GAR Prakarsai Percontohan Hutan Konservasi Produsen Sawit

Featured Slider Hutan Indeks Top Stories
Hutan Rawa Gambut Sumatera. Foto : Kemal Jufri / Greenpeace

JAKARTA, BL– Produsen sawit terbesar Indonesia, Golden Agri Resources (GAR) memprakarsai sebuah proyek percontohan konservasi hutan untuk melindungi hutan-hutan cadangan kaya karbon (High Carbon Stock – HCS).

Langkah tersebut diharapkan bisa diikuti perusahaan produsen sawit lainnya untuk mengambil tindakan yang sama.

Inisiatif tersebut diapreasi oleh kelompok pembela lingkungan Greenpeace yang selama ini konsen mengadvokasi perbaikan sektor kehutanan di Indonesia. “Greenpeace memuji GAR yang telah merealisasikan kebijakan perlindungan hutannya dalam tindakan nyata. Inisiatif GAR ini penting untuk akhirnya menghentikan hubungan kelapa sawit dengan deforestasi,” kata Bustar Maitar, Kepala Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace Asia Tenggara melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.

Setelah mengembangkan metodologi dan definisi hutan HCS dengan Greenpeace dan kelompok non-profit kehutanan global The Forest Trust (TFT), GAR menerapkan Kebijakan Perlindungan Hutannya dengan bekerja bersama masyarakat lokal dan pemerintah untuk melindungi kawasan berhutan di seluruh konsesi yang saat ini dibangun, dimulai dengan PT Kartika Prima Cipta (KPC) di Kalimantan Barat.

Ini kebijakan global GAR, yang juga akan diimplementasikan di perusahaan investasinya di Liberia (GVL) dan jika sukses dilakukan akan menjadi satu contoh penting bagi masa depan pembangunan kelapa sawit di Afrika.

Menurut Bustar, masa depan hutan hujan Indonesia bergantung pada keseimbangan. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, Moratorium pemberian izin baru di kawasan berhutan akan kadaluarsa.

“Pemerintah Indonesia harusnya melihat pengumuman hari ini sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah, bersama industri dan masyarakat sipil bisa membalikkan arah dan melindungi hutan Indonesia demi masyarakat dan keanekaragaman hayati yang bergatung padanya dan iklim global,” kata Bustar.

GAR telah berjanji untuk sebuah kebijakan perlindungan hutan yang ambisius untuk mencegah deforestasi dari wilayah operasi kelapa sawitnya sejak Februari 2011 menyusul kampanye Greenpeace dan tekanan konsumen atas deforestasi dan pembukaan hutan gambut untuk kelapa sawit di Indonesia.

Kebijakan ini mengikutsertakan komitmen untuk tidak membangun kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV), gambut dengan kedalaman apapun, dan tidak membangun kawasan dengan cadangan kaya karbon (HCS). Penunjukkan kawasan hutan HCS dibutuhkan sebagai sebuah inovasi dan metodelogi kuat yang telah dikembangkan GAR berkolaborasi dengan TFT dan Greenpeace dan telah dipresentasikan Juni 2012.

Dari berbagai data yang dihimpun Beritalingkungan.com diketahui Golden Agri Resources ini berkedudukan di Singapura. Dicatatkan di Bursa Efek Singapura Limited (“SGX-ST”) pada tahun 1999, Golden Agri-Resources Ltd (“GAR”) merupakan salah satu perusahaan minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Dengan total luas tanaman 430.000 hektar yang berlokasi di Indonesia, GAR mengoperasikan 34 pabrik pengolahan minyak kelapa, tiga kilang dan enam pabrik pengolahan minyak inti sawit.  Melalui PT Sinarmas Agro Resources and Technology (SMART), grup ini tercatat sebagai salah satu konglomerasi perkebunan minyak kelapa sawit terbesar dan terluas di Indonesia.

Sinar Mas Group adalah salah satu kelompok bisnis berbasis sumber daya alam terbesar di dunia. Kerajaannya termasuk Asia Pulp & Paper (APP), produsen pulp dan kertas ketiga terbesar di dunia, dan Golden Agri Resources (GAR), perusahaan perkebunan kelapa sawit kedua terbesar di dunia.

Kegiatan utama perusahaan ini meliputi penanaman dan pemanenan minyak kelapa sawit; pengolahan tandan buah segar menjadi minyak sawit mentah (“CPO”) dan minyak inti sawit dan penyulingan CPO menjadi produk bernilai tambah seperti minyak goreng, margarin dan shortening.

GAR juga beroperasi di China melalui pelabuhan laut terpadu dalam, penyimpanan, minyak biji  dan fasilitas kilang di Ningbo dan Zhuhai.

Sejak 2006, Greenpeace telah menginvestigasi dampak yang diakibatkan kelompok ini terhadap hutan hujan dan lahan gambut Indonesia yang kaya karbon. Bertahun-tahun Greenpeace berkampanye terhadap perusahaan ini dan di saat yang bersamaan mendapatkan tekanan dari beberapa pembeli terbesar minyak sawit untuk produk konsumen, seperti Nestle dan Unilever, perusahaan perkebunan  ini mengambil keputusan penting untuk menjadi produsen minyak sawit terbesar di Indonesia pertama yang mengatasi deforestasi yang disebabkan oleh operasionalnya.

Akhirnya pada tahun 2010, GAR membuat komitment kebijakan tanpa deforestasi, termasuk mengakhiri pengembangan perkebunan di lahan gambut. Tahun ini perusahaan ini mengambil langkah progresif membuat komitmen yang kuat untuk tidak meninggalkan jejak deforestasi dan melindungi hutan High Carbon Stock (HCS).

Greenpeace meminta produsen kelapa sawit lainnya untuk mengikuti inisiatif GAR daripada bersembunyi di balik perundang-undangan yang lemah dan sistem sertifikasi seperti RSPO.

Jika industri kelapa sawit ingin menghapus reputasi buruk yang disandangnya di antara

konsumen dan lembaga keuangan, maka dibutuhkan kejelasan perusahaan perkebunan mana saja yang benar-benar komitmen untuk melindungi sisa hutan Indonesia dan mana yang terus saja melakukan praktik penghancuran.

Perusahaan produk konsumen yang membeli kelapa sawit lanjut Bustar, perlu mendukung pemimpin industri yang bersedia mengambil tindakan tegas untuk melindungi hutan dan lahan gambut dan tidak hanya bergantung pada sistem sertifikasi yang selama bertahun-tahun gagal merancang dan menerapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan hal serupa. (Marwan Azis).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *