampak gempa ini terasa sangat besa r sekali, oleh sebab itu, seluruh program kegiatan dari dana Rp 64 Milliar tersebut meski dirasa benar, namun jika melihat kebutuhan lapangan maka jumlah itu masih dirasakan kecil” katanya lagi.
” Jadi semuanya transparan dan tidak ada yang ditutupi” katanya, dalam bencana ini sebenarnya banyak pihak yang memberikan bantuan dalam bentuk uang, barang maupun tenaga, jumlahnya ada ratusan , baik dari unsur pemerintahan , dunia usaha, NGO maupun masyarakat dari berbagai kalangan, semuanya ada catatan dibagian logistik dan gudang, silahkan minta datanya jika diperlukan” sebutnya lagi, ia juga menambahkan bahwa dalam minggu ini Pemerintah Aceh akan memberikan santunan kepada ahli waris korban meninggal dunia akibat bencana gempa sebenar Rp 5 Juta perjiwa.
Terlepas dari berbagai masalah di atas, Saat ini Tanggap darurat gempa Gayo telah dicabut, melalui pernyataan Gubernur Aceh Zaini Abdulah pada Rabu (17/7), dan dilanjutkan dengan masa Transisi Darurat menuju Pemulihan selama 25 hari, 17 Juli hingga 10 Agustus 2013. “Pengertian status transisi darurat ke pemulihan adalah keadaan dimana penanganan darurat bersifat sementara, atau permanen berdasarkan kajian teknis dari instansi yang berwenang,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho.
Sutopo mengatakan, status transisi darurat tersebut bertujuan agar sarana prasarana vital serta kegiatan sosial ekonomi masyarakat segera berfungsi, yang dilakukan sejak berlangsungnya tanggap darurat sampai tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dimulai. Menurut dia, selama masa transisi darurat, bantuan kebutuhan lanjutan yang belum dapat diselesaikan pada saat tanggap darurat dapat diteruskan, seperti pembangunan tempat hunian masyarakat bagi rumah yang hancur, hilang dan rusak.
Selain itu, kata Sutopo, pemulihan lain berupa sarana dan prasarana vital, biaya pengganti lahan, bangunan dan tanaman masyarakat yang digunakan untuk pemulihan, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan dan Kebutuhan dasar fisik dan non fisik.
“Transisi ini dilakukan hingga dimulainya tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Aceh Tengah nanti. Lima sektor akan dibangun yaitu perumahan, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya, dan lintas sektor,” kata Sutopo.
Dengan jumlah pengungsi 52.113 jiwa seperti yang disebutkan oleh BNPB yang tersebar di lebih dari 70 titik pengungsian yaitu Kabupaten Bener Meriah yaitu 19.984 jiwa dan di Aceh Tengah 32.129 jiwa, sebenarnya membutuhkan penangan serius, pemerintah tidak boleh main-main dalam penanganan korban bencana ini.
Sebenernya, sejumlah warga yang ditemui dilokasi pengungsian saat ini rata-rata masih mengalami trauma dan bingung memikirkan masa depan mereka, meski sebenarnya mereka sendiri ingin segera bangkit. Hal ini tentunya bisa dimengerti karena harta benda termasuk kebun kopi atau kebun tebu yang selama ini menjadi tumpuan penghasilan kini telah hancur, dan perlu waktu lagi untuk membangun atau memulai kembali.
Dengan hilangnya mata pencarian korban gempa tentu saja membuat mereka menjadi pengguran, “ Kalau ditanya harapan maka kami berharap bagaimana secepatnya punya tempat baru dan bekerja kembali” ungkap Aman Rima, salah seorang korban gempa.
Penanganan dan penanggulangan akibat bencana gempa ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah, jangan sampai penanggulangan bencana ini menjadi sarang korupsi. LSM JangKo sebuah LSM yang kosen terhadap pemberantasan korupsi di Gayo berharap pemerintah Aceh dan BNPB yang nantinya sebagai pihak yang mengatur dan menagani penuh proses pemulihan daerah bencana dalam rehab dan rekon agar menciptakan sistem yang baik, terkoordinir, dan tidak berbelit-belit.
“Satu hal yang sangat penting bagi masyarakat dalam mengawal proses pemulihan daerah pasca bencana adalah perlunya transparasi dari pihak-pihak yang memiliki kebijakan dalam penanganan dan pemulihan daerah bencana di Aceh Tengah dan Bener Meriah”kata Idrus lagi.
Idrus menjelaskan, jika melihat pengalaman-pengalaman masyarakat di dua Kabupaten ini, setiap ada pembangunan ataupun bantuan social yang jumlahnya cukup besar sering kali terjadi konflik. Konflik secara vertical maupun konflik antar masyarakat, horizontal.
Idrus memaparkan jika bercontoh pada pengalaman Gempa Tsunami Aceh 2004 lalu, proses rehab rekon yang dikomandoi oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) penuh dengan carut marut dan kesannya di masyarakat, dana rehab rekon Gempa Tsunami Aceh yang lalu dihabiskan untuk sektor-sektor yang tidak penting bagi masyarakat korban.
“Kita berhara, kedepan ini proses rehab rekon yang akan dilakukan di Aceh Tengah dan Bener Meriah benar-benar terlaksana sebagaimana mestinya, Kita tidak inggin proses rehab rekon nantinya justru malah mencederai masyarakat korban dan menciptakan peluang pihak-pihak atau oknum tertentu untuk melakukan manipulasi dan korupsi dan penggunaan dana rehap rekon pasca Gempa Bumi di Kabupaten Aceh Tengah dan bener Meriah”jelas Idrus. LSM JangKo menghimbau kepada pihak yang akan menagani proses rehab rekon ini agar sejak awal menciptakan transparasi baik itu data dan juga informasi terhadap segala bentuk proses pembangunan dan juga bantuan-bantuan yang akan di salurkan kepada pihak korban.
Terlepas dari semua itu, korban gempa Gayo harus bangkit, warga yang menjadi korban gempa tidak boleh terus terpaku dengan meratapi nasib. Korban gempa tidak boleh terlalu berharap kepada bantuan pihak lain. Musibah ini sendiri memang tidak pernah diinginkan namun sudah sepatutnya kita belajar dan mengambil hikmah darinya untuk lebih baik kembali menata kehidupan yang sempat terkoyak.(Arsadi Laksamana)